Part 37

3 0 0
                                    

“Woiiii jangan bengong gila!”

Desi dan Erma tersentak kaget, bukan mereka berdua saja tapi semua teman-teman yang ada disekitarnya.
“Kak Erma ini bukan waktu yang tepat. Des, mending lo tunggu dikantin aja sama Eva dan kak Erma juga. Kak An dan kak Delta tolong jagain mereka,” ucap Asti kembali tanpa ada bantahan mereka menuruti perkataan Asti.
“Lo juga ngerasain kan? nggak mau ikut mereka?” tanya Asti pada Arsa.
“Nope. Gue bisa nahan,”
Hanya mendapat anggukan kepala membalas perkataan Arsa.
“Baiklah nanti saya beritau hasil ST Scannya, saya permisi,” ucap Garba lalu meninggalkan ketujuh orang yang masih mempunyai pertanyaan di benak mereka masing-masing.

Lalu mereka bersama masuk keruangan Lisa. Terlihat Lisa yang terduduk di hospital bed. Dengan raut muka yang tidak bisa terbaca. Kosong. Hanya tatapannya, tapi bukan ruangan tempatnya berada. Penuh sesak akan sosok-sosok yang bergentayangan.

“Sayang ada yang sakit?” tanya Angga.
“Hmm udah nggak kok, kata dokter akan baik-baik saja,” sahutnya sembari mencoba tersenyum
“Lis kita kesini bawa buah loh,” ucap Gery
“Pasti lo suka deh karna kita yang milih sendiri buahnya,” sambung Petrick.
“Kakak juga bawa bunga nih, kakak taruh divas ya biar tambah harum segar kamarmu,” Winda berjalan canggung menuju vas bunga yang ada dimeja dekat sofa.
“Aduh makasi semua, tapi maaf ya gue liat kalian burem semua kayak bayangan hitam hehe,” Lisa kembali menghibur dirinya sendiri.

“Nih hadiah buat lo, katanya lo ulang tahun sekarang,” Asti memberikan tas belanjaan yang ia bawa pada Lisa.
“Bukan katanya lagilah As, emang bener. Tapi baru lo, Sani sama Angga aja yang inget. Gery dan Petrick pasti pura-pura amnesia soal beginian!”
“Ye si..siapa bilang. Tuh gue sama Petrick bawain lo buah sebagai hadiah. Ya kan Pet?” Gery memberikan kedipan pada Petrick.
“Ehh.. iyalah kita kan temen lo pasti inget,” jawab Petrick gugup.
“Tapi kan itu emang udah lazim kalau jenguk bawa parcel,” sambar Lisa tak mau kalah
“Dari pada nggak bawa apa-apa sama sekali,” sindir Gery pada seseorang siapa lagi kalau bukan Arsa.
“Ehemm, ya kan gue nggak tau. Gue bawa doa aja kesini, semoga kamu cepet sembuh Lis,”

“Kak Arsa kan yang ikut pas kemah itu kan? hehe iya kak makasi. Gue buka ya As,”
“Jangan sekarang, buka aja pas lo udah sembuh. Btw itu gelang lo dari siapa?” Asti memandang curiga.
“Ini?” tunjuk Lisa pada gelang putih berukir abstrak warna hitam dan emas yang berada ditangan kirinya.
“Ini dari saudara gue yang paling gue sayanglah, Sani. Tadi pagi sebelum kejadian dia ngasi hadiah ini ke gue. Cantik banget kan gelangnya,”
“Ehmm ya udah kita hanya sebentar disini, lo istirahat gih biar cepet sembuh inget lagi seminggu kita ambil KHS dikampus,”
“Okay As, makasi ya semua udah jenguk gue,”
“Sama-sama” sahut mereka bersamaan. Lalu mereka pamit untuk pergi.

Setelah pintu tertutup Asti kembali berkata,
“Kak Winda Gery sama Petrick duluan aja gue mau nanya sesuatu tentang kak Satya sama ini orang,” tunjuk Asti pada Arsa.
“Yaudah kita tunggu dikantin,” Winda lalu menarik kedua tangan laki-laki yang berada disampingnya ia mengerti apa kemauan Asti.
“Ikut gue,” ucap Asti lalu diikuti oleh Arsa.
Kini mereka berada di taman samping gedung rumah sakit, duduk dibawah pohon rindang.
“Lo mau nanya apa tentang kak Satya? Pekerjaannya? Pacarnya dikantor? Atau gimana dia memperlakukan karyawannya? Toh juga gue ngecek cabang di mall keluarga lo nggak setiap hari ya mana gue tau, gue juga punya kantor pusat kali”
“DIEM! Siniin tangan lo!” seru Asti
“Lo mau ngapain? Mau modus lo ya!”

Ya kali perempuan seperti Asti mau modus-modusan! Tanpa pikir panjang ia menarik paksa tangan Arsa yang disembunyikan dipunggung lelaki tersebut.

“Woiii jadi cewek kasar banget sih lo! Lepasin nggak!” Arsa mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Asti, tapi perempuan itu semakin mempererat genggamannya. Arsa sedikit meringis tetapi selanjutnya ia merasakan telapak tangan Asti menjadi dingin, hawa sejuk menerpa tangannya yang digenggam oleh Asti. Nafasnya yang sedari kamar rawat Lisa tak beraturan kini sudah mulai stabil. Walaupun keringat dingin masih muncul dipori-pori kulitnya.

The Flow of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang