"Kak Dea, tumben subuh subuh udah kesini." Heran Aya saat membuka pintu.
Dea menatap suaminya karena bingung harus menjawab apa.
"Suruh masuk dulu Ay," ucap Aldi dari dalam.
"Eh iya. Masuk dulu yuk kak, Bang."
"Eh ada Derren juga," kata Aya yang baru menyadari ada Derren di belakang Tama."Muka kamu kenapa ini bang? Berantem lagi?" Derren merasa semakin bersalah saat melihat sorot khawatir dari mata Aya. Sungguh, beliau sudah dia anggap sebagai ibu kedua untuknya.
"Eng-engga apa Nda." Bahkan dirinya ragu apa setelah ini dia masih bisa memanggil Aya dengan panggilan Bunda seperti biasa.
"Diva mana? Nggak diajak sekalian?"
"Ta-tadi masih tidur Ay, dijaga sama bibi."
"Oh... Sekalian sarapan disini kan?"
"Mau keluar kota Tam?" Tanya Aldi membuat Aya cemberut karena pertanyaannya tadi dipotong.
Biasanya Tama menitipkan Diva jika harus keluar kota dan tidak bisa mengajak putrinya.
Tama menggeleng. "Sebenernya ada hal penting yang mau Derren sampaikan."
Aya dan Aldi menatap Derren bingung, apalagi saat pemuda itu menunduk tampak gugup. Tumben sekali.
"Kenapa Bang, tegang banget mukamu." Kata Aya diakhiri kekehan.
"Ba-bayu belum cerita Nda?"
Aya menatap Aldi, dibalas gelengan dari suaminya.
"Dari balik tadi belum pada keluar kamar. Kali ini kenapa lagi sampai kakakmu ngambek?" Tanya Aya yang masih mengira ini karena anak sulungnya merajuk.
"Kalian ini suka benget gangguin kakakmu. Kalau udah ngambek gini repot sendiri kan." Ucap Aldi menanggapi karena mulai mengerti jika Derren kesini untuk minta maaf karena membuat Biya ngambek.
Derren justru salah fokus dengan kata, kakakmu, ya dari bayi pun panggilan itu yang ditujukan untuk Biya, kakaknya. Mereka sudah seperti saudara. Tapi setelah semua ini?
Cubitan di paha membuatnya tersadar dari lamunan.
"Ayah, Bunda. Biya bukan ngambek ke Bayu sama Derren seperti biasanya." Derren memberanikan diri untuk menatap Aldi.
"Derren melakukan kesalahan besar. Derren bener-bener minta maaf. Derren sama sekali nggak bermaksud melakukannya."
"Kok tegang banget ya bang, kesalahan apa emang?"
Semua semakin berat saat Aya masih memberi senyum saat bertanya ke Derren. Pemuda itu berdiri di dekat Aya dan Aldi duduk.
"Derren memperkosa Biya." Setelah berpikir sepanjang jalan. Derren pikir diksi itu memang yang paling tepat. Karena semua ini sepenuhnya salah Derren. Ia yang memaksa Biya. Perempuan itu menjadi korban disini.
Senyum Aya tadi berubah menjadi kernyitan.
"Hah, apa bang? Kayaknya Bunda salah denger deh." Derren menggeleng.
"Derren memaksa Biya having sex, Derr-"
Ucapan itu tidak terpotong karena Aldi memukul Derren hingga terhuyung ke belakang.
"Kaaak!" Pekikan refleks dari Aya terdengar begitu nyaring.
"Bangun kamu!" Ucap Aldi di depan Derren yang terduduk di lantai.
"Bangun!"
"Kak udah kak, udah." Cegah Aya memeluk Aldi dari belakang. Sementara Tama dan Dea tidak bisa berbuat apa-apa karena sadar ini memang salah anak mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
B [Completed]
General Fiction"Gue benci sama lo, gue benci!" "Ayo menikah!" Takdir memang tidak ada yang tahu. Suka sama siapa menikahnya sama siapa. Lucunya hidup ini. Tapi dibalik semua itu, rencana Allah memang yang terbaik.