Liburan semesteran sangat membosankan. Kemarin, Jaden mengirim puluhan pesan ke Lily dan baru mendapat balasan. Cewek itu sedang berlibur dengan keluarganya. Termasuk Lyra. Dan Jaden mengerti, dunia Lily bukan seluruhnya tentang dia. Jadi hari ini dan hari-hari berikutnya, cowok itu memustuskan untuk tidak mengganggu liburan mereka.
Beberapa hari ini dia menghabiskan banyak waktu di kolam renang. Sisanya untuk menjelajah di sosial media. Siapa tahu cewek itu memposting foto liburannya. Tapi tidak, Lily tidak memposting satu foto pun. Dia mendesah kecewa kala beranda instagramnya hanya menampilkan foto-foto kegabutan Abra.
Tiba-tiba, saat dia hendak meletakkan ponselnya di meja, bersiap meluncur ke air seseorang mengirimkan panggilan. Dahinya berkerut saat melihat nama Leo. Tumben sekali?
"Halo?"
"Den, tolongin gue. Gue lagi dikejar-kejar sama anak Sutasoma." Terdengar suara Leo yang terengah-engah. Sepertinya cowok itu sedang berlari.
"Lo di mana sekarang? Suruh mereka tunggu gue." Jaden bergegas ke kamarnya untuk berganti pakaian.
"Di Jalan Kenanga, tempat biasa."
Pip.
Jaden berhenti memakai kaos saat Leo dengan cepat memutus sambungan telepon. Suaranya terdengar agak ramai di sana. Sedangkan Jalan Kenanga, selalunya sepi tak ada kendaraan yang bersuara. Jaden hafal betul tempat-tempat yang biasa digunakan untuk tawuran. Termasuk suasananya.
Jaden menggelengkan kepala. Menyingkirkan keraguan perihal Leo yang sekarang membutuhkan bantuannya. Ya meskipun dia tak menyukai sifat cowok itu, tetap saja Leo adalah bagian dari Jaguar dan Gardacita.
Ducati miliknya bersegera berhambur membelah jalanan Ibu kota dengan kecepatan di atas rata-rata. Dan, sampailah dia di Jalan Kenanga.
Mesin ducatinya berhenti begitu belasan sepeda motor yang tampak asing berjalan mengelilingi dia sembari tertawa. Jaden membuka helm-nya. Menatap wajah-wajah mereka dengan seksama.
Setelah cukup lama mengitari Jaden dan ducatinya, mereka berhenti. Kemudian memarkir motor secara melingkar. Seperti tak mengizinkan Jaden untuk keluar.
"Mau apa lo semua?" tanya Jaden tenang.
"Menurut lo?" lempar cowok yang ada di depannya. Jaden mengerutkan dahi. Wajahnya tampak tak asing di memori. Dia pernah bertemu cowok itu di Mayapada. Saat Lily sedang diajak berkenalan dengan Zidan.
Jaden mengangkat bahu. "Gue mau cari Leo. Lo semua yang ngejar-ngejar dia bukan? Kalau bukan, berarti kita nggak ada urusan."
"Kata siapa kita nggak ada urusan? Gue Jun. Lo Jaden kan?" Cowok dengan jaket jeans itu tampak memberi aba-aba kepada yang lain untuk melangkah lebih dekat ke arah Jaden.
Jaden menarik sudut kanan bibirnya. Mencetak smirk sempurna. "Banci," ujarnya.
Mendengar celetukan Jaden, wajah cowok itu memerah, marah. Dengan segera, dia mengeluarkan pisau lipat dari saku celana. Bukan hanya Jun, tapi mereka semua membawa senjata.
Melihat hal demikian. Nyali Jaden sebenarnya sedikit terkikis. Namun, Jaden tetap Jaden. Selalu mahir dalam menyembunyikan ekspresi. Yang dilakukan pemuda itu sekarang justru terlihat menantang.
"Kalian mau bunuh gue atau gimana?" tanyanya sembari melipat tangan di depan dada.
"Nggak usah banyak bacot lo. Kita liat seberapa jago dan seberapa beruntungnya lo kali ini."
•••
Lily menatap malas ketiga orang di hadapannya. Rea, wanita paruh baya yang sering dia panggil dengan sebutan Mamah itu selalu menempel dengan Lyra. Tapi biarlah, Lily tidak merasa kesepian karena ada Samuel, Ayahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET [END]
Fanfic(YIBO X LISA) Jaden dan Lily saling mencintai. Tetapi Gardacita dan Mayapada saling membenci. Tradisi yang kronologinya masih terkunci itu membuat hubungan mereka dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Akankah hubungan mereka berdua aman hingga hari k...