Lily dikejutkan dengan kedatangan Deon pagi-pagi buta. Saat cewek itu hendak sarapan dengan Viola, Lyra tampak sibuk bercengkrama dengan Deon di ruang keluarga.
Kalau boleh jujur, hati Lily tidak tenang. Baginya, Lyra adalah satu-satunya pelaku yang bisa dia tuduh dengan gamblang.
"Ly, ayo. Nanti telat, hari ini hari terakhir sekolah. Besok udah ambil rapor," tegur Viola saat Lily masih sibuk berdiam di tempatnya.
Cewek itu dengan gugup melangkah keluar rumah. Mencoba menyingkirkan kemungkinan buruk yang akan menerpanya.
"Eh Ly, ini ada Deon. Katanya dia mau bareng sama lo. Gih sana," ujar Lyra.
Langkah keduanya terhenti. Viola memperlihatkan raut tak suka kepada Lyra. Dia sudah tahu cukup banyak cerita mengenai nenek lampir ini dari Lily. Belum lagi, sikapnya semalam yang memaksa Viola pulang. Benar-benar sepupu tidak tahu diri.
"Ayo Ly." Deon nyaris menggandeng tangan Lily, tapi Viola mencegahnya. Dalam hati, Lily lega, setidaknya ada Viola.
"Kalau lo mau nganterin Lily, anterin gue juga. Dan lagi, nggak usah pegang-pegang Lily. Nanti dia iritasi," celetuknya.
Deon mendengus kecil. "Gue nggak pake mobil, gue pake motor. Lo mau gue sangkutin di ban emang?"
Mendengar cowok itu tidak menggunakan mobil, kening Lily mengkerut. Begitu juga dengan Viola. Pasalnya, cowok itu tidak pernah sudih naik motor. Sebagus apapun motornya. Sempat mengira kalau Deon tidak bisa mengendarai motor, tapi ternyata tidak juga. Cowok itu hanya- takut matahari menembus kulitnya.
"Tumben lo pake motor?" tanya Viola.
"Suka-suka lah."
"Ly, lo bareng sama gue," sambungnya, lalu ngambil tangan kanan Lily. Menyeretnya ke halaman, menimbulkan protesan dari Viola dan dukungan dari Lyra.
Yang diseret merengut, tapi masih jadi penurut. Setelah kiriman Deon semalam, entah mengapa Lily agak sedikit takut. Cowok itu sudah mengancamnya. Jika dia menolak permintaannya, maka foto itu akan di sebar di grup angkatan. Lily belum siap mental kalau harus dihujat habis-habisan. Belum lagi, sahabatnya pasti akan kecewa karena dia tak pernah cerita.
"Pake." Deon menyerahkan helm kepada Lily. Nada bicara cowok itu bahkan terdengar berbeda di telinganya. Bukan, bukan berbeda karena dia marah atau bagaimana. Tapi berbeda karena meniru gaya seseorang. Ya, Jaden.
"DEON, KALO LO SAMA LILY GUE BERANGKAT PAKE APA, ANJING?!" Viola memukul lengan Deon sekuat tenaga. Membuat sang empu meringia karenanya.
"Gojek lah anjir. Zaman udah modern. Punya otak tuh dipake," jawabnya sembari mengayun telunjuknya ke dahi Viola, kemudian mendorongnya kasar.
Tatapannya jatuh pada Lily yang masih terbengong. Helm-nya yang belum dipakai, diambil alih. "Sini gue pakein."
Cowok itu memasangkan helm di kepalanya. Awalnya Lily menolak, tapi tangannya dikunci. Setelahnya, Deon memaksanya naik ke motornya.
Liky melirik Viola yang masih kesal. Namun cewek itu menyuruhnya pergi duluan. Biar dia nanti pakai ojek online.
Jaden menyaksikan segalanya di depan gerbang. Ada rasa sakit yang tembus hingga ke tulang. Sebelum mereka melihatnya datang, Jaden bersegera pergi menghilang.
•••
Perlombaan hari ini terlalu membosankan. Lily membaringkan kepalanya di atas meja, kemudian menutup mata. Tak lama, suara Rara yang sudah seperti toa merambat ke telinganya.
"TAWURAN LAGI, ANJIR!"
Mendengar kata tawuran, anak-anak langsung paham. Pasti Jaguar dan Denostra. Dua perwakilan rasa benci Gardacita dan Mayapada.
Ada yang segera keluar untuk melihat keseruannya, ada yang beringsut takut, ada juga yang khawatir. Lily contohnya.
"Mereka tawuran di mana?"
Rara mengatur napas. Jari telunjuknya mengarah ke jendela. Ke arah gerbang utama. Lily langsung berbalik badan. Menerawang dari kelas. Di sana, dia melihat Jaden sangat buas. Beberapa wajah anak Mayapada yang tadinya antusias menjadi pias.
"Gue mau ke sana."
"HEH LILY, JANGAN CARI MATI!" Rara yang baru saja mendudukkan diri berniat mencekal tangan Lily, tapi terlambat. Cewek itu sudah pergi.
Dengan setengah berlari, akhirnya cewek itu sampai di gerbang utama. Pak Satpam tampaknya sudah lelah dengan kebiasaan keduanya. Buktinya, pria paruh baya tanpa rambut itu asik menyeruput kopinya di dalam pos.
Deon terkapar di tanah. Meski sedikit janggal cowok itu tak pernah membalas pukulannya, Jaden tetap memukulnya hingga Deon tersungkur berkali kali.
Dibanding dengan tawuran, ini lebih mirip amukan Jaden sendirian. Beberapa dari temannya hanya menahan jika ada yang ingin menyerangnya dari sisi manapun. Sedangkan anak-anak Denostra masih menaruh tanda tanya. Apa yang dilakukan Deon? Mengapa cowok itu hanya diam?
"JADEN UDAH!" teriakan Lily berhasil memberhentikan pukulan Jaden. Cowok itu akhirnya mundur satu langkah akibat dorongan Lily.
"LO MAU BUNUH DIA HAH?"
Jaden tertegun. Teriakan Lily barusan, membuatnya semakin merasakan sakit hati yang menurutnya berlebihan. Terlebih, saat cewek itu membantu Deon berdiri. Terlihat khawatir di wajah cantiknya. Jaden kembali mengepalkan tangan. Namun rasa cemburunya selalu berhasil dia sembunyikan.
Tangannya juga terluka karena melayangkan tinju habis habisan. Namun sepertinya, Lily tak menyadari itu.
Lily yang merasa ditatap oleh banyak orang lantas berteriak. "BUBAR SEKARANG!"
Anak-anak Mayapada langsung bubar dari kerumunan. Sedangkan anak Jaguar masih menunggu perintah dari Jaden yang masih nyaman memandang Lily memapah Deon dengan penuh perhatian.
Hari ini, Jaden memang hilang kendali. Cowok itu benar-benar tidak terima saat mendengar pembicaraan Deon dengan salah satu temannya di depan kedai fotocopy-an. Ternyata, selama ini cowok itu menjadikan Lily sebagai bahan taruhan. Coba katakan, bagaimana dia bisa tahan?
Flashback.
"Kapan Lily jadi pacar lo? Inget iya, harus sebelum kelas dua belas. Kalau lebih, nggak jadi buat lo tuh mobil."
Jaden yang kebetulan sedang membeli kertas buram menajamkan pendengaran. Dia tahu benar siapa pemilik dua suara ini.
"Masih ada satu semester lagi kali, Bram. Udah pokoknya lo tinggal siapin kuncinya aja. Bentar lagi juga dia bakal jadi milik gue."
"Pede juga ya lo, padahal udah ditolak puluhan kali. Eh, jangan lupa tuh cobain dulu body-nya. Sexy."
Kedua cowok itu tertawa, Jaden berusaha menahan amarahnya. Tapi dia tidak bisa. Dan setelahnya, perkelahian antara tiga orang itu terjadi. Saat ada kesempatan, Bram melarikan diri, meski tidak mengerti mengapa Jaden tiba-tiba memukulnya tiada henti.
Sedangkan Deon cowok itu hanya beberapa kali membalas. Selebihnya dia menghindar, menggiring cowok itu ke depan gerbang Mayapada. Membiarkan semua orang salah oaham padanya.
Setelah keributan yang makin menjadi, anak-anak Jaguar datang awalnya untuk menengahi. Tapi melihat Jaden yang sudah hilang kendali, mereka hanya dapat menemani.
•••
Oalah brengsek.

KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET [END]
Fanfiction(YIBO X LISA) Jaden dan Lily saling mencintai. Tetapi Gardacita dan Mayapada saling membenci. Tradisi yang kronologinya masih terkunci itu membuat hubungan mereka dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Akankah hubungan mereka berdua aman hingga hari k...