Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Setelah pelajaran yang panjang akhirnya mereka bisa menghirup udara bebas. Lorong sudah dipenuhi anak-anak yang baru saja keluar kelas. Juga dengan ketiga gadis cantik yang sedang bersenda gurau melintasi lorong menuju ke gerbang utama sekolah.
“Denger, Bel. Bang Alan udah ada calon. Sabar ya.” Ucap Meira setelah mendengar cerita Alea tentang gadis cantik yang merawatnya kemarin.
“Nggak bisa! Bang Alan Cuma milik gue! Secantik apa sih dia, Le? Paling juga masih cantikan gue.” Ucap Bella percaya diri.
“Bukan masalah cantik apa nggak. Tapi baiknya.”
“Gue juga baik.”
“Baik darimananya. Sama kita-kita aja biasanya lucknut.” Meira yang merasa tidak terima dengan kepedaan Bella mengomel.
“Lagian, baik tidak menjamin punya kepribadian perfect. Semua orang juga baik.”
“Iya sih. Tapi hati yang tau akan berdetak pada siapa.” Ujar Meira.
“Secara logika. Kita yang memilih, dan membiarkan hati berdetak pada siapa. Semua berawal dari mata.” ucap Alea.
“Tapi hatimu yang memberitahumu, apa ia pantas buatmu apa tidak.”
“Mei, kita tidak bisa hanya mengandalkan kata hati. Kita juga harus mendengarkan isi pikiran kita. Ketika mata kita menangkap suatu hal yang akan dikirimkan ke otak. Otak juga akan berpendapat.”
“Lalu apa yang akan lo lakuin jika kata hati dan pikiran lo gak sejalan?”
“Gue akan ikuti logika gue.” Kata Alea percaya diri.
Meira tersenyum kecut. Ia sudah menduga akan jawaban Alea.
“Lo perlu inget, Le. Di dunia ini ada juga yang tidak bisa dipikir dengan logika.”
“Semua itu pakai logika, Meira. Apa jadinya jika gak ada logika. Semua akan terasa aneh.”
Bella yang hanya diam saja mendengar perdebatan teman-temannya, makin pusing. Bukannya mereka sebelumnya lagi membahas Alan dan calon pacarnya. Kenapa pembahasannya jadi merambat ke logika?
Apalagi Alea dan Meira mempunyai memikiran yang berbeda.
“Tapi cinta hanya dengan logika nggak akan berhasil sepenuhnya.” Ucap Meira dengan tersenyum miring.
“Lalu apa kita harus mengesampingkan logika dengan kata hati yang juga akan menyakiti kita?”
“Mei, ini dunia nyata yang butuh logika untuk bisa ditaklukkan. Hanya logika yang bisa menakklukkan dunia yang semakin kejam.”
Tatapan Meira menjadi dingin. Tidak menyangka pikiran logis Alea sudah begitu parah. Menurut Meira berfikir secara logis memang boleh, tetapi Alea terlalu berlebihan dan itu membuat Meira sedikit jengkel.
Itulah mengapa, jika keduanya terpilih untuk mengikuti lomba debat. Mereka tidak akan bisa menjadi rekan setim karena berbeda pendapat.
“Semakin lo ingin menaklukkan dunia, semakin kejam dunia sama lo.”
Tatapan keduanya sama-sama menajam. Tidak ada yang mau mengalah dengan opini mereka masing-masing. Karena mereka adalah type orang yang mempertahankan ego daripada mengalah. Entah hal apa yang akan berhasil meruntuhkan ego itu.
“Oke stop! Berhenti berdebat!” akhirnya Bella melerai perdebatan kedua temannya.
“Ini bukan lomba debat dan gue bukan juri. Jadi kalian gak ada yang menang atau kalah.”
Kedua tangan Bella melipat depan dada. Menatap bergantian pada dua temannya yang masih menatap sinis satu sama lain.
“Minta maaf.” Kata Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virgo VS Scorpio [Hiatus]
Novela JuvenilApa jadinya jika si misterius Scorpio di takdirkan dengan si Perfectionis Virgo. Apa dunia yang mereka bangun bisa bertahan atau malah hancur berantakan? Selamat membaca•••