#03

982 84 4
                                    

Happy reading, 💜

•••

Ibu mengatakan ia sedang memasak sup dan steak untuk makan malam hari ini, well Ibu tidak berbohong perihal ia pulang cepat. Sepertinya Ibu tahu yang aku butuhkan adalah dirinya walau aku tidak menceritakan apapun.

Aku yang tengah berbaring dikamar mendengar ketukan pintu, dan suara Ibu setelahnya terdengar, "Jiya, ayo turun. Jimin ada dibawah."

Sial. Untuk apa Jimin datang?

Aku menghela napas pelan, mempersiapkan hatiku yang masih belum baik-baik saja. Di depan pintu kamarku Ibu menunggu dengan senyuman di bibirnya.

"Ada apa?"

Mungkin Ibu melihat raut wajah tidak sukaku. Aku menggeleng kecil, kemudian turun ke bawah dan melihat mantan kekasihku duduk di sofa ruang keluarga.

"Ibu akan lanjut memasak." Ibu pergi ke dapur dan sebelumnya kembali berucap, "Jimin! Makan malam disini, ya!"

Aku mendengus kesal.

"Duduk, Jiya."

Dengan terpaksa aku duduk di ujung sofa, tidak mau berdekatan dengannya karena hatiku pasti akan lebih kacau. Aku hanya menunduk, menunggu Jimin berbicara karena aku tahu ada sesuatu yang ingin ia ungkapkan.

"Maaf." Yah, begitulah kalimat pertama yang ia ucapkan. Sedangkan aku hanya berdiam diri bahkan tidak ingin melihat wajahnya. "Aku memiliki alasan."

Yah, alasanmu adalah Rossie. Kau mencintai gadis yang sering kau katakan sebagai teman.

"Rossie, dia—"

"Jimin—" aku menyelanya, "Aku rasa, aku dan kau sudah selesai." Aku memberikan diri melihat dirinya. Jimin menggeleng dengan raut wajah yang aku tahu ia tidak terima.

"Aku tidak pernah setuju." Ucapnya.

Aku mencoba tertawa namun tidak bisa, ini sungguh lelucon yang paling tidak aku sukai.

"Tapi aku rasa kita memang harus berpisah, aku dan kau tidak akan bisa kembali bersama, kau hanya menyakitiku dan aku menyerah. Aku... aku memang mencintaimu, tapi kau tidak mempedulikan perasaanku sehingga aku menjadi lelah karena terus mengejarmu yang bahkan tidak menoleh sedikitpun ke belakang."

"Jiya."

"Aku sungguh tidak ingin melihatmu lagi, Jimin." Lirihku.

"Tapi aku tidak bisa!"

Aku bingung dengan perasaan Jimin. Ia mencintai Rossie semenjak kami di sekolah menengah atas sampai sekarang kami berada dibangku perkuliahan, tetapi kenapa Jimin masih bersamaku?

"Jiya? Jimin? Ayo makan!" Suara teriakan Ibu dari dapur membuat aku dan Jimin yang sedang bertatapan memutuskan memalingkan wajah.

"Sebaiknya kau pulang." Ucapku.

Jimin berdiri dari duduknya dan melangkah ke arah dapur. Aku kesal padanya.

"Jiya?" Suara Ibu yang memanggilku membuat aku ikut melangkahkan kaki ke dapur. Jimin sudah duduk dengan manis didepan Ibuku.

Oh, Ibu. Andai saja ia tahu jika pria di depannya sudah menyakiti putrinya.

Aku duduk disebelah Jimin, dengan terpaksa. Ibu mulai bertanya ini dan itu pada Jimin. Keduanya berbincang dengan santai dan tampak sangat akrab. Aku tidak peduli, aku hanya ingin menghabiskan masakan Ibu yang enak dan pergi ke kamar setelahnya.

"Taehyung dan Jungkook kenapa tidak diajak kesini?" Tanya Ibu. Dan Jimin menjawab dengan senyuman manisnya, "Mereka sedang sibuk sepertinya, Bu."

Yah, ketiga temanku memanggil Ibuku seperti aku memanggil Ibu. Ibu yang menyarankan dan ia menyukainya, mungkin karena Ibu merindukan anaknya yang lain.

The Journey [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang