Sebuah apel merah merekah dikupas dengan lihai. Setiap goresan pisau menambah panjang kulit apel yang sudah terpisah dari isinya. Sebuah tantangan bagi Asti menguliti buah tersebut tanpa memutus kulit merahnya itu. Apel merah terus diputar, taktik yang dimainkan sudah biasa ia gunakan. Mata pisau yang tajam terus bergerak mengikuti keinginan sang tuan.
“Yap...,” Asti menata kulit apel tersebut sedemikian rupa,
Garnis bentuk mawar merah, maunya sih seperti itu.“Yesss.... akhirnya selesai juga kamu dek ngupas lima apel ini. Jadinya kakak nggak perlu repot-repot, tinggal makan aja,” Satya yang sudah ada disamping Asti mengambil sebuah apel.
“Kak itu punya ku!” Asti berusaha mengambil kembali apelnya.
“Dari tadi kami perhatikan kamu mengupas apel-apel ini, dari dulu kamu tak pernah berubah. Selalu dengan gaya itu aja, masih ada gaya mengupas lain yang perlu kamu coba,” ucap Nata, lalu mengambil dua apel yang sudah dikupas.Asti mendengus kesal dengan kelakuan kedua kakaknya itu.
“Ya... perlu aku coba gaya mengupas yang lain. Tapi yang jadi kerbau percobaannya kalian berdua,” Asti menyelamatkan sisa apel yang ada.
“Yang benar itu kelinci percobaan bukan kerbau. Lagian segini tampannya kakakmu ini,” ucap Satya
“Tull..tull tuh kak.... lihat otot-otot kekarku ini karna nge-gym, membuat karismaku menjadi bertambah plus-plus,” Nata membenarkan ucapan Satya.“Kelinci terlalu manis untuk kalian yang bar-bar. Ngambil apel orang seenaknya,” ujar Asti
“Tampan? Heyy...coba berdiri didepan cermin, apakah disamping udah ada doi? Bayangannya aja belum keliatan. Sukanya berhayal. Ilusi!!!” Asti membuat Satya berdehem gugup.
“Otot-otot kekar? Coba dibedah, palingan hanya setumpuk lemak jenuh,” Nata tertegun akan ucapan Asti.Asti lalu berjalan meninggalkan kedua kakaknya itu menuju taman belakang, dengan dua piring kecil dan dua buah apel tidak lupa dengan segelas air lemon dingin.
“Kak boleh nggak aku ganti mulutnya, berhubung aku lagi libur hari ini dan mungkin aku bisa menggunakan ruang operasi dirumah sakit,” mungkin sudah ada asap yang keluar dari kepala Nata.
“Sekalian ganti otaknya,” setuju Satya“Jugaan yang aku katakan itu benar, liat...liat..liat nihhh otot tanganku. Ini usahaku selama enam bulan,” ucap Nata sembari melekuk-lekukkan tangan memperlihatkan otot-otot lengannya pada Satya.
Satya dengan santai memukul pelan lengan adiknya itu. Lalu berbisik....
“Asti benar... ini hanya lemak” Satya lalu beranjak pergi meninggalkan Nata.1....
2....
3....“Kalau begitu, ayo buktikan siapa yang akan mendapatkan pacar duluan, aku yang penuh karisma ini atau kakak yang hanya mengandalkan kepopuleran jabatan!” Teriak Nata hanya mendapatkan kode tangan dari Satya.
‘Terserah’
Asti yang mendengar teriakan dari kakaknya itu tertawa kecil.
“Non, ada temannya didepan,” ucap Bi Tini
“Suruh aja kesini Bi dan bawakan minuman sama camilan,” jawab Asti.Terdengar suara langkah berjingkat-jingkat mendekati Asti.
“Ada apa Des?”
“Anjirr kaget gue, kan seharusnya lo yang kaget. Susah emang ngagetin orang yang sohibnya gaib” Desi mengusap dadanya pelan dan mengatur deru nafasnya.Asti tertawa pelan dengan kata-kata yang dilontarkan Desi. Setelah merasa detak jantungnya sudah mulai stabil, Desi mengambil ancang-ancang untuk duduk disebelah Asti.
“Jangan duduk disini, duduknya depan gue aja,” ucap Asti
“Jangan bilang....” perkataan Desi mendapat anggukan dari Asti.Desi menelan ludahnya dengan susah payah, seharusnya ia sudah bisa menebak kenapa ada piring kecil dengan sebuah apel yang diletakkan disamping tempat duduk Asti, kalau bukan untuk teman beda wujud seorang Asti Dewanata Sada.
_____________________________________Budayakan vote & coment readers yang baik hati dan tidak sombong :v
.
.
Follow author juga yak :v
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flow of Life
Teen FictionFirst story FYI : Typo bertebaran ! Aku kalau sampai waktuku ..... ________________________________ "Gue nggak mau berteman dengannya!!" "Dan ingatlah tidak semuanya sama..." "Kenapa harus seperti ini? Semuanya gelap...." "Bersabarlah kita akan memb...