BAGIAN DELAPAN BELAS
***
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring ke sepenjuru sekolah pukul tiga tepat. Para siswa yang sudah suntuk dan lelah bersorak riang, dan langsung membereskan alat tulis mereka dan segera pulang setelah guru yang mengajar keluar dari ruangan kelas. Begitu pula dengan Natari yang membereskan alat tulisnya dengan tergesa.
“Dash, gue mau rapat bentar sama Julian, lo nanti nyusul aja ke ruang klub,” kata Natari sambil menyampirkan tas ranselnya di kedua bahu.
Dasha membalasnya dengan anggukan, ia akan menyusul.
“Gue duluan, Dash, jangan sampai nyasar.” Natari menggoda Dasha sejenak, lalu berlari keluar ruangan kelas.
Bruk!
Natari yang baru saja keluar dari ruangan kelas mengaduh keras, “Aduh, lo ini gimana, sih, Ga?” protes Natari, tubuhnya menabrak Langga hingga oleng dan terjatuh.
Langga tertawa kecil, mengulurkan tangannya untuk membantu Natari berdiri. “Sori. Gue mau jemput Tuan Puteri gue.”
Natari berdecak kesal. “Masih untung lo calon jodoh sahabat gue,” balas Natari lalu menyembulkan sebagian kepalanya di pintu ruangan kelas. “Dash! Ada pangeran lo dateng, nih!”
“Thanks,” ujar Langga sambil menunjukkan senyumannya.
Natari hanya mengangguk, lalu melanjutkan langkahnya dengan berlari kecil menuju ruangan rapat di ruang Klub Drama.
“Ngapain di sini?” tanya Dasha tanpa menunjukkan ekspresi.
“Ketemu sama lo,” balas Langga singkat.
“Kan bisa di ruang klub.”
“Tapi hari ini, gue nggak bakalan bawa lo ke ruang klub.” Langga tersenyum lebar. Tanpa menunggu balasan, ia meraih tangan Dasha dan menggenggamnya untuk menariknya pergi.
Dasha tak memprotes tindakan Langga hingga ia menyadari bahwa arah yang Langga tuju bukanlah ruang Klub Drama, melainkan gerbang sekolah. Rumput yang mereka pijak disinari cahaya senja yang redup, yang serta-merta menimbulkan bunyi yang khas.
“Ga, lo mau bawa gue ke mana? Terus dramanya gimana?” tanya Dasha.
Langga menghentikan gerakan langkah kakinya tepat di luar area sekolah, dengan masih menggenggam tangan Dasha. “Lo nggak capek latihan mulu setiap hari? Gue nggak mau kehidupan gue jadi monoton gini,” kekehnya.
“Terus kita boleh bolos gini aja?”
Langga menggedikan bahu, tidak tahu. “Nggak tahu, tuh. Tapi yang jelas, hari ini kita senang-senang dulu.”
Dasha tak membalas. Sebagian hatinya setuju dengan pendapat Langga, tapi sebagian lagi ia ragu.
Langga menghentikan taksi yang melintas, menggenggam tangan Dasha untuk mengajaknya masuk ke dalam taksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe [COMPLETE]
Teen Fiction[Tidak direvisi sebelum publish karena malas. Apabila ada ratusan typo dan tata bahasa buruk, itu karena tidak direvisi] Kalimat cinta yang Langga utarakan pada Dasha seharusnya merupakan sebuah kebohongan. Meski begitu, seiring waktu berjalan, baik...