BAGIAN DUA PULUH DELAPAN
Kesempatan merupakan sebuah langkah untuk akhir yang diharapkan.
***
"Jadi bener, kan, soal lo yang jadi mata-mata bokap gue? Dan Dean tahu soal ini tapi milih buat rahasiain dari gue."
Dirga menghela napasnya, ia menyerah untuk mengelak lagi. Dirga mengangguk pelan, lagipula masalah Langga dengan Ari sudah selesai, tidak akan ada tugas mata-mata lagi.
"Iya, gue ambil tugas mata-matain lo. Dari awal lo masuk sekolah ini, gue udah ambil tugas itu. Dan lagi, gue juga dapet perintah buat hancurin pentas seni pertama lo, gue juga yang laporin soal Dasha, dan bikin kalian marahan. Gue tahu gue banyak salah sama lo, gue ... minta maaf atas semua kesalahan gue."
Dirga menundukkan kepalanya, merasa malu terhadap temannya sedari kecil itu.
"Lo nggak punya pilihan lain, kan?"
"Eh?" Dirga mendongak, menatap Langga.
"Gue ngerti soal masalah keluarga lo. Lo mau ambil tugas dari bokap gue karena lo bisa bayar biaya sekolah, kan? Jadi gue nggak masalah." Langga merangkul bahu Dirga. "Yang jadi masalahnya adalah, lo yang nggak mau temenan sama gue lagi."
Dirga melepaskan tangan Langga dari bahunya. "Apa sih, Ga. Geli tahu." Dirga melangkah meninggalkan Langga, namun hatinya merasa lega. Seolah beban berat yang selama ini ia tanggung sendirian, sudah runtuh. Ia bisa diterima oleh Langga kembali saja, itu sudah lebih dari cukup.
"Oi! Dirga!" Langga meneriakkan nama Dirga dengan kesal, ia segera menyusul temannya itu.
"BTW, selamat karena lo naik ke kelas tingkat 1," ujar Dirga sambil menunjukkan senyumannya yang menawan.
Langga tertawa kecil. “Selamat juga karena naik ke kelas tingkat 3. Lo udah kerja keras, ya."
***
"Jadi, kenapa cuma gue yang nggak naik tingkat?!" tanya Dean histeris.
Jam istirahat pertama sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Hari pertama sekolah membuat pelajaran kurang efektif.
Kali ini, mereka bertiga berada di meja yang sama. Tak ada lagi benang-benang permusuhan dan perang dingin, serta tim netral. Kini mereka sudah bersama.
"Gue tebak, game lo disita lagi?" tanya Dirga dengan kekehan kecil. Ia menyuap sesendok nasi dari piringnya.
"Lebih buruk, game gue dibuang."
Tawa mereka pecah, bahkan menarik perhatian beberapa siswa lainnya selaku pengunjung kantin.
Dean merengut, padahal ia sudah berusaha keras, bahkan meminta Langga untuk mengajarinya pelajaran yang tidak bisa ia pahami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe [COMPLETE]
Teen Fiction[Tidak direvisi sebelum publish karena malas. Apabila ada ratusan typo dan tata bahasa buruk, itu karena tidak direvisi] Kalimat cinta yang Langga utarakan pada Dasha seharusnya merupakan sebuah kebohongan. Meski begitu, seiring waktu berjalan, baik...