Part 29

22 3 0
                                    

Seperti halnya burung dara yang sedang mengadu kasih terbang dilangit dengan nyanyian merdu saling bersahutan, Angga dan Lisa sedang bersenda gurau sembari menikmati hidangan yang disajikan, canda tawa tak lepas dari bibir mereka. Bersama pasangan tercinta memiliki kesan yang berbeda bagi Angga, promnight kali ini berbeda dari yang sebelumnya, Lisa dengan elegant lace hitam biru membalut sempurna badannya membuat Angga tak akan memalingkan pandangannya.

Perempuan berambut kriting pendek sebahu memakai elegant lace hitam maroon menghampiri pasangan tersebut, dengan ditangan kanan dan kirinya membawa jus anggur.
“Lis ayo foto, biar ada yang gue Up di IG,” ucap Sani lalu memberikan segelas jus anggur pada Lisa.
“Ehh ayo boleh,” Lisa tanpa ragu sedikitpun mengambil jus anggur tersebut.
Sani dengan senyum manisnya meminta Angga untuk mengambilkan foto dengan hpnya “Angga, fotoin kita ya,”
Angga mengangguk dan bersiap dengan kamera handphone yang diberikan Sani.
“Gayanya sambil minum jus anggurnya Lis, biar candid dan nggak monoton,”
Akhirnya Lisa dan Sani mengambil foto dengan gaya yang diinginkan Sani.
“Yahhh tanggung lagi sedikit jusnya, kita cheers?” seru Sani
“Cheerss,” sahut Lisa.

Tetapi sebelum gelas jus anggur itu kembali menyentuh bibir Lisa, gelas itu sudah berpindah tangan,
“Gue minta ya, haus soalnya dari tadi nggak nemu minuman,”
“Asti!”
“Huhhh... seger nggak serek lagi. Btw kenapa lo mandang gue kayak gitu?” tanya Asti pada Sani yang menatapnya tak suka, sebelum ia beranjak pergi ia pun berkata,
“Nggak! gue pergi dulu. Makasih ya Angga udah fotoin”
“Lo nggk papa kan?” tanya Asti pada Lisa.
“Gue? Nggak papa, kenapa lo tanya kayak gitu?”
Asti hanya terdiam, sedikit demi sedikit ia merasakan kepalanya sakit.
“Gue pergi dulu!”
“Heyy As lo kenapa?” Lisa berteriak pada Asti yang berlari meninggalkannya.

Asti terus berlari menuju arah kakaknya berada, entah berapa banyak orang yang ia tabrak dan senggol karena ia terburu-buru, sekuat mungkin ia menahan sakit kepalanya itu. Hingga ia sampai, dicengkramnya tangan Nata dengan sangat kuat, teman-temannya menjadi bingung dengan kelakuan Asti.
“Kak Nat tolong,”
“Kamu kenapa?”
Dengan wajah yang tertunduk dan sebelah tangan memijat keras kepalanya Asti menjawab,
“Kepala ku sakit,”
“Matamu!” seru Nata membuat teman-teman disekitarnya mendekat melihat kondisi Asti.
“SAKIT SEKALI!”
“Ayo bawa ke ruang kesehatan!” ucap Petrick
“Nggak!” sahut Asti
“Kalau gitu ke rumah sakit aja,” Gery ikut memberi saran
“Nggak!”
Nata masih dengan teliti melihat keadaan adiknya itu.
“Lo bandel banget ya dibilangin, seret aja paksa bawa kerumah sakit!” entah kenapa Asti memebuat Arsa emosian.
“Nggak ada gunanya kerumah sakit, bisa minta tolong salah satu bawa mobil gue?”
“Gue aja, ayo”  jawab Delta

Nata dengan segera menggendong adiknya itu dan beranjak dengan berlari kecil menuju mobilnya. Teman-temannya juga mengikuti.
Delta mengemudikan mobil Nata seperti orang kesetanan, jika jalan raya merupakan arena sirkuit mungkin Deltalah pemenangnya, lampu merah ia trobos biarkan saja kalau ditilang itu urusan belakangan toh juga ini mobil Nata jadi dia nggak rugi kan?

Sesampainya ditempat tujuan, Asti kembali digendong oleh Nata menuju kamar tamu dilantai satu rumahnya.
“Ma.... Ma....” teriak Nata
Anjani yang sedang berada dikamarnya membaca sebuah majalah bergegas menemui putranya yang berteriak.
“Ada apa ini? Asti kenapa?”
“Papa udah pulang belum?” tanya Nata sembari menidurkan Asti yang masih kesakitan dikasur.
“Belum, besok pagi papa baru pulang katanya,” jawab Anjani sudah duduk disamping putri bungsunya yang berbaring, lalu memeriksa keadaan Asti.
“Kak Satya udah pulang?”
“Belum! kalian kan perginya bareng kenapa pulangnya nggak barengan?! Kenapa kalian nggak jaga Asti sih! Cari kakakmu sekarang!” . Desi memberitahunya tadi agar Anjani menyuruh kedua putranya ikut menjaga Asti supaya tidak terjadi kejadian seperti ini, tapi sekarang Anjani kecewa dengan kedua putranya yang tidak menjaga Asti dengan baik, padahal ia sudah berpesan agar tidak meninggalkan Asti sendiri.

Diruang tamu ada Eva, Erma, Winda, Gery dan Petrick sedang duduk disofa sedangkan Garba, Arsa dan Delta berdiri dengan cemas.
“Gimana adik lo?” tanya Garba
“Siapa yang tau rumahnya Leksa? Gue mau nyari kak Satya, dari tadi nggak bisa dihubungin,”
“Aku tau kak,” ucap Erma
“Ayo kita kesana, yang lain tunggu disini ya”
Nata beranjak menuju mobilnya akan tetapi baru beberapa langkah, dari pintu depan terlihat Satya memasuki rumah dengan berjalan tersenyum-senyum.

“Kak Satya!” seru Nata
Satya yang baru melihat ruang tamu rumahnya ramai merasa bingung
“Ada apa ini kok rame tumben?”
Nata langsung saja menarik kakaknya itu menuju kamar tamu tempat Asti berbaring.

Satya yang melihat adiknya kesakitan, langsung berupaya menenangkan Asti. Tangan kanannya menyentuh kepala Asti, dialirkannya energi penenang yang ada dalam tubuhnya, keringat dengan lancar keluar melewati dahinya. Entah berapa lama sudah ia melakukan proses pengaliran energi itu, hanya berefek mengurangi sakit kepala yang Asti derita bukan dengan mata merah padam Asti.
“Ma... minta minum dong, haus,” ucap Asti
Anjani menyodorkan air yang sudah tersedia dimeja kecil samping kasur, dibantunya Asti meminum air tersebut hingga tandas, lalu berkata
“Sebaiknya kamu istirahat dulu As”
“Belum ngantuk, aku laper,” sahut Asti
“Kepala mu udah baikan kan? tapi maaf kakak nggak bisa menghilangkan mata merah padam mu itu,”
“Iya nggak apa, nanti aja ilang sendiri. Ayolah aku laper Ma,” rengak Asti
“Kita delivery aja, ajak teman-temanmu yang ada di ruang tamu makan disini juga ya. Untuk kalian berdua nanti mama mau ngomong!” Anjani dengan mata tajam nan menohok memandang kedua putranya.

Satya memesan makan delivery dengan aplikasi yang ada di handphonenya, sedangkan Nata mengajak seluruh teman-temannya yang ada diruang tamu untuk menuju halaman belakang rumah.
“Mama gue nyuruh kalian makan disini, jadi nggak boleh nolak! Anggap aja ini kita lagi camping pramuka duduknya melingkar ya”
Setelah beberapa saat makananpun tiba, Anjani membawa beberapa gelas dan jus jeruk yang baru ia buat.
“Makan sepuasnya ya, jangan sungkan anggap aja rumah sendiri. Kalau mau nambah lagi bilang aja sama Satya, tinggal dipesenin nanti. Tante tinggal dulu ya”
“Iya tante” seru mereka bersama.

“Asti mana kak?” tanya Eva
“Gue disini,”
Asti sudah berganti pakaian dengan kaos oblong warna hitam dan celana pendek warna cream, rambutnya dicepol dengan poni cepak yang masih menutupi jidat lebarnya. Ditambah kacamata bening hias, Asti melangkah mendekati teman-temannya yang sudah duduk melingkar.
“Yahh lo udah ganti,”
“Risih gue pakek dress kayak gitu,”
“Mata lo masih merah? Nggak kenapa kan? atau kita kerumah sakit aja sekarang?” tanya Petrick
“Apaan sih lo! Gue nggak apa-apa nanti juga hilang sendiri. Lo nggak usah sok khawatir Pet!”
“Ya elah, lo tau kan Petrick suka sama lo, sudah sepantasnya khawatir,” gurau Gery
“Petrick suka sama nenek sihir? Mata lo minus Pet?”
“Nggak ya! Gue belum pernah ditolak sama cewek lebih baik daripada lo yang udah ditolak depan umum bikin malu!” sengit Petrick menjawab ledekan dari Arsa.
“Ya kan belum, karena belum lo tembak si Asti,”
“Gery!” Asti mulai tak suka dengan tingkah Gery
“Ayo kita mulai makan saja, pasti kalian udah pada laper keliatan dari wajahnya,” ucap Satya menengahi.
Seakan setuju dengan ucapan dari Satya mereka pun berseru bersama,
“Selamat makan!!”

________________________________________

Tunggu kelanjutannya ya readers setia tapi ngeselin nggk ngevote
Eaakkk :v
.
Salam hangat yang dari author bagi yang merasa dingin dan salam dingin bagi kalean yang lagi memanas
.
See you next chapter guysss

The Flow of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang