B 13

3.3K 257 3
                                    

Aya mengernyit saat melewati kamar Biya.

"Kak, bunda masuk ya," ucap Aya membuka pintu kamar putrinya.

"Kak?" Panggil Aya karena tidak melihat putrinya.

Saat mendengar suara muntah dari kamar mandi, dirinya bergegas masuk.

"Kak!" Pekik Aya melihat Biya yang bersandar di wastafel dengan muka sangat pucat.

"Bu-bunda."

"Ayo bunda bantu ke kamar."

"Biya mua- hueek,"

Aya mengambil rambut panjang Biya, mengikatnya dengan karet nasi yang tak sengaja dibawa. Maklum dirinya baru selesai membungkus bekal untuk Aldi.

"Bun, rasanya Bi- hueek," kali ini Aya memijat tengkuk Biya.

"Mual Nda," adu Biya dengan mata berkaca-kaca. Aya memeluk Biya yang hampir menangis.

"Sst, ndak apa, nanti bunda buatkan teh mint biar mualnya reda."

Aya lebih khawatir dengan apa yang ada di pikirannya dibanding Biya yang menangis di pelukannya sekarang.

Perempuan paruh baya itu menggeleng.

Nggak, jangan mikir aneh-aneh Ay!

Saat Biya kembali merasa ingin muntah, Aya memijat tengkuk Biya.

"Nda, pusing."

"Bunda bantu ke kamar yuk."

"Kak, kakak? Kak, kakak kenapa hey?"  Panik Aya saat Biya ambruk memeluknya.

"Ayah! Abang! Bila! Tolong!"

"Kak, kakak denger bunda? Kak?"

"Kak Aldi, Mumtaz, Bila! Siapa aja tolongg!" Teriak Aya panik.

Bila yang pertama datang karena kamar mereka bersebelahan.

"Panggil ayah sama abang dek, cepattt!"

"I-iya Nda," jawab Bila ikut panik.

Sebelum Bila beranjak Bayu dan Aldi sudah menghampiri mereka.

"Biya kenapa Nda?"

"Bunda gatau, hiks, kakak tadi muntah-muntah terus pingsan,"

Aldi menggendong Biya menuju kamar.

"Sst Ay, tenang. Kita panggil dokter sekarang." Ucap Aldi setelah meletakkan Biya di ranjang.

"Nggak bisa dihubungi, Yah," ucap Bayu membuat Aya semakin menangis.

"Coba lagi bang,"

"Tetep nggak bisa Yah," kata Bayu setelah berkali-kali berusaha menelpon dokter keluarga mereka.

"Kak Dea! Telpon kak Dea sekarang, Bang!" Seru Aya tak tau lagi harus meminta tolong siapa. Yang terpenting Biya saat ini.

Sementara Bayu mengangguk setelah mendapat persetujuan Ayahnya.

***

"Gimana kak?"

Dea menatap Aya yang tampak sangat khawatir. Tadinya dia heran kenapa Bayu menelpon subuh-subuh begini padahal belakangan ini Bayu hampir tidak pernah menghubunginya lagi.

"Ay, apa Biya udah haid bulan ini?"

Hening.

"Belum," bukan Aya yang menjawab, tapi Bayu. Jangan heran karena pemuda itu tau persis jadwal tamu bulanan kakaknya. Percayalah itu sangat penting untuk membaca mood perempuan, apalagi saat kau ada disampingnya hampir 24 jam non stop.

B [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang