O5, LILY & HUJAN

1.6K 361 9
                                    

Lily mengintip cemas ke arah jendela beberapa kali. Beberapa menit lalu, Jaden memberinya kabar hendak menuju rumahnya. Namun tak lama, hujan turun dengan deras. Ia mencoba mengirimkan pesan dan panggilan, tapi tak dibalas.

"Online!" pekiknya saat centang dua terpampang di layarnya. Dan setelah sepuluh detik, cowok itu membalas dengan mengirimkan foto motor dan dirinya yang sedang berteduh di ruko jalanan.

My Telkomsel
Foto
|Di jalan, hujan.

Lily langsung berlari ke garasi. Cewek itu meminta Pak Tarno selaku supir pribadinya untuk menemani, setelah cewek itu berhasil mendapatkan lokasi Jaden. Tapi, Lily tak tahu jika ada yang diam-diam mengikuti.

Di sisi lain, Jaden berdiri sembari mentap hujan yang entah kapan akan berhenti. Dahinya menyempit saat sebuah mobil berhenti di hadapannya.

Lily keluar dari kursi samping kemudi. Cewek itu mengenakan kaos dan celana pendek rumahan dan sandal keroppi. Tak lupa payung abu yang ia kenakan sebelum berlari ke arah Jaden.

"Kamu nga-"

"Kamu tuh yang ngapain. Aku kan udah bilang, Jaden. Mau hujan, besok aja kan bisa di Mayapada. Kenapa coba dibilangin bandel banget?!"

"Cuma hujan."

"Cuma hujan? Hujan deras kayak gini bahaya tau kalau nyetir di jalan. Apalagi kamu kalau pake motor kayak orang kesetanan."

Cowok itu terkekeh, baru kali ini dia mendengar omelan yang terdengar sangat menggemaskan.

"Udah tau bahaya, kenapa keluar rumah hmm?" tanyanya sembari melepas jaket yang melekat ditubuhnya, hendak memakaikannya ke Lily, namun cewek itu menahannya.

"Terus aku harus duduk manis di rumah sementara kamu, pacar aku, lagi kedinginan di sini?"

"Pake Lily, dingin."

"Nggak mau," jawabnya, judes.

Jaden menghela napas, menyimpan jaketnya di tangan, kemudian kembali menatap hujan. Sedangkan Lily tampak kembali memasang wajah kesal.

"Kangennya udah ilang?" sindirnya.

Sejak sore, cowok itu ngotot ingin bertemu. Tapi setelah bertemu, dia malah sibuk memandang hujan. Padahal, Lily sudah dengan sengaja menolak jaket cowok itu. Jelas dia kedinginan, tapi dia butuhnya sebuah pelukan. Jaden nggak peka!

"Belum," jawabnya sembari menoleh.

Lily membuang muka, cewek itu berangsung memeluk tubuhnya. Sebenarnya, dia bisa saja menyuruh Jaden untuk masuk ke dalam mobilnya. Tapi Lily tahu benar jika cowok itu tidak akan mau meninggalkan motornya sendirian.

Tiba-tiba punggungnya menghangat, disusul dengan lingkaran tangan seseorang di perutnya dan aroma musk di indra penciumannya.

Jaden, cowok itu menjatuhkan kepalanya di pundak Lily kemudian suara beratnya perlahan berbisik. "Kangen."

Menahan senyum, Lily segera membalikkan badan. Keduanya bertatapan. Jemari Lily menyusuri plester yang tertempel di tulang pipi cowok itu.

"Abis berantem ya?" tanyanya yang hanya dijawab dengan anggukan.

Lily sudah bersiap membuka bibir, ingin memarahi cowok itu lagi. Tapi jari telunjuk Jaden lebih cepat singgah di bibirnya. Mencegah suaranya.

"Udah kebiasaan Ly, jangan minta aku buat berhenti, ya? Susah."

Jawaban dari Jaden membuat cewek itu mencibir. "Cih, belum dicoba udah bilang susah. Payah." Lily memberikan jempol terbalik pada cowok itu. Tapi dengan segera, Jaden membetulkan posisinya. Seolah merubah cibiran menjadi pujian.

BACKSTREET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang