Chapter 9. Imajinasi (2)

88 13 0
                                    

Happy Reading 💙

-----

Matanya melebar. Terkejut dengan apa yang di lihatnya. Ia bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel yang masih menyala. Tangannya bergetar hingga membuat ponsel yang dipegangnya jatuh dan ia mulai berkaca-kaca.

Itu tidak mungkin terjadi. Lalu ia langsung menelpon seseorang, tidak di jawab. Ia terus berusaha tetapi hasilnya nihil. Tetap tidak diangkat. Ia mulai menangis, tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ingin tidak mempercayai apa yang sudah di lihatnya, tetapi kenyataannya itu memang orang yang sangat ia kenal.

"Abang.. hiks." Ia semakin terisak. Ini sudah malam dan ia bahkan tidak bisa meminta tolong pada siapa-siapa. Ia tidak tau harus berbuat apa.

Ia kembali berusaha untuk menelpon abangnya itu namun lagi-lagi nomornya tidak aktif.

"Abang tolong angkat telpon Ale."

Alea, gadis yang sedang terisak di samping tempat tidur dengan perasaan cemasnya, karena baru saja ia mendapat pesan sebuah foto yang memperlihatkan abangnya sedang tak berdaya dan babak belur.

"Jangan lagi. Tolong Tuhan.."

Ia lalu beranjak mengambil jaket yang tersampir di rak gantung dan melesat pergi keluar. Ia tidak bisa berdiam diri saja sedangkan perasaannya sedang kalud. Ia juga tidak menyerah untuk terus berusaha menghubungi nomor abangnya.

Alea tidak tau harus kemana lagi, ini sudah sangat malam. Ia terduduk lemas di pinggiran jalan yang sepi. Air matanya kembali menetes, pikirannya kacau. Ia tidak tau harus kemana mencari abangnya.

Alea mendongak ketika sebuah sepeda motor berhenti di depannya. Ia jadi waspada, takut jika orang yang berhenti di depannya itu orang jahat.

"Alea?" Panggil orang itu mendekat. Sedangkan Alea semakin menundukkan kepala takut.

"Heii ngapain kamu disini?" tanya orang itu khawatir. Namun Alea tetap tidak menjawab dan malah mundur menjauh.

"Ini abang, dek." Barulah Alea kembali mendongak menatap seorang lelaki dengan wajah khawatirnya.

Alea langsung menghambur ke pelukan lelaki itu saat memastikan bahwa benar lelaki itu abangnya sambil menangis tersedu-sedu.

"Abaaanngggg!! Huuuuaaa. Kemana aja sih!"

"Ngapain kamu disini?"

"Ale takut. Hiks.."

"Ssttt abang udah disini. Kamu nggak usah takut." Alan menenangkan adiknya yang sedang ada dalam pelukannya itu.

Pelukan Alea sangat erat membuat Alan merasa bersalah. Karena ia sangat tau jika Alea sedang ketakutan. Ia sudah meninggalkan adik kecilnya ini tanpa mengasih kabar.

Alea melepas pelukannya dan meneliti keadaan Alan dengan seksama. "Abang nggak papa, 'kan? Nggak ada yang sakit?"

Alan diam. Dirinya lupa jika mukanya masih terdapat luka yang di sebabkan perkelahian. Hingga mata bulat adiknya menatap wajah babak belurnya.

"Abang habis berantem?" Alan hanya tersenyum.

"Bukan karena-" ucapan Alea terhenti saat telunjuk Alan menutup bibir Alea.

Lelaki itu menggeleng. "Bukan, dek. Hanya saja tadi abang kecopetan terus berantem sedikit sama pencopetnya."

Alea menatap manik mata Alan dalam, mencari kesungguhan dari ucapan abangnya. Kemudian Alea menghela nafasnya, susah sekali melihat adanya kebohongan di sana saat Alan sudah tersenyum penuh arti kepadanya.

"Pulang yuk." Ajak Alan sambil menarik tangan Alea supaya berdiri. Alea hanya menurut.

"Lain kali kalau keluar pake celana panjang. Di luar dingin." Ucap Alan saat memandang Alea dari atas hingga bawah.

Virgo VS Scorpio [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang