"Kamu masih mabuk-mabukan?" Tanya Biya tanpa basa-basi.
Derren menggeleng. "Udah engga Biy, kan aku udah janji sama kamu."
Biya tampak ragu sebelum membuka suara.
"Maaf kalau ini menyinggung, tapi aku pikir temen-temen kamu tadi lebih banyak bawa pengaruh negatif," ucap Biya hati-hati.
"I know, aku mulai ke club, minum-minum, bolos kuliah itu juga sejak kenal mereka." Jawab Derren tanpa berniat menyembunyikan.
Biya membuka mulut tapi tak jadi mengucapkan sesuatu, Derren sadar itu. Mungkin Biya ingin protes tapi takut menyinggungnya.
"Tapi untuk menjauhi mereka aku gabisa Biy. Bagaimanapun mereka yang selama ini jadi support system aku."
"Tapi Der-"
"Bantu aku ya, seenggaknya kalau aku gabisa balikin mereka ke jalan yang bener, jangan sampai aku ikutan sesat kayak mereka. Belakangan ini aku udah mulai dijalan yang bener Biy. Pantau terus jangan sampai belok."
"Kamu kira aku bi-"
"Ya ya ya? Susah banget tau ninggalin kebiasaan buruk bareng mereka. Perlu ada yang ngingetin terus Biy." Biya terdiam.
Tanpa diminta pun ia akan mengingatkan kalau Derren berbuat salah. Sejak sebelum menikah memang sudah begitu. Tapi apa kali ini Derren akan mendengarkannya?
"Biasanya aku larang ini itu mana didenger."
"Kan sekarang posisinya beda. Lagian aku mau jadi lebih bener Biy, seenggaknya kalau anak kita lahir nanti udah pantes jadi ayahnya."
Biya mengerjap, ia masih sering lupa kalau sedang mengandung sekarang. Apalagi semenjak menikah ia hampir tidak pernah mual-mual lagi, jadi ia menjalani harinya seperti biasa.
"Derren, menurut kamu apa kita bisa jadi orang tu-"
"Tentu aja. Nggak usah terlalu dipikir Biy. Kata mama jadi orang tua itu bisa muncul secara natural kalau udah punya anak nanti. Buktinya sebelum anak kita lahir aja aku jadi lebih bijak, cocok kan jadi orang tua." Biya memutar bola mata malas.
***
Biya menghela napas. "Lo mau bolos kuliah?" Tanyanya pada Bayu yang sejak tadi menatap tanpa suara.
"Lo bai-"
"Gue baik Bay, alhamdulillah."
"Balik ke fakultas lo sana. Bentar lagi kelas mulai. Lo juga ada kelas kan?"
"Ntar pulang bareng gue."
"Gue telpon kalau udah kelar." Ucap Biya sebelum Derren protes.
"Kamu kan bisa bareng aku Biy," Protes Derren setelah Bayu beranjak. Jujur ia merasa sepasang anak kembar itu, ah bukan, lebih tepatnya Bayu lebay sekali. Baru juga 2 hari tidak bertemu.
"Bayu lagi mode manja. Turutin aja."
"Ya udah, nanti aku langsung ke cafe aja berarti. Kamu kalau takut di apartemen sendiri ke rumah Ayah dulu aja, ntar aku jemput. Atau minta Bayu temenin dulu sampai aku balik."
"Langsung ke apartemen aja. Aku ma-"
"Aciee penganten baru udah aku-kamuan aja pagi-pagi." Goda Aida kemudian mendudukkan diri di samping Biya, tempat Bayu tadi.
Derren memilih pindah ke belakang karna sobat Biya sudah datang. Bukan kenapa, hari ini dosen yang mengajar cukup menyeramkan, apalagi dia belum mengerjakan tugas.
"Biy, gue penasaran banget." Ucap Aida mendekat ke Biya.
"Apa?" Jawab Biya ikut penasaran, biasanya Aida membawa gosip-gosip hot di kampus. Astaghfirullah memang, pagi-pagi sudah ghibah.

KAMU SEDANG MEMBACA
B [Completed]
General Fiction"Gue benci sama lo, gue benci!" "Ayo menikah!" Takdir memang tidak ada yang tahu. Suka sama siapa menikahnya sama siapa. Lucunya hidup ini. Tapi dibalik semua itu, rencana Allah memang yang terbaik.