B 40

4.2K 314 9
                                    

"Biy, kaos kaki aku mana ya?" Tanya Derren berteriak.

"Di lemari bawah biasanya." Balas Biya ikut teriak.

"Kalau udah buruan sarapan, kita udah telat." Teriak Biya lagi. Kasihan sekali yang menjadi tetangga apartemen mereka.

Hari ini mereka akan menghadiri pernikahan abang Biya a.k.a Gibran.
Gibran akhirnya menikah dengan salah satu relawan rumah singgah yang dikelola keluarganya.

Biya berteman baik dengan calon istri Gibran. Ia bersyukur insyaAllah pilihan abangnya tidak salah. Gadis itu taat, baik, dan penuh perhatian. Pokoknya bikin adem orang-orang yang ada di sekitarnya.

"Lho kok baju kita beda?" Tanya Derren melihat Biya menggunakan dress cokelat susu, sedangkan ia menggunakan kemeja abu-abu kombinasi hitam.

"Kan aku udah siapin kemejanya di dekat tempat setrika."

"Kata kamu kemarin mau pake gamis baru yang abu." Ucap Derren kembali masuk ke kamar untuk ganti baju. Biya mengikuti Derren.

"Kalau pakai abu-abu terus kerudungnya hitam ke nikahan kok kayaknya kurang cocok. Makanya aku siapain yang cokelat susu." Jelas Biya membantu merapikan penampilan Derren.

"Terima kasih."

"Hum, ayo sarapan."

Sebenarnya ini masih terlalu pagi untuk sarapan. Haruskah mereka menyebutnya sahur? Demi apapun ia baru jam 3 pagi.

Salahkan Gibran yang melaksanakan akad nikah setelah sholat subuh. Juga tempat pelaksanaanya di masjid cukup jauh dari apartemen mereka, sehingga mereka harus berangkat bahkan sebelum adzan subuh berkumandang.

***

"Mau ke pantai?"

Biya menatap Derren, ia sedikit tidak yakin dengan apa yang ia dengar karena tadi sedang melamun.

"Dari sini ke pantai nggak terlalu jauh, cuma 30 menitan. Mau nggak?" Biya mengangguk antusias.

"Mau mauuu. Nanti aku bakal pamer ke Bayu sama Bila." Derren terkekeh, tiga bersaudara itu benar-benar.

Pasti seru jika memiliki saudara yang selisih umurnya tidak terlalu jauh. Bukan seperti dia dan adiknya yang jika pergi bersama pantas dianggap bapak dan anak.

"Kalau Diva nggak dipamerin?"

"Kalau pamer ke Diva ntar dia ngrengek minta ke pantai, kita juga yang repot."

Benar, adiknya pasti merengek minta diantar ke pantai juga. Apalagi Diva sangat menyukai air, apapun itu yang ada airnya Diva akan suka.

"Adek kamu kan." Ucap Derren menyadari Diva lebih banyak kemiripan dengan Biya dibandingkan dirinya.

"Iya, karna kamu nggak mau mengakui, dengan senang hati Diva jadi adek aku aja." Respons Biya tak keberatan.

"Dia lebih sayang ke kamu daripada abang kandungnya sendiri." Ucap Derren membuat Biya terkekeh.

"Makanya jangan dijahilin terus. Eh tau nggak Der, tadi waktu di resepsi, Diva kan bareng sama aku, terus dia ... "

Derren tersenyum saat mendengar Biya yang antusias menceritakan adiknya. Setidaknya dengan mengalihkan obrolan ringan ini, Biya bisa melupakan sejenak beban pikirannya.

Apalagi kalau bukan soal momongan. Topik yang cukup sensitif untuk Biya satu tahun belakangan.

Menyebalkannya tadi saat resepsi pernikahan Gibran, Biya mengambil alih untuk menggendong anak Bayu seperti biasa. Banyak yang menanyakan, kapan menyusul, sudah cocok tuh, dan berbagai ucapan serupa yang Derren yakini sebenarnya mengganggu Biya. Makanya sejak memasuki mobil untuk pulang tadi, Biya lebih banyak diam dan melamun.

B [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang