#11

664 71 4
                                    

Happy reading, 💜

•••

Aku memangku seorang anak perempuan kecil, yang yah.. bisa dikatakan adalah adik tiriku. Wajahnya mirip dengan istri Ayahku, hanya matanya yang mengikuti Ayah.. sama seperti aku dan Jina.

Ah, ngomong-ngomong tentang Jina, Aku belum melihatnya disini. Apa Jina masih tidak ingin bertemu denganku?

"Bagaimana kau bisa tahu Ayah disini?"

Aku tersenyum pada Ayah, "Sebenarnya.. aku melihat Jina siang tadi di kota."

"Benarkah? Wah.. anak itu, kenapa tidak memberitahu Ayah saat pulang tadi."

Taehyung dan Jungkook asik dengan cemilan yang disediakan istri Ayah. Sementara Jimin terus berbisik pada Yuna, adik tiriku.

"Tapi, Jina ada dimana?"

Ayah menyandarkan tubuhnya pada sofa, "Ah, sepertinya ia sedang ke sungai."

"Sungai?"

"Hmm, tidak jauh dari sini ada sungai,"

"Ah. Begitu.."

"Anak itu tidak tahu umur, sudah tidak sekolah malah bermain dengan teman prianya."

Aku tidak menanggapi Ayah, aku hanya cukup terkejut mengetahui Jina tidak bersekolah. Apa.. Ayah dan Jina mengalami kesulitan saat berada disini?

"Kenapa Jina tidak sekolah?" Aku tertawa canggung pada Ayah.

Ayah menampilkan ekspresi sedang berpikir, "Kau tahu.. saat Sekolah Menengah Atas, Jina bahkan selalu membolos.. anak itu tidak ada keinginan untuk sukses," aku mencondongkan dirinya padaku, "Bagaimana denganmu?" Tanyanya.

Aku menelan ludah, "Aku sedang kuliah disalah satu Universitas di Seoul dan.. mereka sahabatku."

"Hmm, Ayah tahu itu. Ibumu sepertinya berhasil mendidik —" ucapan Ayah terhenti karena dari dapur terdapat suara pecahan kaca.

Ayah kemudian pergi kesana, "JINA!"

Aku dan yang lain saling memandang. Kemudian aku menaruh Yuna disofa dan berlari ke dapur. Namun setelah sampai disana, aku hanya menemukan pecahan piring dan gelas dilantai.

"AKU HANYA ANAK SIAL!"

Aku mengintip dari jendela.. ada Ayah dan Jina serta istri Ayah di belakang rumah.
Aku hendak keluar namun seseorang menahanku, "Jangan."

"Tapi.. Jimin, Jina..."

Jimin menggeleng.

Ayah dan Jina kembali saling meneriaki satu sama lain. Aku tidak tahu apa yang terjadi, Ayah.. itu sama sekali bukan Ayah yang aku kenal.
Ayah dulu selalu lembut padaku dan Jina. Beliau akan marah jika memang kami melakukan kesalahan, namun tidak pernah membentak. Hukuman yang Ayah beri hanyalah tidak boleh bermain diluar dan hanya belajar didalam kamar.

"Kau tidak malu? Aku sudah susah membesarkanmu!"

"Sayang.. sudahlah, aku tidak apa-apa." Istri Ayah mencoba menahan Ayah dan mengajak kembali ke dalam rumah, namun Ayah menolak.

"Kau lihat Jiya? Ia lebih baik darimu, Jiya bahkan bersekolah dan memiliki teman yang kaya!"

"Berhenti membandingkanku dengan orang lain!"

"Anak tidak tahu diri sepertimu.. astaga! Kenapa kau yang aku bawa bersamaku! Hah?!"

"Kalau begitu usir saja aku!"

Aku kaget ketika Ayah menampar Jina, aku ingin berlari kesana dan memeluk Jina. Namun Jimin kembali menahanku, "Tidak, Jiya."

Jimin memegang tanganku, kemudian menaruhnya didada bidangnya. "Jangan didengar." Ucapnya sementara ia menaruh tangannya ke telingaku.

The Journey [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang