#08

778 77 9
                                    

Happy reading, 💜

•••

Samar-samar aku mendengar suara Ibu yang berbicara dengan seorang pria yang aku tidak tahu siapa. Aku ingin membuka mata namun tidak bisa, mataku seperti ditempeli perekat yang kuat. Aku tidak suka ketika suara Ibu mulai hilang dan berganti dengan kesunyian.

Aku memaksakan diri untuk membuka mata dan suara Ibu kembali hadir, kali ini ia seperti orang panik.

"Dokter! Dokter!"

Perlahan cahaya mulai nampak di pengelihatanku, aku melihat seorang pria berkaca mata dengan jas putih bersih dibadannya. Oh, tampan sekali. Siapa dia?

"Nona Jiya sudah sadar, biarkan ia istirahat dulu."

Si tampan akhirnya pergi, Ibu berada disisiku, tersenyum dan menunjukkan wajah teduhnya. Aku mulai tahu jika aku berada dirumah sakit, memakai baju pasien dan jarum infus menusuk tangan kiriku.

"Jiya, Ibu khawatir sekali.." lirih Ibuku. Aku tidak meresponnya, aku hanya mencoba mengingat apa yang terjadi sampai aku bisa terbaring diranjang rumah sakit.

"Jungkook menelpon Ibu sembari meminta maaf, Ibu tengah rapat bersama atasan, namun Ibu tidak bisa menunda lagi. Akhirnya atasan Ibu mengijinkan untuk pergi."

Aku menyadari Ibu masih memakai seragam kantornya, wajahnya terlihat letih.

"Aku baik-baik saja." Ucapku. Ah, minum. Aku ingin minum.

Ibu mengambil air untukku, aku ingin duduk juga karena badanku letih jika berbaring terus. Aku mengintip jendela luar dan hanya kegelapan yang tampak.

Sudah malam.

"Berapa lama aku pingsan?"

"Eum.. delapan jam? Ibu juga tidak terlalu yakin."

Ah, untunglah. Aku kira aku pingsan selama seminggu, tapi sehari saja ternyata tidak sampai.

"Sahabatmu tengah makan di kantin rumah sakit, sepertinya mereka belum tahu jika kau sudah sadar."

"Sahabatku?"

"Ck! Jimin, Taehyung, dan Jungkook.. siapa lagi?"

Aku hanya mengangguk. Kini aku mulai ingat kenapa aku bisa ada disini, ini karena Rossie yang mendorongku. Aku memegang kepalaku yang di baluti perban, tidak terlalu sakit namun terasa sakit. Ah, aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya.

Pintu ruanganku terbuka dan disana muncul pria-pria tampan yang orang sering katakan jika mereka sahabatku, nyatanya satu diantara mereka adalah mantanku.

"JIYA?!" Taehyung berteriak dan Ibu memberi gestur jangan berteriak. Taehyung dengan wajah bahagianya mendekatiku diikuti dua lainnya.

"Bagaimana? Apa ada yang sakit? Kau masih ingat aku? Kau— tidak hilang ingatan kan?!!"

Aku malas menanggapi Taehyung yang dalam mode cerewet seperti ini.

"H-hey.. kenapa tidak jawab? Kau tidak ingat aku?!"

Aku mendengus dan mendorong wajahnya dengan telunjukku, "Menjauh!"

Taehyung tidak marah, melainkan wajahnya kembali diselimuti kebahagiaan, dengan kurang ajarnya ia juga mendekapku, "Ahh.. untung saja. Aku kira kau hilang ingatan!"

"Taehyung!" Aku melepaskan pelukannya. "Jangan dekat-dekat." Kataku.

Jimin dan Jungkook duduk di sofa, keduanya hanya diam tidak seperti Taehyung. Kemudian Jimin mendekati Ibu dan mengatakan, "Ibu, pulang saja dan beristirahat, Jiya akan kami jaga."

The Journey [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang