#04

892 84 8
                                    

Happy reading, 💜

•••

Hembusan angin laut menjelang sore hari begitu segar menyentuh kulitku. Kapal keluarga Jeon membawa kami ke pulau pribadi mereka. Yah, aku ikut karena paksaan si Kim dan Jeon.

"Apa yang dikatakan psikiater-mu kemarin?"

"Rahasia."

"Ayolah Jiya.."

Aku terkekeh senang melihat raut wajah jelek Taehyung. "Yah, sesuai dengan dugaanku."

"Apa?"

Aku memandang lurus hamparan laut dan sebuah pulau yang akan kami tuju, oh sebentar lagi sampai. "Aku takut pada lelaki."

"Jadi.. kau takut padaku?"

Aku menoleh padanya dan menggeleng. "Lelaki asing," aku membenarkan bajuku yang terangkat karena angin, "Aku bertanya pada dokter Zia kenapa aku tidak takut padamu, Jungkook atau Jimin. Dan jawabannya karena aku tahu kalian tidak akan menyakitiku seperti lelaki diluar sana— aku.. nyaman dan aman bersama kalian."

Dari sudut mataku, aku tahu jika Taehyung terus menatapku. Namun aku tidak risih sama sekali.

"Itu berarti —" ucapannya yang menggantung itu membuatku menoleh pada Taehyung, "Kau harus menikah dengan salah satu diantara kami." Wajah Taehyung serius mengatakan hal itu. Namun aku justru tertawa dengan keras, seperti orang gila. Aku menghapus sudut mataku yang ber air.

Ah, dia pandai membuat lelucon.

"Kenapa tertawa?"

"Leluconmu bagus juga."

"Aku tidak sedang bergurau, aku serius."

Aku mencondongkan tubuhku pada Taehyung, "Sayangnya itu tidak akan terjadi."

"Kenapa?"

Sial, kenapa Taehyung menjadi banyak tanya? Ada apa dengannya?
Aku meneliti raut wajahnya namun tidak ada jawaban apapun yang aku dapatkan. Aku pun menyenderkan tubuhku pada kursi, "Oh, ayolah Taehyung, aku tidak mungkin menikah denganmu atau Jungkook."

"Kenapa nama Jimin tidak kau sebut?"

"Aku tidak ingin menyebutnya." Aku memakai kacamata hitamku, menghindari berkontak mata dengan Taehyung.

"Kau masih mencintainya? Kau berharap ia yang menikah denganmu?"

Aku menghembus napas kasar, melepas kacamata dengan kasar dan kembali menatapnya, "Kenapa kau sangat sangat sangat menyebalkan?!"

"Aku —"

"Aku sudah tidak suka padanya, aku membencinya!" Astaga, kenapa aku semarah ini?
Aku menunduk, "Maaf, aku tidak bermaksud meneriakimu, hanya saja —"

"Maaf, Jiya."

"Hah.. lupakan.." lirihku. Kemudian aku meninggalkan Taehyung, bersiap-siap untuk turun karena sebentar lagi akan sampai. Namun aku melihat Jimin disisi lain kapan, berdiri disana dengan tangan yang memegang pagar pembatas kapal.

"Jadi.. kau membenciku?"

Aku memilih melewatinya, tidak ingin terjadi konversasi panjang.

"Jiya." Aku terus mengabaikan Jimin, dan yah, ini lebih baik.

Kapal milik keluarga Jeon akhirnya sampai, aku turun dibantu Jungkook. Ia menggendongku karena aku memaksa.

"Dasar perempuan manja!"

Biasanya aku akan meminta Jimin, namun kini keadaan sudah berbeda. Jimin bukan lagi milikku, dan lihatlah, Jimin tengah membantu Rossie didepan sana.

The Journey [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang