B 16

3.5K 284 0
                                    

Biya meletakkan kepalanya di meja makan setelah kembali dari memuntahkan sarapannya.

"Ini," ucap Aldi mengusap kepala Biya setelah meletakkan teh mint di dekat putrinya.

"Makasih Ayah." Kata Biya pelan. Ia masih pusing dan mual, sangat mual.

"Orang hamil emang susah gini Nda?" Tanya Bayu memberikan minyak aromaterapi untuk kembarannya.

"Nggak semua bang, dulu waktu hamil Bila bunda justru doyan makan."

"Kalau waktu hamil abang?"

"Sama kayak kakak sekarang. Bawaannya mual terus kalau pagi."

"Sampai melahirkan gini Nda?" Tanya Biya dengan muka khawatir. Ia ingin bisa makan seperti biasa, sungguh!

Aya menggeleng. "Beda-beda. Tapi kebanyakan cuma di trimester awal kak. Kadang juga ada faktor pemicu dan pengendalinya. Misal kasusnya mama Dea saat hamil Diva, setelah jalan trimester kedua udah jarang mual. Tapi reaksi mualnya bisa muncul lagi setiap mencium bau parfumnya papa Tama."

"Kalau yang pengendali itu biar nggak mual? Emang bisa Nda?" Kali ini Bila yang bertanya, gadis itu sepertinya juga tertarik dengan pembahasan ini.

"Balik lagi dek, setiap kehamilan beda-beda. Contohnya mama Dea lagi,  kalau waktu hamil Diva nggak suka benget parfum yang dipakai papa Tama, tapi waktu hamil Derren malah suka banget sama keringatnya papa Tama. Ayah aja sampai heran, bisa-bisanya nggak jadi mual karena nyium aroma keringat." Jelas Aldi mengingat keanehan saat Dea hamil dulu.

"Pantes bang Derren jadi aneh plus rese," gumam Bila yang bisa didengar mereka semua.

Tapi Biya justru memikirkan sesuatu. Mungkinkah dengan melihat juga bisa mengendalikan rasa mual?

"Kalau dengan ngeliat orang juga bisa?"

"Entahlah kak, orang hamil aneh-aneh." Jawab Aldi santai.

"Emang kenapa?" Tanya Bayu.

"Kalau lagi makan kakak mual tiap liat ayah," Aldi tersedak nasi uduk yang baru ia masukkan ke mulut.

Sementara Aya, Bayu, dan Bila justru kompak tertawa.

"Ukhuk, ini ngusir Ayah apa gimana?" Tanya Aldi setelah minum.

Biya menggeleng. Bukan cuma melihat Ayahnya, tapi melihat yang lainpun ia mual. Beda jika yang dilihat Derren.

Biya menggeleng. Nggak, nggak mungkin.

"Kenapa kak?"

"Enggak kok Nda,"

***

"Gue tinggal, jangan lupa coba dimakan sebelum dosennya masuk." Pesan Bayu yang dibalas anggukan malas dari Biya.

"Fighting kak!"

"Udah pergi sono." Pagi ini Biya tidak bisa memasukkan sarapan, jadi Aya membawakan bekal agar bisa di makan sebelum kelas. Kata Bundanya, semakin siang mual itu akan berkurang, tapi Biya tetap merasa mual sejak tadi.

Tak lama setelah Bayu pergi, Derren memasuki kelas. Biya jadi penasaran.

Ia mencoba memakan roti isi yang dibawanya sambil melirik Derren. Berhasil. Roti itu bisa tertelan dengan mudah.

Sekarang ia menggigit lagi sambil menatap Aida yang memasuki kelas. Hasilnya, Biya harus setengah berlari menuju toilet, ia ingin muntah!

"Lo nggak apa Biy?" Tanya Derren begitu Biya keluar dari kamar mandi. Biya masih dengan sisa mualnya memutuskan untuk menatap Derren. Benar, mualnya seolah hilang begitu saja.

B [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang