Action 2

1.3K 218 24
                                    


Derap kaki berlarian masih bergema di ruangan. Kapten Zhang tiba-tiba berdiri kaku di tempatnya, mengawasi pintu keluar yang dilewati beberapa orang pengunjung yang tersisa.

“Kapten!” seorang petugas berlari ke arah kapten Zhang, membuat sang kapten tersentak dari keterpakuan.

“Ya?”

“Kami menemukan satu catatan kecil yang tergenggam di telapak tangan korban,” ujar si petugas melaporkan temuannya.

Kapten Zhang menautkan alis, dia mengambil lipatan kertas kecil bernoda darah dari tangan rekannya.
Di dalam kertas itu ada sebuah gambar burung kecil berwarna hitam.

“The Crow?” Kapten Zhang bergumam berat.

“Tidak diragukan!” si petugas mengangguk.

Kapten Zhang meremas kertas kecil itu di tangannya hingga berupa gumpalan kusut.

“Dia lagi..” ia mendesis.

Nampaknya The Crow  terlalu banyak menonton serial drama criminal di NetFlix, Kapten Zhang membatin, penuh emosi.

The Crow, The Crow, nama itu terdengar agak kasar untuk visual menakjubkan yang ia lihat dalam foto.

“Kita akan segera menangkapnya,” dia melirik tajam pada sang rekan.

“Kau sudah memikirkan cara?”

“Langkah awal, kita kumpulkan bukti dan petunjuk. Kita pasti akan menemukan sesuatu untuk bisa menjebaknya.”

“Kalau begitu kita bawa mayat korban ke laboratorium forensic,” sang rekan menyarankan.

Detektif Zhang mengangguk.
“Aku ingin melihatnya langsung. Apakah cara kematiannya sama dengan korban sebelumnya?”

Kapten Zhang berjalan diiringi rekannya menuju panggung. Dia ingin memeriksa mayat Rebecca secara langsung.

“Sayatan di leher, korban akan menuju panggung. Kemungkinan dia diserang oleh pelaku yang telah mengintainya di tempat gelap di salah satu sisi panggung.”

Mereka tiba di dekat mayat korban.
Darah menggenang seperti kolam. Di tengah noda berceceran menebarkan aroma kematian, wajah sang ballerina sepucat kertas. Matanya terbelalak seolah menyaksikan penampakan monster mengerikan di langit-langit teater.

Hati kapten Zhang terguncang.

Seharusnya, ya—seharusnya yang tampil saat ini bukanlah Rebecca.
Tetapi ballerina terkenal lain, Ju Jingyi.

Tunangannya.

Jika Rebecca tidak menggantikan Ju Jingyi malam ini, kapten Zhang khawatir bahwa yang akan tergeletak mati di tempat ini sekarang adalah sang tunangan.

Tiba-tiba kapten Zhang merasa kepalanya berputar dan mual. Dia menggoyang-goyangkan kepala, berbisik pada salah satu staff teater yang berdiri dekat mayat korban.

“Di mana toiletnya?"

~¤~¤~¤~

Kapten Zhang membungkuk di atas wastafel. Setelah memuntahkan sedikit isi perutnya, dia menyalakan kran, membasuh wajah hingga sebagian anak rambut, menyapunya ke belakang kepala. Dia menatap bayangan wajahnya sendiri di cermin besar. Matanya yang selalu cemerlang oleh kecerdasan dan juga menyala oleh semangat, terlihat redup malam ini.

Kapten Zhang sudah terbiasa menyaksikan pemandangan mengerikan dari korban-korban pembunugan selama kariernya sebagai petugas polisi. Sebenarnya kondisi Rebecca tidak lebih mengerikan dibanding yang pernah ia saksikan sebelumnya. Tetapi bayangan bahwa Ju Jingyi yang kemungkinan mati mencengkeramnya dengan kecemasan dan rasa waswas. Mengirimkan sensasi pusing ke kepalanya.

SE7EN DAYS IN THE BEACH HOUSE (JUNZHE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang