Part 16

22 3 0
                                    

Asti terus berlari hingga sebuah belokan yang membuatnya terpisah dari kelompoknya. Nafasnya tak teratur, diraupnya oksigen dengan brutal dan dihembuskan secara kasar. Seharusnya ia tak berlari sejauh itu, apalagi jalannya menanjak membuatnya harus mengeluarkan tenaga ekstra.

“Tuh kan apa kakak bilang, bandel banget,” Nata kini sudah berada disamping Asti. Lalu mengambil sebotol air yang ia bawa dan memberikannya pada Asti.
“Nggak kuat kak, tanganku gemeteran, kakiku juga sedikit kram”
“Mending kamu duduk dulu disana,” Nata menunjuk batu besar disamping jalan, ia pun menuntun Asti mencapai batu itu.

“Nih minum dulu, gini nih orang yang jarang olahraga jadinya kekuatan kamu nggak stabil,” seloroh Nata pada adik perempuannya itu.
“Aku nggak terlalu suka olahraga, kecuali renang,” sahut Asti setelah meminum setengah botol air yang diberikan Nata.
“Sumpah capek, ini gara-gara kakak jadi merepotkan!”
“Mau kakak gendong?” tawar Nata
“Boleh kalau mau,”
“Nggak jadi As, kamu berat,”

Asti berdecak sebal. Nata lalu berjongkok untuk memijat pelan kaki adiknya, hingga teman-teman Asti bisa mencapai tempat mereka.

“Kenapa Asti kak?” tanya Lisa
Asti merilekskan tubuhya kebelakang dengan kedua tangan yang menyangganya. Wajahnya didongakkan keatas, matanya tertutup dan nafasnya masih tak teratur.

“Kakinya sedikit kram, tapi sekarang sudah baikan,” jawab Nata.
“Lo masih bisa lanjut lagi nggak As?” Desi mengkhawatirkan keadaan temannya itu, tapi tak kunjung mendapat jawaban.
“Ck, anak manja lemah,” gumam seseorang meremehkan.

Asti yang mendengar itu langsung membuka matanya secara kasar. Lalu menatap orang yang menggumamkan kata tersebut.

“Bisa!” sahut Asti dengan nada kesal, lalu terburu-buru berjalan.
Namun baru beberapa langkah ia kembali merasakan matanya berkunang-kunang, dan kakinya mulai melemah. Selanjutnya hanya kegelapan yang menghampirinya.

Setelah membuka matanya pertama kali yang ia lihat hanya langit-langit berwarna merah yang berisikan cap Palang Merah Indonesia, ia sadar sedang dimana sekarang.

“Lo udah bangun? Nih minum dulu air gulanya,” Desi yang berada disamping Asti membantunya untuk duduk.
Asti meneguk sedikit demi sedikit air hangat itu.

“Lo selalu seperti ini, memaksakan diri. Lo seharusnya bilang kalau udah nggak kuat.” ucap Desi.
“Ya..ya..ya.... maaf. Gue kan hanya berusaha semampu gue. Dan lo tau kan gue lagi sakit, jadi ceramah lo skip dulu. Gue mau kembali istirahat,” sahut Asti

Arsa yang ada didalam tenda itu juga hanya menggelengkan kepalanya, baru kali ini ia melihat seorang perempuan yang menurutnya sangat merepotkan, dan sekarang dengan tampang tanpa dosa malah ingin bersantai ketika semua temannya sibuk mendirikan tenda.
“Anak manja dasar lemah,” Arsa kembali bergumam yang ditujukan untuk Asti.

Pendengaran Asti cukup tajam untuk mendengar perkataan Arsa.
Ia pun berdiri menghampiri Arsa, dengan mata yang sudah berubah warna menjadi merah padam.

“Bahaya !” kata Desi, seharusnya ia mencegah Nata untuk menbantu PMI yang lain sementara waktu karena ia tau akan seperti ini kejadiannya.

“Apa yang kau bilang pemuda?”

______________________________________

Oiiiii readersssss
Mau tanya nih
Azab orang yang baca aja tanpa ngevot sama coment apa ya?
.
Author pernah denger pepatah:

Kurangi azabmu dengan mencet bintang pojok kiri 😂
.
(Readers sudah siap dengan segulung lakban)
.
Iya...iya lanjut aja dah :'v


The Flow of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang