"Kapan baby-nya lahir kak?" Tanya Bila yang saat ini mengunjungi Biya. Sebenarnya bukan mengunjungi, tapi menemani Bayu yang dimintai tolong oleh Bundanya untuk mengantarkan berbagai keperluan menjelang persalinan.
Kenapa Bayu bukan Bundanya sendiri? Karena berbagai benda itu ada di rumah Bayu sebab tiga bulan yang lalu istrinya baru saja melahirkan anak kedua.
Singkat kata, perlengkapan bersalin dan berbagai keperluan bayi punya anak Bayu akan digunakan kembali oleh anak Biya. Biya dan Derren tidak keberatan, toh mereka malah bisa berhemat dan mengalihkan pengeluaran untuk keperluan lain.
Tidak sia-sia juga Biya dulu membelikan berbagai perlengkapan dan mainan bayi untuk anak Bayu, ujung-ujungnya akan digunakan anaknya juga.
"Akhir bulan ini, InsyaAllah, Bil." Jawab Biya mengelus perutnya yang sudah membesar.
"Yahh, berarti Bila udah masuk pondok dong." Bila memang memutuskan untuk melanjutkan SMA di pondok pesantren. Biya sejak kecil memang memiliki pendiriannya sendiri dan tidak ragu jika memilih jalan yang berbeda dengan kakak-kakaknya. Toh orang tua mereka akan mendukung asalkan itu positif dan yang terpenting tidak menentang agama.
"Kayaknya sih iya."
"Nanti kirim fotonya ya, Kak kalau udah lahir."
"Huum, kamu juga belajar yang rajin disana. Doain kakak sama baby-nya juga."
"Pasti itu."
"Bila, ayo balik." Ucap Bayu sambil memakai jaketnya. Ia telah selesai mengangkat beberapa kardus dari mobil ke kamar Biya. Walaupun tidak begitu jauh, tetap saja melelahkan karena harus bolak balik.
"Yahh cepet banget bang. Baru juga ngobrol bentar."
"Bentar apanya, ini udah hampir dzuhur, ayo, besok minta ayah nganter kesini lagi."
Bila cemberut namun tetap mengikuti abangnya.
"Jangan gitu, kasihan kakak ipar kamu kalau ditinggal lama. Apalagi si kecil udan mulai lari-lari kan, pasti repot kalau sambil jagain adik juga"
"Nah denger tuh. Abangmu udah jadi bapak anak dua. Gabisa lama-lama nemenin kamu main."
"Ish, iya iya."
****
"Biya, rileks oke? Semua akan baik-baik aja." Biya mengangguk. Saat ini mereka sedang di ruang operasi. Masih menunggu dokter mempersiapkan berbagai peralatan yang tidak Biya ketahui.
"Kamu gugup nggak, Der?" Derren menangguk dengan jujur. Ia meraih tangan Biya untuk digenggam.
"Iya, tapi kata Ayah kita harus tenang agar baby-nya juga tenang." Biya mengangguk, mencoba mengendalikan diri agar tidak tegang.
"Kami mulai ya," Ucap salah satu dokter kemudian menyuntikkan anestesi spinal pada Biya.
Persalinan kali ini dengan operasi caesar. Sebenarnya Biya sempat kepikiran untuk persalinan normal, tapi dokter tidak merekomendasikannya. Keluarga serta Derren pun menyarankan Biya agar mengikuti saran dokter untuk operasi. Akhirnya Biya menurut.
Toh kata Derren, walaupun tidak melakukan persalinan normal, perjuangan dia sebagai seorang Ibu tidaklah berkurang. Ceasar maupun normal, masing-masing ada perjuangannya tersendiri.
"Biy, tau nggak, ini jadi momen paling mendebarkan dalam hidupku. Bentar lagi, anak kita lahir, sebentar lagi aku akan jadi ayah dan kamu jadi bunda." Biya mengangguk. Ia tau Derren mencoba mengobrol untuk mengalihkan perhatiannya selagi dokter menyayat perutnya. Biya memang tidak merasakan apapun di tubuh bagian bawahnya, tapi ia masih bisa melihat dokter dan perawat yang membawa berbagai peralatan untuk persalinannya, juga mendengar percakapan mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/256300548-288-k263960.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
B [Completed]
General Fiction"Gue benci sama lo, gue benci!" "Ayo menikah!" Takdir memang tidak ada yang tahu. Suka sama siapa menikahnya sama siapa. Lucunya hidup ini. Tapi dibalik semua itu, rencana Allah memang yang terbaik.