Darah Lily berdesir. Terlebih saat Jaden menempelkan kaleng soda di pipinya. Cowok itu membuka slayer yang menutupi mulut dan hidung, kemudian meneguk soda tersebut hingga habis tak tersisa.
Melihat jakun Jaden yang naik turun membuat pipi Lily semakin memerah. Dengan cepat, cewek itu melakukan hal yang sama. Meneguk soda.
"Eum Jaden, makasih ya," ujar Lily tulus sembari tersenyum manis.
Dampak dari senyuman Lily sebenarnya bisa dibilang cukup besar terhadap tubuh Jaden. Terutama jantungnya. Dia bingung harus membalas apa. Jadi cowok itu hanya mengangguk.
Lily sedikit murung mendapat balasan singkat dari Jaden. Cewek itu sedang berpikir harus melontar topik apa. Dia tidak bisa terburu-buru membicarakan perasaannya. Bisa-bisa Jaden bingung dan malah tak percaya.
"Lain kali kalau cowok lo ngajak ke tempat kayak gitu jangan mau," ujar Jaden, namun memandang ke arah lain.
"Gue nggak tau kalau Deon bawa gue ke tempat balapan liar." Lily menunduk. Nada bicara cowok itu dingin. Sedingin udara malam ini.
"Mau gue antar pulang atau gimana?" tanya Jaden. Lily berpikir keras, dia tak mau cepat-cepat pulang. Tapi kenapa Jaden malah ingin segera memulangkannya?
"Gue ...... masih pengin di sini sama lo." Lily memelankan volume dua kata terakhir agar Jaden tak mendengar.
Jaden memandang langit. Mendung. Kalau dia tidak segera memungkan Lily akan kehujanan. Tapi, dia tidak bisa menolak keinginan cewek itu untuk singgah di sini lebih lama.
Akhirnya, mereka sama-sama terdiam. Tapi bagi Lily maupun Jaden, itu sudah cukup. Hingga terdengar suara guntur. Lily reflek memeluk lengan Jaden.
Kejadian hari ini menuntun mereka untuk mengingat masa lalu. Di mana Jaden ingin sekali bertemu Lily, lalu kehujanan dan Lily menyusulnya.
Tangan kiri Jaden terangkat untuk mengusap pelan rambut cewek yang masih betah memeluk lengan kanannya.
"Mau ke rumah gue dulu?" tanya Jaden tiba-tiba. Lily mendongak, menatap cowok yang ternyata tengah bingung juga mengapa dia berkata demikian.
"Maksud gue ...... itu ...... udah mulai gerimis, rumah gue kan nggak jauh dari sini. Sedangkan rumah lo masih jauh. Daripada kehujanan di sini."
Jaden tak berbohong meski itu hanya alasan. Sudah mulai gerimis, gawat kalau sampai hujan besar.
Lily mengalihkan pandangan dan menarik diri sedikit menjauh. Cewek itu berusaha menahan senyumnya. "Boleh," jawabnya.
Jaden melepas jaket, lantas memberikannya pada Lily. Sedangkan Lily memberikan helm pada Jaden dan berkata. "Lo aja yang pake. Kan lo yang nyetir."
Jaden menarik senyum tipis. Lily memakai Jaket miliknya dan dia memakai helm sesuai keinginan Lily.
Ducati itu membelah jalanan yang semakin diguyur gerimis. Jaden sesekali mengusap tangan Lily yang melingkar indah di perutnya. Takut cewek itu akan kedinginan.
Bertepatan saat ducatinya memasuki halaman, hujan besar disertai angin datang. Jaden menghela napas lega, mereka sudah sampai di rumah.
Lily segera turun. Dia sedikit memeluk tubuhnya yang basah sembari mengikuti cowok itu. Ke kamarnya. Kamar cowok itu dipenuhi oleh lego dan koleksi helm.
Jaden menunjuk kamar mandi dan lemari bergantian. "Mandi, pakai baju gue. Terserah mau yang mana. Jangan lupa kunci pintu."
Lily mengangguk patuh. Setelah itu Jaden keluar dari kamar. Membiarkan mantan kekasihnya itu membersihkan diri.
Mendapat perlakuan yang masih terbilang manis, Lily menggigit bibir. Dia tidak pernah membayangkan akan masuk ke kamar Jaden apalagi memakai baju cowok itu. Setelah selesai dengan kesaltingannya, Lily pun bergegas menuju kamar mandi.
Sementara di luar, Jaden menepuk dahi. Dia juga harus mandi, tapi dia belum mengambil baju. Tapi, ada Lily di dalam. Dia tidak bisa sembarangan masuk. Bahaya.
"Goblok," umpatnya pada diri sendiri sambil mengusap rambut kasar.
Terpaksa dia harus menunggu Lily selesai. Padahal dirinya sudah basah kuyup. Beruntung di kamar sebelah ada handuk, jadi dia bisa membungkus tubuh dinginnya dengan itu.
Selepas beberapa menit, Lily selesai mandi. Dia memilih pakaian Jaden yang cocok. Namun— dia baru ingat. Underwear-nya basah. Benar-benar tidak bisa dipakai kembali.
Mata berlari Lily mencari keberadaan hair dryer. Dan ketemu! Dengan buru-buru cewek itu mengeringkan ekm, underwear-nya.
Sudah nyaris setengah jam. Lily pun mendengar pintu kamar diketuk. Dan itu membuatnya terkejut bukan main.
"Ly? Masih lama?" tanya Jaden di seberang.
Lily gelagapan. Bra-nya belum kering. Beruntung underwear yang satunya sudah. "Anjir, masa iya nggak pakai bra?! Ah bodo amat deh."
"BENTAR DEN," jawabnya dan langsung meninggalkan acara mengeringkan ekhm— bra-nya dan melemparnya asal ke keranjang kotor.
Lily buru buru memilih hoodie tebal dan celana training. Kemudian menatap penampilannya di cermin. Hoodie cowok itu terlihat begitu besar di tubuh Lily dan rasanya hangat. Setelah sudah rapih, dia membuka pintu. Agak terkejut karena cowok itu belum membersihkan diri.
"Lo belum mandi?"
Jaden menggeleng. "Belum ambil pakaian. Tadi kelupaan." Cowok itu masuk dan segera menjangkau pakaian di lemari.
"M-mau mandi di sini atau gimana?" tanya Lily gugup.
"Hmm di sini," jawabnya. Jaden malas kalau harus keluar dan kembali ke kamar sebelah. Toh, Lily sudah selesai dan ini kamarnya.
Lily terdiam sebentar mencerna jawaban Jaden. "O-oh, yaudah gue keluar."
Setelah keluar dari kamar Lily menghela napas. Lalu mengipasi wajahnya yang panas. Perutnya tiba-tiba berbunyi, minta diisi. Jadi, dia berinisiatif hunting makanan di rumah ini. Namun, saat baru beberapa langkah menuruni tangga, dia baru sadar sesuatu.
"Sial, bra gue!"
Lily hanya bisa berdoa. Semoga Jaden tidak menemukannya.
•••
Jam menunjukkan pukul sebelas lebih. Hujan belum berhenti. Sebenarnya ini yang Lily harapkan. Supaya dia bisa menginap. Hehehehehe.
Selama satu setengah jam mereka sudah makan dan menonton acara tv meski dengan keadaan sepi. Maksudnya, saling diam. Tidak ada percakapan kecuali memang dibutuhkan.
"Mau tidur di kamar gue atau kamar lain?" tanya Jaden.
"Kamar lo— boleh?"
Jaden mengangguk. "Udah malem, tidur. Besok gue antar pulang."
Entah mengapa, Jaden merasa dia telah menculik Lily. Dengan hubungan mereka yang sebatas mantan sepasang kekasih, itu cukup lucu.
Dan sekarang giliran Lily yang mengangguk. Saat Jaden berbalik untuk tidur di kamar sebelah Lily meraih tangannya dan semakin mendekatkan tubuh mereka.
Lily yang memang lebih pendek dari Jaden harus berjinjit. "Night, have nice dream, Jaden," bisik Lily tepat di telinga cowok itu.
Jaden terkejut. Dan saat dia menoleh, meminta kejelasan, bibir mereka malah bersentuhan.
•••
BAIK BGT GUE
GILA UP LAGI.Oke, gue kasih yang manis
manis dulu baru ekhm—
siap-siap part selanjutnya.Btw, mau kasih bocoran ini
cuma sampai part 22 wkwk.APAKAH MEREKA BALIKAN?
30 KOMENTAR UNTUK LANJUT.JIHA.

KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET [END]
Fanfikce(YIBO X LISA) Jaden dan Lily saling mencintai. Tetapi Gardacita dan Mayapada saling membenci. Tradisi yang kronologinya masih terkunci itu membuat hubungan mereka dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Akankah hubungan mereka berdua aman hingga hari k...