Fathan kini sedang membuat list, mengenai susunan rencana apa-apa saja yang mesti dia lakukan untuk membuat Maira, sang istri menjadi terkesan dengannya dalam waktu sesingkat mungkin. Ide brilian terus muncul--mengalir begitu saja bagaikan air yang sekarang lagi di tulis olehnya ke atas buku catatan pribadinya tersebut. Begitu Fathan memikirkannya hingga tanpa sadar sudut-sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah lengkungan nyaris sempurna di balik sana.
Fathan sungguh tidak sabar akan bagaimana reaksi Maira nanti, ketika melihat semua persembahan yang dia tunjukkan bahkan dia jalankan bersama istrinya kelak. Rasanya menunggu hari-hari itu datang sudah seperti mimpi. Bahwa... fakta yang lebih membuatnya sulit percaya adalah.. Fathan bisa sedekat dan seberani ini kepada Maira. Bisa menggenggam tangan sang istri saja, telah menjadikannya bersemangat.
Belum lagi bila Fathan bisa menatap wajah Maira dari jarak cukup dekat, lalu mencium bibirnya--yang lama-kelamaan akan salah tingkah tak karuan Fathan di buatnya jika terus bersentuhan dengan Maira. Juga, dimana hari mereka berdua mengikatkan hubungan mereka dalam suatu hubungan yang sakral hakikatnya.. tentu, Fathan tidak pernah lupa tentang setiap rangkaian kejadian kisah romantis bersama sang istri hingga detik sekarang.
Yah, Dia sangat bersyukur pula, fakta lain dari balik semua skenario Tuhan yang telah di berikan padanya, atas jawaban dari doa-doanya sejak lama--Fathan menginginkan Maira agar bisa membalas cintanya kelak. Dan, Maira bilang, Ia mau berusaha mencoba sekuat tenaga untuk bisa menumbuhkan perasaan yang sama seperti dalam diri Fathan.
Fathan awalnya begitu tidak yakin, jika mana harus berumah tangga dengan Maira, tetapi hatinya dapat patah sebelah. Ibarat sayap pelindungnya ikut rapuh perlahan. Justru itu akan lebih sulit lagi dalam menghadapi sang istri. Namun.. dugaannya salah besar. Disini malah Fathan yang merasa bersalah, karena telah menuduh Maira duluan--Mengira, Maira tidak akan pernah mau membuka hati untuknya.
Ya.. Biarlah perasaaan bersalah itu nantinya lenyap saat Fathan betul-betul mendapatkan hatinya Maira seutuhnya.
"Fathan"
"Iya, kenapa Mai?"
Maira terlihat sambil mengobrak-abrik tas belanjaan yang dibawa mereka kemarin, sehabis berbelanja bulanan di supermarket. Dua tas bermuatan besar, sedang di jelajahi dalamnya itu, namun Maira tampaknya tak menemukan barang yang Ia cari. Lantas, Ia pun berjalan menghampiri sang suami yang lagi duduk di area sofa ruang keluarga.
"Kamu lihat gak kantong belanjaan aku, yang isi dalemnya ada pembalut, bungkusannya warna hijau?" Maira ikut duduk sejenak di samping Fathan. "Kemarin aku letakkin dimana sih?.. aku lupa deh."
Fathan menutup buku catatannya dahulu. Hendak membalas pertanyaan sang istri. "Kayaknya, masih ketinggalan di dalam bagasi mobil. Coba aku cek dulu ya sayang" Dia beranjak dari sofa. Bergegas mendatangi dimana mobilnya terparkir.
"Okedeh" Menimpali Maira, lalu mengambil toples cemilan di sebrangnya, tepatnya di atas meja kayu stainless.
Maira yang tak sengaja menengok ke tempat tadi suaminya itu duduk sembari mengemili biskit bola coklat--menemukan sebuah buku catatan kecil yang barusan di pegang oleh Fathan. Suaminya menaruh buku kecil tersebut disempilkan diantara papan sofa dengan pegangan sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Struggle Of Love
Romance{(BUDAYAKAN MEMFOLLOW SEBELUM MEMBACA:))} (PERHATIAN : HARAP DI BACA SEMUA PART! , BAGI YANG TIDAK SUKA BOLEH MINGGAT :)) (21+) HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! Sinopsis : Di lamar?... dengan sahabat sendiri?.. What the...??!! -_- Bagaimana jadinya kal...