Part 38

14 1 2
                                    


Rintik air langit kembali hadir pagi ini, sepertinya ia tak mau ada absen yang bolong dimusim penghujan tahun ini, ditemani lembayung hitam pastinya. Selimut yang mengembung, menelan seorang gadis yang sedang tidur terlentang tanpa bergerak sama sekali. Pintu kamarnya pun terbuka menampakkan lelaki dengan pakaian santai menandakan siap beraktifitas di hari liburnya kali ini, berjalan ringan menghampiri gadis tersebut.

“As, bangun oii, udah jam 8 katanya mau ngembaliin buku ke perpus kakak anter deh, kan sebentar tuh terus kakak tungguin,”
Tak ada jawaban, bahkan pergerakan dari lawan bicaranya.
“As!! Ya ampun kebo! Bangun udah siang! Anak perawan kok bangunnya siang! Malu sama perjaka kayak kakak dong!”
Masih tetap tak bergeming
“As!” Satya membuka selimut yang menutupi adik bungsunya itu. Terlihatlah Asti masih menutup matanya dengan wajah yang pucat.
“As! Kamu kenapa! Bangun dulu!” Satya khawatir akan keadaan Asti, ia pun menyentuh dahi adiknya itu.

Hangat. Ia membuka seluruh selimut menutupi Asti. Aroma balsem menyengat penciumannya. Kini ia beralih menyentuh telapak kaki adiknya itu. Dingin! Sama seperti kaleng minuman yang ia keluarkan tadi dari kulkas.

“As! Bangun! Jangan bikin kakak khawatir!”
Asti mengerutkan dahinya sembari berbisik, “Berisik! Aku mau istirahat!”
“Kamu kenapa?”
Kembali tak ada jawaban
“Nata!!! Nata!!!” teriakan menggema diseluruh rumah
Nata yang sedang memakan sarapannya menghentikan kegiatan tersebut, bergegas menuju tempat sumber jeritan tersebut.
“Ada apa kak?” ucapnya ketika sampai di kamar Asti
“Cek Asti!”

Nata segera mengecek keadaan Asti. Diraihnya tangan adiknya itu lalu dengan lihai mencari detak nadi yang berdenyut. Dilihatnya juga telapak tangan Asti yang memucat. Ia pun bernapas lega.

“Gimana? Apa perlu kerumah sakit?” tanya Satya
“Nggak perlu kak. Asti hanya lagi kedatangan tamu bulanan aja. Dari kapan? Sakit perutnya bikin kamu mual nggak? Kamu udah minum obat?”
“Dari tadi pagi jam 5. mualnya tingkat sedang. belum!” jawab Asti singkat padat jelas.
“Bentar kakak ambilin obatnya dulu,” Nata berjalan menuju kamarnya setelah itu menuju dapur.
“As”
“As”
“Asti”
“Iya kak! aku tidur bukan mati!”
“Memastikan aja. Sesakit itu? Kan kakak udah bilang jangan banyak-banyak makan makanan yang pedas! Kamu itu bandel! Kan kena getahnya sekarang!”
“Diem! Aku sakit malah dikasi ceramah” Asti menjawab dengan suara rendah masih memejamkan matanya.
“Bangun dulu, ini minum obatnya,”
Satya membantu Asti untuk duduk dan bersandar di headboard tempat tidur. Ia juga membantu adiknya itu untuk meminum obat yang dibawakan Nata.

“Sekarang kamu istirahat aja, ngembaliin bukunya bisa besok, kalau ada apa-apa panggil kakak.” ucapnya
Asti kembali merebahkan badannya, dirasakan selimut bergerak menutupi hingga bahunya, sudah tentu Satya yang melakukan hal tersebut. Setelah itu kedua lelaki tersebut melangkah keluar dari kamar Asti.

Setelah matahari sudah mencapai puncaknya, Asti baru bangun dan merasa lebih baikan walaupun wajahnya masih pucat. Ia merasa tenggorokannya kering, dilihatnya gelas dinakas isinya sudah habis. Dengan berat hati ia melangkah lemas turun menuju dapur.

Ketika ia melewati kamar kakak sulungnya, terdengar seruan dua orang yang saling bersahutan. Karena rasa penasaran yang tinggi, ia membuka pintu dihadapannya, terlihatlah dua laki-laki yang sedang asik memainkan sebuah permainan, dilayar monitor menayangkan game yang mereka mainkan. Kelihatan seru sehingga mereka tak menyadari Asti ada dibelakang mereka.

“Ouh gini kelakuan seorang kakak, ketika adiknya sekarat malah senang-senang ya! Pantesan aku kebangun, teriakan kalian terdengar sampai kamarku!” cerca Asti berbohong, padahal sebenarnya ia tak terlalu menghiraukan hal tersebut,
Terkomandolah mereka menoleh Asti, yang sedang berkacak pinggang.
“Ehhh adikku tersayang, udah bangun? Ya maaf kan kamu tadi lagi tidur, ya kakak main sebentar dulu,” Satya menunjukkan deretan gigi putihnya.
“Terus ngapain ngundang tuh orang!”
Arsa yang merasa dirinya dilirik merasa dimintai keterangan
“Ya, kan gue libur juga terus kakak lu nelpun suruh main PS5 disini, dari pada gue gabut ya udah kesini aja, gimana lo udah baikan?”
Asti tak mau membalas pertanyaan yang dilontarkan Arsa. Ia malah melanjutkan langkahnya yang tertunda menuju dapur. Arsa menaruh sticknya asal lalu bergegas mengikuti Asti.
“Woy, Bocah! Ini belum selesai malah kabur! “ jeritan Satya bagaikan angin lalu, ia akhirnya mematikan layar monitor dan mengemas rapi stick dan beberapa cemilan yang sedang berserakan dilantai kamarnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Flow of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang