BAGIAN SEMBILAN BELAS
***
Hari pentas seni tahunan sekolah akhirnya tiba.
Banyak siswa dan siswi yang menantikan acara ini, bahkan siswa selain dari SMA Alater Wijaya bisa ikut menghadiri acara ini. Setiap tahunnya, acara ini selalu diliput dalam majalah sekolah, itu yang membuat acara ini sangat penting.
Acara dilaksanakan di aula sekolah yang luas, bisa menampung sekitar ratusan orang. Puluhan gorden yang menutupi jendela dibuka, membiarkan cahaya alami dari luar ruangan ikut mengisi kegelapan. Kursi-kursi dengan busa empuk dijejerkan di setiap bagian ruangan, membentuk banyak kubu. Di hadapan para pengunjung, terdapat panggung berukuran sedang yang digunakan untuk mementaskan para partisipasi acara. Tak lupa, banyak dekorasi di setiap sudut ruangan aula yang membuat acara terasa semakin meriah.
"Selamat pagi kepada para hadirin yang saya hormati." Anggi yang merupakan anggota OSIS memulai acara pentas seni sebagai pembawa acara. "Terima kasih sudah menyempatkan waktu para hadirin sekalian untuk memeriahkan acara tahunan sekolah kami yaitu, pentas seni SMA Alater Wijaya."
Tepuk tangan meriah dari para pengunjung membalas kalimat Anggi di depan sana. Anggi mengatakan beberapa patah kalimat sebelum acara benar-benar dimulai.
Tepuk tangan semakin meriah ketika anggota ekskul musik yang pertama kali membuka acara. Mereka menampilkan band unggulan mereka yang sudah mulai dikenal oleh sekolah lain.
Mereka membawakan musik yang sudah disiapkan, ketika selesai, mereka menerima request dari para pengunjung dan memainkannya.Acara berlanjut semakin meriah, banyak partisipasi dari masing-masing kelas dan ekstrakurikuler yang ada.
Para pengunjung diam-diam menantikan anggota Klub Drama untuk segera memulai giliran mereka. Drama yang berasal Klub Drama memang acara yang paling banyak dinantikan. Sebab, cerita dan para pemeran lah yang menarik perhatian banyak.
"Gugup?" tanya Natari pada Dasha. Mereka berada di balik panggung, menunggu giliran mereka yang akan diadakan tiga jam lagi.
"Biasa aja," balas Dasha.
Natari mengembuskan napasnya. "Terus kenapa gue yang gugup?!"
Dean mengusap pelan bahu pacarnya, menyemangati. "Pasti lancar, kok. Yang lain kan udah banyak latihan."
"I-Iya, sih. Padahal aku cuma panitia tapi malah aku yang gugup."
"Mau ke bangku penonton, kita lihat partisipasi lain, ya?" ajak Dean pada Natari lembut.
Natari membalas dengan anggukan, ia pun turut mengajak Dasha untuk ikut serta.
"Langga?" Dean menepuk bahu Langga yang tengah melamun, membuat cowok itu tersentak kecil.
"Kenapa?" tanyanya, menaikkan sebelah alis.
"Lo yang kenapa. Ngelamun mulu. Lo gugup? Masa, sih?" tanya Dean tak percaya.
"Nggak. Sotoy lo."
Dean tertawa. "Gue mau ke bangku penonton, mau ikut?"
Langga mengangguk, ia lalu mengikuti Dean dari belakang. Hari ini di mana acara pentas seni dimulai, yang berarti mereka akan menampilkan latihan mereka selama berminggu-minggu. Namun bukan hal itu yang Langga khawatirkan. Perasaannya buruk, ia seperti bisa menduga hal buruk yang akan terjadi.
Tanpa Langga sadari, mereka sudah berada di bagian tengah bangku penonton, duduk diam di sana sambil menonton jalannya acara.
Drama kecil bertema anekdot di atas panggung disoraki tawa oleh para penonton. Anggota Klub Sastra yang mementaskan drama kecil tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe [COMPLETE]
Teen Fiction[Tidak direvisi sebelum publish karena malas. Apabila ada ratusan typo dan tata bahasa buruk, itu karena tidak direvisi] Kalimat cinta yang Langga utarakan pada Dasha seharusnya merupakan sebuah kebohongan. Meski begitu, seiring waktu berjalan, baik...