14. Dia Lagi!

363 17 1
                                    

Menuju H-3 menjelang hari akad pernikahannya. Kedua keluarga calon pengantin sepakat untuk mengadakan pengajian di kediaman rumah keluarga mempelai wanita.

Semua begitu sibuk dengan perannya masing-masing. Bundanya, Arinda saat ini sedang menghitung jumlah nasi kotak yang di pesan, apakah jumlahnya sudah sesuai mengikuti banyaknya tamu undangan atau belum. Lalu, Bude Ratna alias calon ibu mertuanya sedang memasukkan kue dan beberapa buah ke dalam kotak-kotak kecil untuk di jadikan pelengkap dari kotak nasi di sebrangnya yang di bantu oleh kedua kakak perempuannya, yakni Zalia dan Fatimah. Kemudian ada abangnya, Adam yang kini sedang membantu Maira menyusun kue bolu di atas piring sebagai hidangan nanti saat pengajian akan di mulai. Sementara, Ayah dan Paman Kasim sibuk mengurusi halaman rumah yang kini sedang di gelar tiker, hambal dan benda semacamnya.

Sebenarnya juga ada beberapa ibu-ibu tetangga dekat rumahnya yang ikut membantu, yaaa.. walaupun sejujurnya lebih banyak rumpinya sih di bandingin ngebantuin mereka.

Tak sengaja netra Maira menangkap dua insan yang sudah tidak asing lagi baginya. Mendatarkan wajah ketika melirik ke wanita di sebelah calon suaminya itu.

"Huh, Dia lagi!" Batin Maira serasa kesal memandanginya.

Fathan datang ke kediaman rumah kedua orang tua calon istrinya ini memang tidak sendirian. Seorang wanita menemaninya kini.. yang tidak lain adalah Jinan, teman kantornya. Fathan sebelum kesini tadi sempat menjemput temannya dahulu, dikarenakan Dia tak mengetahui jalan menuju rumahnya Maira. Bukan Ia yang sengaja membuat Jinan berkunjung kemari, tetapi Uminya, Ratna yang mengundangnya begitu saja. Menjadikan Jinan juga tidak enak jika menolaknya, sedangkan Fathan hanya mengikuti perintah dari Ibunya saja. Wanita ini sudah cukup dekat pada keluarganya Fathan, beberapa kali Ia ajak main kerumahnya ketika mereka sama-sama mengerjakan tugas kantor bareng.

Dua Ibu-ibu rumpi kini mendekati ke arah Maira. "Neng, itu calon suaminya yah?" Kata Bu Ike tetangga persis disebelah rumahnya ini.

"Iya, bu." Ia menoleh kepada Bu Ike, tersenyum ramah.

"Kok ganteng banget sih neng, calon suaminya" Ibu Ike sambil liatin Fathan dari jauh, mesem-mesem gitu. Demen kali nih ya, ibu-ibu...

"Ahh, biasa aja kali Bu." Dalam hati Maira. "Idih, muka jelek kayak itik buruk rupa aja di demenin.. aduuhh sih Ibu teh matanya gak bisa bedain mana yang cakep mana yang jelek yak, Ck." Tanpa sadar Maira menggeleng sembari mendecakkan lidahnya pelan.

"Neng, kenapa atuh kok geleng-geleng gitu?" Sekarang gantian Bu Wati yang ngomong. "Enengnya lagi sakit kepala ya?"

"Eh" Maira menoleh kembali, tetapi kali ini sembari pura-pura memijat kepalanya kencang. "Iyaa nih Bu, tiba-tiba kepala saya pusing hehe" Bohongnya supaya gak kelihatan kayak orang aneh. Setelahnya menyengir kecil.

Seusai di tinggal kedua Ibu-ibu rumpi barusan, juga Abangnya, Adam yang meminta izin kepadanya untuk balik ke kamar dahulu ingin mengambil ponsel, membuat Maira hanya tinggal sendirian disini hendak menata kue bolu lapis di atas piring kaca. Pandangan Maira masih tidak lepas memperhatikan Fathan dengan teman kantor wanitanya itu yang saat ini sedang membantu calon ibu mertuanya serta tengah bercakap bersama kedua kakak perempuannya, sesekali tertawa kecil. Entah, apa yang mereka bicarakan.

Sungguh menyebalkan!.. melihat mukanya saja sudah malas, ditambah lagi mendengarkan tawaannya yang sok jaim di sebrang sana.

Maira yang semakin meradang menyaksikan tingkah Jinan dari sini seakan menjadikannya naik pitam. "Maen nyosor-nyosor aja tuh cewek, pake gandeng tangan Fathan lah, nepuk bahunya segala-lah, menatap wajahnya pake mata sok cantiknya itu!" Tapi, emang benar sih.. kalau di samakan dengan Maira, diibaratkan Ia cuma sekedar angsa putih di tepi danau sedangkan Jinan adalah burung merak di dalam sangkar emas yang kalau di kepakkan sayapnya pasti berkilauan bahkan saat di terpa sinar matahari. Berbeda jauh bukan?...

Behind The Struggle Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang