Separated
Hari ke - 7
Apakah segumpal kabut mimpi yang menggiring dirinya untuk terus terlelap, apakah dia takut akan gelombang kerinduan yang mungkin melewatinya kala ia terjaga?
Kapten Zhang tidak tahu.
Tetapi, jika apa yang terjadi dan ia alami hanyalah bagian dari imajinasi, mungkin ia akan memilih untuk tetap bertahan dalam perasaan ini. Saat sekelompok bunyi bergabung menjadi satu suara yang jelas dan bisa dipahami, dan pijar cahaya melintasi wajahnya, akhirnya kapten Zhang terbangun dari tidurnya yang damai.
Atau lebih tepatnya, tidur terakhirnya yang damai.
Ini hari ke - 7, dan siapa yang tahu jika ia bisa menemukan kedamaian lagi atau tidak setelah ini.
Kapten Zhang membuka mata. Dia sendirian di dalam kamar Gong Jun, di atas tempat tidur nyaman yang menjadi saksi satu awal kisah cinta. Benaknya kusut, dan ia mendengar samar-samar suara-suara kesibukan di luar kamar.
Dia tidak segera bergerak dari posisinya. Terlepas dari kondisi ngilu dan sakit yang merambati seluruh tubuh, dia memikirkan banyak hal. Kapten Zhang tidak bisa mengungkapkan apa yang terjadi padanya saat menjalani hari-hari di rumah pantai. Dia tidak tahu apa ia harus melupakan, atau mengenang bagian akhir dari penyekapan ini.Tetapi, apapun yang ia lakukan, peristiwa ini, kenangan ini, bagaikan gelombang laut yang akan terus menerpanya. Dia masih hidup dan akan menyambut kebebasan yang dijanjikan Gong Jun padanya. Tetapi dia tidak gembira seperti apa yang ia perkirakan sebelumnya. Hatinya terasa hampa.
Kapten Zhang tersadar bahwa sudah setengah jam ia berbaring menatap langit-langit dalam keadaan telanjang di bawah selimut. Mengisi kekosongan pikiran dengan berbagai rencana, dia mulai beringsut turun dan pertama-tama ia harus mandi dan menyegarkan diri.
Setengah jam kemudian setelah berpakaian rapi yang dipilih dari lemari Gong Jun, ia melangkah keluar kamar dan disambut seorang penjaga.
"Boss menunggumu untuk sarapan, kapten."
"Ya."
Kapten Zhang memperhatikan, semua orang nampak sibuk di sekitarnya, tapi ia tidak bisa menduga apa alasan di balik itu. Apa mereka menjalankan satu misi atau menangkap tawanan lain. Atau mereka bersiap meninggalkan rumah pantai ini. Tak satu pun dari keduanya terdengar menyenangkan.
Suasana sarapan terakhir sangat canggung. Kapten Zhang dan Gong Jun tidak saling berbicara. Mereka sibuk dengan makanan dan kopi yang rasanya sudah tidak lezat lagi akibat kerumitan pikiran yang menumpulkan indra. Di penghujung sesi sarapan, kapten Zhang akhirnya membuka mulut untuk bertanya.
"Orang-orangmu terlihat sibuk. Apa kau menangkap tawanan lagi setelah membebaskan aku?"
Gong Jun menangkap banyak maksud tersirat dari pertanyaan itu. Dia tersenyum sangat tipis, mendekati sinis, dan itu membuat kapten Zhang terkesiap. Sikap manis, tatapan lembut Gong Jun semalam tiba-tiba sirna. Gong Jun yang bercinta dengannya semalam, penuh gairah dan cinta yang menggebu, pagi ini telah berubah ke asalnya. Seorang penjahat tampan yang sinis, acuh tak acuh dan sesekali tersenyum penuh teka teki.
Kapten Zhang menundukkan kepala, merasakan satu rasa pedih menusuk-nusuk hatinya. Jika ada yang berubah selama tujuh hari ini, itu adalah dirinya. Gong Jun tidak pernah berubah, dia masih penjahat tampan yang sejak awal menculik, menyekap dan melecehkan dirinya.
Untuk satu maksud yang tak pernah ia ketahui.
"Kenapa kau ingin tahu aktivitas kami?" Gong Jun menyahut. Kapten Zhang menggigit bibir, lantas mengangkat bahu.
"Tidak apa-apa jika kau tidak mau bilang," ia berkata lemas.
"Apa kau berpikir bahwa aku menculik pria lain lagi untuk dijadikan tawanan dan boneka mainan kesayanganku?" Gong Jun tertawa kecil.
Bibir sang kapten bergetar saat menjawab, "Tidak."
Tetapi kata itu tidak keluar dengan jelas.
"Ya, tentu saja tidak. Aku bukan seorang pria yang bisa menyentuh seseorang dengan mudah. Bahkan, nyaris tak pernah. Jika kau ingin tahu, uang lebih menarik minatku daripada pria tampan atau gadis cantik."
"Jadi kau tak pernah jatuh cinta?"
Gong Jun menggeleng, "Tidak."
Hati kapten Zhang remuk redam. Dia menyesap kopinya keras-keras. Mencengkeram kuat tepi cangkir.
"Tidak sebelum aku bertemu denganmu," Gong Jun meneruskan bagian terpenting.
Ada desir aneh saat sang kapten mendengar kalimat itu. Terdengar seperti penegasan dari satu pernyataan cinta. Tapi, apa bedanya kini cinta atau benci, dan apa gunanya cinta sekarang ini, di saat waktu sudah tidak tepat lagi.
"Tapi kau membebaskanku hari ini," gumam kapten Zhang.
"Yah. Aku harus pergi ke Macau sore ini. Ada beberapa rapat bisnis penting yang harus kuhadiri. Tak ada gunanya terus menerus menahanmu di sini, lagipula aku sudah berjanji bukan?" Gong Jun tersenyum miring.
"Tujuh hari," ia melanjutkan penuh nada kemenangan.
Kapten Zhang menelan liur, mengeraskan rahang dan membekukan tatapan kala ia memandang Gong Jun.
"Ya. Tujuh hari. Aku salut karena kau memenuhi janjimu."
"Tentu saja. Seorang pria harus menepati kata-katanya. Bersiaplah menyambut kebebasanmu."
Kapten Zhang tidak menjawab dan Gong Jun tidak bicara lagi sampai ponselnya kemudian berbunyi. Sang penjahat tampan yang menawan hati telah kembali ke sosok asalnya. Dia beranjak meninggalkan kapten Zhang sendirian dan melanjutkan pembicaraan penting di telepon.
Menghela nafas panjang, masih dikuasai rasa kecewa yang mendinginkan hatinya, kapten Zhang berlalu meninggalkan ruang makan dan menuju kamarnya untuk melewatkan satu sesi kesendirian lagi.
Menjelang tengah hari, satu persatu mobil-mobil di pelataran parkir keluar melewati gerbang. Kapten Zhang mengawasi dari jendela kamar dengan wajah muram. Selangkah di luar gerbang, adalah dunia luar penuh kebebasan dan juga kekejaman yang selalu ingin ia raih selama tujuh hari terakhir. Namun setelah hatinya merasa nyaman berada di sini, dunia luar itu terdengar menakutkan dan asing. Tetapi tak ada satu pun yang bisa menahan keberadaannya di rumah pantai ini. Tidak kebencian Gong Jun, tidak pula cintanya. Mau tidak mau, dia harus kembali ke dunianya. Pekerjaan sebagai polisi, dan Ju Jingyi.
Bagaimana ia akan melewati hari-hari ke depan, kala hati sudah tak sama lagi.
Pintu kamarnya terbuka mendadak, dan seketika kapten Zhang menoleh cepat pada sosok yang datang mendekat. Gong Jun berjalan anggun, di tangannya ia memegang setumpuk pakaian yang dilipat rapi, dan di atasnya adalah kartu identitas polisi dan ponsel milik kapten Zhang Zhehan.
"Halo kapten," Gong Jun tersenyum, senyuman menjengkelkan seperti pertama kali ia menggoda kapten Zhang.
"Ini milikmu," dia meletakkan barang-barang itu di atas tempat tidur.
"Kau pasti ingat kemeja, celana panjang dan blazer yang kau kenakan di malam penculikan itu," ujar Gong Jun datar.
"Aku menyimpannya dengan baik, dan satu lagi -- Wen Yuan!" Ia berteriak, menoleh ke arah pintu.
"Mana sepatu kapten Zhang? Cepat bawa kesini!"
"Siap boss!"
Selang berapa detik, Wen Yuan masuk. Menaruh sepatu kulit milik kapten Zhang di kaki tempat tidur. Setelah itu, Gong Jun mengisyaratkan Wen Yuan untuk pergi. Sang penjahat tampan kemudian menutup pintu dan menguncinya.
Dia berbalik dan menuju sang kapten yang berdiri kaku dekat jendela. Mengembangngkan senyuman penuh pesona mematikan, Gong Jun mengulurkan tangan, mengunci wajah kapten Zhang dengan kedua telapaknya dan mendaratkan satu ciuman di bibirnya. Kala bibir mereka bersentuhan, sensasi lembut dan halus disertai semburan atoma hangat dan lembut melintasi kedua mulut mereka. Kaki sang kapten goyah dan berdirinya pun tidak seimbang. Gong Jun menarik ciumannya dan ia menghela nafas panjang. Dia menatap dalam-dalam pada sepasang mata kapten cantik yang menampilkan ekspresi penuh konflik.
"Aku tidak akan menyusahkanmu lagi," Gong Jun menyusuri pipi halus di depannya yang masih terlihat bingung dan selintas rasa malu setelah ciuman sukarela ini.
Tidak dapat mempertahankan diri dari pesona Gong Jun, kapten Zhang merasa hati dan juga seluruh tubuhnya gemetar. Protes yang hendak ia ungkapkan lenyap seketika di bawah satu lagi ciuman Gong Jun yang panas. Sedikit demi sedikit ciuman itu semakin membuatnya lemah, ia membiarkan Gong Jun mengacaukan dirinya lagi.
Sang penjahat tampan memperdalam ciuman itu, memeluknya erat dalam rengkuhan lengan dan bahunya yang kukuh, tubuh kapten Zhang yang sedikit lebih kecil dan pendek nyaris tenggelam dalam kehangatan.
"Ini terakhir kalinya..." Gong Jun berbisik rendah.
Apakah hanya ilusinya saja? Tapi sang kapten entah bagaimana menangkap kilasan luka di mata Gong Jun. Apakah sebenarnya penjahat menawan ini, sama seperti dirinya, juga berat untuk melepaskan?
Penuh kesedihan teredam, kapten Zhang merespon semua sentuhan Gong Jun di tubuhnya.
Gong Jun mengangkat tubuh sang kapten dengan gaya pengantin dan membaringkan di tempat tidur sutra yang telah menjadi tempat favorit mereka. Kapten Zhang terguncang sekali lagi, bukannya dia tidak tertarik pada Jun. Tetapi dengan perpisahan di depan mata, ia tidak tahan dengan situasi ini. Dia tidak akan sanggup membawa satu lagi beban kenangan yang menyakitkan.
"Ti--dak..." Kapten Zhang memprotes.
Gong Jun tidak langsung menyerbu dan menciumi kapten cantik itu seperti biasanya. Tapi malah duduk di tepi tempat tidur, memperhatikan kecantikan itu beberapa lama.
Wajah penjahat itu masih seperti malaikat, halus dan bersinar, lengkung senyum menakjubkan dan kini ditambah sepasang mata memancarkan kelembutan, begitu menyihir sang kapten hingga ia tidak bisa mengalihkan pandangan. Semakin ia tertawan, semakin menyakitkan rasanya memikirkan perpisahan.
Dia tidak pernah merasakan emosi seperti ini sebelumnya. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Lalu kenapa rasanya begitu menyakitkan?
Gong Jun membungkuk dan mendaratkan satu ciuman lagi yang berlangsung cukup lama. Setelah mengakhiri ciumannya, dia menatap dalam-dalam dan berkata, "Seseorang yang menatapku penuh keinginan, dan bereaksi lembut saat menciumku, masih berani berpura-pura ingin pergi?"
Senyum penuh kepuasan menggantung di sudut bibir Gong Jun.
Kapten Zhang kehilangan kata-kata. Dia hanya mendesah pasrah saat Gong Jun mulai membuka satu demi satu pakaiannya, meninggalkan sang kapten hanya dengan satu celana dalam. Kapten Zhang mengira bahwa ia sudah tahu apa yang akan Jun lakukan. Tapi ternyata ia keliru.
Gong Jun tidak berniat bercinta dengannya. Sebaliknya ia merapikan kemeja dan celana panjang yang baru saja dilepaskan dari tubuh sang kapten. Melirik sekilas dan berkata ringan,
"Aku tidak akan menanggalkan celana dalam itu. Anggap saja bonus. Kau bisa keluar dari rumah pantaiku dengan satu-satunya pakaian milikmu. Aku cukup murah hati untuk tidak membiarkanmu menyimpan kenang-kenangan tentangku karena aku khawatir itu bisa menyakitimu di masa depan. Aku juga tidak akan meninggalkan nomor kontakku padamu, tapi aku telah menyimpan nomormu. Jika takdir menghendaki, mungkin satu hari kita akan bertemu lagi."
Jantung sang kapten serasa berhenti berdetak. Pikirannya yang kacau berdebat apakah ia sebaiknya mengikuti Gong Jun dan menghindari perpisahan ini. Tapi si penjahat tidak berniat membawanya. Dia menepati semua perkataan bahwa ia akan melepaskan pada hari ke tujuh. Sungguh bukan salah Gong Jun jika pada akhirnya kapten Zhang merasa terluka. Bukankah dirinya sendiri yang telah meminta perpisahan ini?
Sekarang ia tidak mungkin melakukan hal memalukan dengan memohon Gong Jun untuk tidak meninggalkannya.
Dirinya seorang polisi kuat dan pemberani, bukan pengemis cinta.
Gong Jun mendekati tawanan cantiknya sekali lagi, menciumnya mesra dan lama, hingga kapten Zhang kehilangan energi untuk bergerak. Seluruh tubuhnya gemetar oleh sensasi campur aduk. Tubuhnya didorong hingga ke tepi kepala tempat tidur, tanpa diduga, Gong Jun mengangkat bahunya dan mendudukkannya dalam posisi bersandar di kepala tempat tidur.
Ada besi-besi berukir di bagian itu, dan Gong Jun, dengan gerakan cepat dan tak terbaca, mengeluarkan satu benda yang rupanya telah ia siapkan di saku jasnya.
Sebuah borgol.
Kapten Zhang terkesiap dan tak bisa melawan saat tangannya diborgol dan diikatkan dengan besi di kepala tempat tidur. Kemudian Gong Jun meletakkan satu kunci diantara selangkangannya, menutupi benda itu dengan bantal.
"Rekanmu sesama detektif akan menemukan kunci ini dan membebaskanmu," Gong Jun tersenyum hambar.
"Kau---"
Bibir Gong Jun menyentuh keningnya untuk terakhir kali, membuat sang kapten memejamkan mata dan berjuang untuk tidak menangis.
"Aku tahu kau sedih. Tapi aku benar-benar harus pergi. Banyak yang harus kulakukan, begitu juga denganmu," Gong Jun berkata pelan.
Kapten Zhang hanya menatap dari balik kabut kesedihan di matanya.
"Jangan sampai kau berpikir bahwa aku mendapatkanmu dengan cara menculik. Kau ingin bebas bukan? Pergilah, dan selesaikan pekerjaanmu, terutama urusanmu bersama Ju Jingyi. Kelak jika takdir mengizinkan kita bertemu lagi, aku ingin kau datang padaku atas kerelaanmu sendiri."
Ibu jari Gong Jun menyentuh sudut mata sang kapten yang mulai basah.
"Menangislah. Menjadi seorang polisi pemberani bukan berarti kau tidak boleh mengeluarkan air mata."
Seraya menghela nafas berat dan panjang, Gong Jun meraih ponsel milik kapten Zhang dan mengaktifkannya. Dia tahu bahwa polisi akan bisa melacak posisi ponsel ini sekarang.
"Selamat tinggal kapten cantik, terima kasih telah menjadi cinta pertamaku.."
"Jun ---" nama itu terdengar aneh saat ia mengucapkan dengan penuh rasa mendalam. Si penjahat tampan menoleh dan tersenyum.
"Cinta akan bersatu pada waktunya. Cinta itu memang milik kita, tapi waktu bukan milik kita. Yang perlu kau dan aku lakukan hanyalah bertahan sampai waktu itu akan tiba, segera, atau mungkin tidak sama sekali."
Gong Jun berjalan keluar kamar, punggungnya semakin menjauh dan berubah menjadi bayang-bayang. Pergi entah kemana, ke satu tempat yang tidak diketahuinya.
Kapten Zhang merasa tenggelam dalam lautan kegelapan, megap-megap tanpa udara, berjuang untuk tetap sadar. Dia berharap serangkaian peristiwa ini hanyalah mimpi buruk yang akan pergi setelah fajar datang. Tapi kesedihan dan kehampaaan ini terlalu nyata.
Setelah melewati momen tak terlupakan bersama-sama, setelah ia membuka pintu hati dan jatuh cinta, teganya--
Teganya Gong Jun pergi meninggalkannya.
Sekali lagi, kapten Zhang ingin bunuh diri, jika ia tidak terikat dalam borgol ini, ia akan pastikan, bunuh dirinya adalah sungguhan.
🏖️🏖️🏖️
Di waktu bersamaan, satu petugas analis data di kantor polisi East Hampton menangkap sinyal di layar komputernya. Dia terlonjak dan nyaris berteriak pada Inspektur Huang yang tengah berdiri di samping meja, menikmati espresso dalam paper cup.
"Pak, ponsel kapten Zhang aktif. Kami bisa melacak posisinya sekarang!"
Inspektur Huang nyaris tersedak, dan sialnya, espresso panas itu terciprat ke atas kerah kemejanya membuat ia menggeram. Diletakkannya paper cup itu dengan jengkel.
"Temukan dia!"
"Kami sudah menemukannya. Lokasinya berada di Long Island, tidak sampai satu kilometer dari pantai Amaganset."
"Bisa lebih spesifik?!"
Si petugas menekan beberapa tombol dan berkata antusias.
"Ini dia. Pinkvilla beach house. Terdaftar atas kepemilikan Gong Jun."
"Ha! Salah satu otak di balik organisasi The Crow. Tidak heran dia bisa menjebak Zhang Zhehan!" Inspektur Huang menggerutu. Dia menoleh ke salah satu asistennya, Miles Wei yang merupakan rekan kapten Zhang.
"Bergerak sekarang!" Ia memberi intruksi, sorot matanya galak.
Miles sontak berdiri.
"Kau ikut denganku! Bawa empat personel lagi, kenakan rompi anti peluru. Mungkin akan ada perlawanan dari para antek Gong Jun."
"Siap pak!"
Setengah jam kemudian, beberapa mobil polisi melaju ke pantai Amaganset. Pinkvilla beach house tidak sulit ditemukan karena kemegahan dan keunikan yang sangat mudah dikenali.
Inspektur Huang melompat turun dari satu Mercedes hitam, tangannya memegang pistol yang diarahkan ke depan dengan kewaspadaan maksimal untuk mencegah siapapun menyerangnya secara tiba-tiba.
Waktunya sangat tepat.
Miles dan empat orang petugas lain menyusul terburu-buru. Mereka membentuk formasi melingkar dengan punggung berdekatan satu sama lain.
Halaman rumah sangat luas dan ada beberapa pohon besar tumbuh serta patung-patung dewa yunani tinggi di tiap sudut dan satu di tepi kolam air mancur. Miles menjelajah setiap sudut halaman dengan matanya dan diam-diam merasa kagum.
Taman ini benar-benar indah. Patung Minerva di tepi kolam bahkan sangat sempurna untuk dijadikan spot foto.
Inspektur Huang bergegas menaiki tangga dan berkata pada anak buahnya.
"Aku akan masuk lebih dulu, dua dari kalian berjaga di sini, Miles kau ikut aku!"
Inspektur Huang menyalurkan semua ketegasan dalam dirinya lewat matanya.
"Siap Sir!" Miles terlonjak dari keterpanaan mengagumi keindahan halaman rumah sang ketua pembunuh bayaran.
Dia menendang pintu besar yang merupakan pintu utama rumah itu. Karena difungsikan sebagai tempat untuk menikmati keindahan pemandangan pantai, lebih banyak jendela kaca dibanding rumah biasa pada umumnya. Ketika tendangan kuat menghantam pintu, seluruh kaca bergetar.
Wajah serius inspektur Huang berubah heran. Ketegangannya pun menghilang diganti lapisan kebingungan. Dia telah memperhitungkan berdasarkan informasi dari pelacakan posisi kapten Zhang bahwa di rumah pantai milik penjahat sekelas Gong Jun, kemungkinan dijaga setidaknya belasan penjaga tangguh. Karena itu dia membawa dua unit mobil polisi. Tetapi dia memiliki firasat bahwa rencana Gong Jun tidak sesederhana yang dia bayangkan.
Rumah pantai itu sunyi senyap. Inspektur Huang bahkan bisa mendengar gesekan sepatu mereka memantulkan gema di ruangan utama yang luas. Sekali lagi Miles dan kawan-kawannya dibuat kagum dengan design interior dan kemewahan furniture serta benda-benda indah lainnya.
"Berpencar! Periksa setiap ruangan!" Suara inspektur Huang menggelegar di kesunyian. Miles dan kawan-kawannya kembali terlonjak.
Mereka memeriksa setiap ruangan di dalam rumah pantai menakjubkan itu. Memeriksa halaman belakang, kamar mandi, dapur, perpustakaan.
Tidak ada siapa-siapa di sana bahkan seekor serangga pun tidak bisa mereka temukan.
Ketika Miles perlahan-lahan mendorong pintu kamar yang menjadi tempat penyekapan kapten Zhang, dia tidak menduga akan kejutan luar biasa di dalamnya.
Miles menodongkan pistol begitu dia masuk, tetapi pemandangan di atas tempat tidur rupanya lebih mengancam dibanding serangan preman.
Hahh??!!
Dia melihat sang kapten yang mereka cari-cari terikat dengan borgol pada kepala tempat tidur dalam posisi duduk. Tubuhnya telanjang, satu bantal menutup bagian vitalnya di mana Gong Jun menaruh kunci borgol. Kondisi kapten Zhang tidak hanya mengenaskan, melainkan juga memalukan. Di bahunya yang telanjang serta leher dan dada, ada bercak-bercak merah yang membuat Miles bertanya-tanya. Tetapi, di luar fakta itu, sang kapten terlihat sangat sehat dan baik-baik saja. Matanya terpejam, seolah tengah bermimpi indah.
Apa yang membuat ketua pembunuh itu kehilangan minat untuk mengancam polisi?🏖🏖🏖
Hallo Langlangding Family
Akhirnya Kapten kita bebas..
Horee..
Tapi qo ga happy ya? 😣Calm down everybody, mereka pasti bisa bersama lagi. Biar kasusnya kelar dulu jadi tar bulan madunya tenang Mwehehehee..😍
To be continued
Please vote and comment 💙
Salam Langlangding💙
KAMU SEDANG MEMBACA
SE7EN DAYS IN THE BEACH HOUSE (JUNZHE)
Fiksi PenggemarJika seorang penjahat berparas menakjubkan seindah bunga-bunga teratai di musim semi, bahkan seorang dektektif handal pun tidak sanggup menangkap apalagi menghukumnya. Sang Detektif malah terperangkap dalam sebuah rumah pantai di mana satu pertun...