11, RUMAH SAKIT

1.3K 294 13
                                    

Lily berlarian di lorong rumah sakit. Deon yang memberi tau kalau Jaden terluka parah. Awalnya Lily bingung mengapa cowok itu bisa tahu mengenai keadaan sang pacar. Ternyata ini ulahnya. Deon yang mengirim anak-anak Sutasoma agar namanya tidak buruk di mata Lily. Tapi sialnya, Lily mengetahui percakapan dia dan Jun saat hendak pulang. Di situlah Deon memutar balik rencananya, dia kembali mengancam Lily.

"Gue bahkan bisa ngelakuin hal yang lebih buruk dari ini. Entah itu sama lo atau sama Jaden. Jadi, putusin dia kalau lo nggak mau hancur dan Jaden terus terusan babak belur."

Kata-kata Deon membanjiri pikirannya. Saat kakinya sudah menyentuh pintu ruang rawat Jaden Lily mengintip ke dalam sebentar, memastikan tidak ada anggota Jaguar. Matanya bertemu dengan Abra, membuat Lily ingin bersembunyi dengan segera. Namun derit pintu yang terbuka membuat Lily membulatkan mata.

"G-gue cuman lewat kok!"

Abra terkekeh mendengar kegugupan Lily. Pantas saja Jaden terjerat cinta cewek ini, ketika gugup saja sudah menggemaskan sekali! "Masuk aja kali. Gue tau lo khawatir. Dia juga kangen tuh sama lo."

"Hah?"

"Gue udah tau soal lo sama Jaden. Santai aja. Masuk gih, gue jagain di sini."

Liky mengangguk pelan. Jika Jaden percaya pada Abra, maka dia juga harus. "Dia.....nggak papa kan?"

"Nggak papa sih. Cuma kena tusuk aja lengannya sama luka lebam di muka. Tapi masih ganteng."

Lily mendorong Abra agar menyingkir dari pintu. Langkahnya berhenti begitu melihat Jaden yang menatap bosan televisi dengan posisi duduk sembari bersandar di ranjang.

"Jaden," panggilnya.

Jaden mengalihkan pandangan ke arah pintu tempat Lily berdiri. Cewek itu menatap Jaden dengan sorot mata kasihan. Sial, Jaden tidak suka jika ada orang yang memandangnya begitu.

"Hai," sapa Jaden begitu Lily duduk di tepi ranjang miliknya. Sedangkan cewek itu terus menerus menatap tangan Jaden yang diperban. Kemudian menyentuhnya pelan.

"Sakit?"

Dahi Jaden sedikit mengkerut. Tatapan Lily berubah menjadi tatapan bersalah setelah dia menyapu beberapa luka miliknya. Cowok itu menyahut dengan gelengan kepala, lalu berkata. "Ly, jangan tatap aku kayak gitu. Aku nggak suka."

"Maaf."

Jaden menarik tubuh Lily dengan hati-hati ke dalam pelukannya. Cewek itu menggigit biri supaya tidak menangis. Wajahnya ditenggelamkan di dada bidang Jaden.

"Gimana liburannya?"

Lily tak menjawab cewek itu malah menangis. Jaden berusaha mengusap rambut Lily, walaupun rasanya sedikit nyeri.

"Maaf."

Entahlah, Jaden benar-benar dibuat bingung dengan sikap Lily hari ini.

"Maaf buat apa lagi, hmm?"

Lily menggeleng. Dia juga sama bingungnya dengan Jaden. Hanya saja, dalam perkara yang berbeda. Bagaimana bisa Deon memberinya waktu tiga hari untuk mengakhiri hubungannya dengan Jaden sedangkan cowok itu kondisinya seperti ini?

"Kamu payah. Katanya jago berantem. Kok sekarang malah kayak gini?!" Dan pada akhirnya, hanya rasa kesal yang dapat Lily utarakan.

Jaden tersenyum tipis. "Iya aku payah, nggak bisa ngelawan puluhan orang yang bawa senjata sendirian."

Mendengar jawaban Jaden, Lily mengangkat wajahnya. Menatap cowok itu, kemudian kembali menangis, bahkan jauh lebih keras dari yang tadi. Deon tidak mengatakan kalau anak-anak Sutasoma membawa senjata. Dia yakin Jaden bisa melawan mereka sendirian kalau mereka tidak bermain curang.

