"Kak," Bayu membuka pelan pintu kamar Biya.
"Hm?" Jawab Biya tanpa mengalihkan fokus dari laptop dihadapannya.
"Lo belum cerita."
"Sini Bay, ini film bagus, dikasi Aida kemaren."
"Terpaksa?" Tanya Bayu saat ikut duduk di samping Biya.
"Nggak semua harapan kita bisa terwujud kan?"
"Lo, yakin?"
"Gue berusaha untuk yakin Bay."
Mereka terdiam. Film dihadapan Aya tidak lagi menarik. Keduanya lebih fokus ke isi kepala masing-masing.
"Kenapa?"
"Gue nggak mau semua orang khawatir," jawab Biya jujur.
"Gue lebih khawatir saat lo ambil keputusan ini kak. Gue pengen nimpuk lo tau, waktu lo ngeiyain ajakan nikah Derren dengan muka santai. Waktu lamaran kemaren, lo juga akting kan?" Biya terkekeh dengan anggukan.
"Gue bisa apa lagi Bay?"
"Lo punya pilihan untuk nolak."
"Tapi gue memilih untuk menerima." Bayu menatapnya tidak setuju.
"Ini bukan hanya tentang gue. Calon anak gue butuh ayah yang sah secara hukum maupun agama. Semuanya akan rumit jika gue sama Derren tetap dengan status nggak jelas gini. Bunda khawatir, Papa Mama khawatir, dan gue yakin Ayah pun sebenarnya khawatir."
"Terus lo sendiri gimana?" Biya menunduk. Ia manarik napas panjang sebelum menatap mata Bayu yang menampilkan sorot khawatir.
"Derren nggak seburuk itu kan untuk menemani sisa hidup gue?"
Bayu menarik Biya dalam pelukannya. "Gue takut Bay," ungkap Biya jujur.
"Gue bingung banget. Setiap keputusan yang gue ambil pasti punya konsekuensi yang tidak mudah. Gue takut," Lirih Biya mengungkapkan kegundahannya.
***
Biya nampak ragu sebelum mengetuk pintu kamar orang tuanya. Saat ini pukul tiga pagi, ayah bundanya kemungkinan besar sudah bangun.
Dari semalam dirinya tidak bisa tidur karena memikirkan ini. Ia ingin semuanya jelas, apalagi dirinya sudah terlanjur menerima lamaran Derren.
"Eh, kakak?" Kaget Aya saat membuka pintu.
"Bi-biya mau tanya sesuatu boleh Nda?"
"Kenapa?"
"Sekalian sama ayah juga,"
"Yaudah masuk aja." Ajak Aya mempersilahkan Biya masuk.
"Bunda mau minum sebentar,"
Biya mendekati Ayahnya yang sedang membereskan perlengkapan shalat.
"Tumben nyamperin ke kamar," ucap Aldi ikut duduk di dekat Biya.
"Biya mau tanya sesuatu, Yah."
"Kenapa hm?"
"Sebenarnya boleh atau engga sih menikah saat hamil?" Pertanyaan itu yang mengganggu Biya sejak kemarin malam.
Tadinya ia hanya iseng membaca artikel tentang kehamilan. Hingga muncul satu artikel yang mempertanyakan boleh tidaknya menikah dalam keadaan hamil.
KAMU SEDANG MEMBACA
B [Completed]
General Fiction"Gue benci sama lo, gue benci!" "Ayo menikah!" Takdir memang tidak ada yang tahu. Suka sama siapa menikahnya sama siapa. Lucunya hidup ini. Tapi dibalik semua itu, rencana Allah memang yang terbaik.