"Sstt, kok malah nangis lagi sih?"

Bukannya berhenti, Lily justru semakin jadi. Cewek itu sudah menaikkan kedua kakinya ke ranjang memposisikan dirinya duduk di pangkuan Jaden. Wajahnya sudah dia tenggelamkan ke ceruk leher cowok itu dengan nyaman.

"Kalau masih nangis aku cium."

Lily tak menghiraukan perkataan Jaden. Cewek itu masih menangis karena dia merasa dia tidak akan pernah memeluk cowok itu lagi. Mungkin?

Jaden menghela napas. Dia menarik pelan wajah Lily. Tangan kirinya berusaha menghapus jejak air mata milik Cewek itu. Setelahnya, Jaden terdiam cukup lama. Lily masih saja mengeluarkan air mata. Saat itu lah Jaden tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan.

Dia menarik tengkuk Lily mengabaikan luka jahitan pada tangan kanannya. Mengunci bibir Lily dengan bibirnya. Kali ini berbeda dengan kejadian sepulang sekolah beberapa bulan lalu. Tubuh Lily awalnya menegang. Tapi setelah Jaden memberi lumatan kecil dia mulai mengalungkan tangan di leher cowok itu.

Abra melihat dari kaca ternganga lebar. Belum lagi ponselnya bergetar mendapat pesan anggota Jaguar yang lain sudah tiba di parkiran.

"Anjing lah!"

Dengan kasar dia membuka pintu, membuat Lily mendorong lengan Jaden sedikit kasar agar tautan mereka terlepas. Lalu bubur-buru turun dari ranjang. Sialnya, Lily tak sengaja menekan luka jahit milik Jaden yang belum kering. Membuat Abra semakin panik.

"Aduh Den, makanya lo kalau mau ciuman jangan di depan jomblo kayak gue. Kualat kan lo. Mana banyak banget darahnya," ucap Abra sembari mengusap rambutnya kasar.

Lily juga melotot melihat darah merembas dari perban Jaden. Rasa malunya akibat terciduk berciuman dengan Jaden menguap tergantikan rasa khawatir.

Ponsel Abra kembali berbunyi. Galuh mengatakan mereka segera sampai di ruang rawat Jaden. "BANGSAT, ANAK-ANAK YANG LAIN BENTAR LAGI NYAMPE LAGI. LY, LO PULANG DULU DEH! JADEN GUE YANG URUS."

Lily mengangguk. Tapi baru selangkah menuju pintu, suara bising yang diduga dari anggota Jaguar membuatnya berbalik lagi.

Abra menelan ludahnya kasar, lalu menarik Lily masuk ke kamar mandi. Sementara Jaden dengan tenang melihat jahitannya yang terbuka. Kemudian meraih ponsel untuk menghubungi seorang dokter.

Beberapa detik kemudian pintu terbuka bersamaan dengan pintu kamar mandi yang tertutup. Abra mengembuskan napas lega.

Mereka langsung berhambur melihat keadaan Jaden. Kemarin mereka belum diizinkan untuk menjenguk ketua Jaguar itu. Sekarang baru diperbolehkan. Di sini, Jaden tak melihat Leo, membuat kecurigaannya mengenai cowok itu semakin besar.

"WOY ANJING DARAH LO BANYAK BANGET DEN! DOKTER DONG, DOKTER! TEMEN SAYA SEKARAT!" Galuh berteriak membuat seluruh anggota turut berteriak. Sedangkan Jaden menatap datar teman-temannya yang baru singgal satu menit tapi sudah membuat kacau.

•••

"Lo masih ngincer Lily?" tanya Arlen, salah satu anggota Denostra.

Malam ini, mereka benar-benar berpesta untuk kemenangan sesaat karena telah berhasil melumpuhkan ketua Jaguar dengan memanfaatkan anak Sutasoma.

Deon mengangguk lalu tersenyum penuh kemenangan. "Gue bakal dapetin dia tiga hari lagi."

"Lo bener-bener nggak mau kalah ya dari Jaden?"

Sorot matanya menajam, tangannya sedikit demi sedikit mengepal. "Jelas. Sekalipun nggak ada taruhan buat dapatin Lily, gue bakal ambil dia dari Jaden."

•••

Jangan lupa
jejaknya ngueng.

BACKSTREET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang