10. Tersampaikannya salam rindu pada Ayah

58 19 2
                                    

Udara masih sama, senantiasa berhembus mengitari bumi serta melintasi banyaknya kawasan. Menghela napas panjang mungkin sudah menjadi kegiatan rutinitas pada setiap waktu, memang selalu butuh tenaga untuk menghadapi dunia yang melelahkan ini.

Dua tahun telah berlalu, namun hari masih berjalan dalam sebuah irama yang selalu sama, bayang akan masa depan sepertinya telah lama sirna, karna nyatanya dunia tidak berjalan seperti apa yang diinginkan.

Dalam lamunan masih tercipta akara indah tentang seseorang yang telah lama hadir, namun juga telah lama orang itu pergi. Ia tidak bermaksud untuk menyelami lautan asmaraloka, hanya saja dapat terhitung dengan jari siapa saja manusia yang mau berbincang nyaman dengannya.

Dan semua telah pergi meninggalkannya seorang diri. Menurutnya semesta memang senang melihatnya menderita.

Sejak hari itu, hari dimana sosok itu telah pergi, hari demi hari terasa ribuan kali jauh lebih berat, nafas pun terasa sangat menyiksa, tidak mudah hidup berada di bawah tekanan dan juga menjadi pengangguran.

Di saat manusia tidak dapat menghasilkan apapun, di situlah dunia menilai bahwa manusia itu tidak berguna.

Bahkan dirinya pun menilai sama seperti apa yang dikatakan oleh dunia, bahwa ia tidak berguna. Seberapa keras ia mencoba, namun gagal selalu mengikuti, dua tahun lama nya dan itu sangat melelahkan.

Ribuan jarak di atas sana, meski nampak jauh tetapi langit terus bersinar terang, sangat cerah, namun mengapa hidupnya tidak secerah langit di atas sana?

Meski sesekali mendung, tetapi langit akan kembali terang di saat mendung itu pergi. Namun, mengapa hidupnya gelap di setiap harinya? Seakan awan mendung di dalam diri terus saja menyelimuti tanpa henti.

Mengapa awan gelap tak kunjung pergi?

Apakah kehidupan memiliki arti?

Dua puluh tahun dirinya hidup nampaknya tidak ada satu hari pun yang berarti di setiap detiknya, jika kau bertanya adakah manusia hidup yang tidak pernah memiliki rasa syukur?

Maka dengan jelas jawabannya adalah aku.

Ingin sekali ku meninggalkan tempat ini, dunia ini. Namun saat aku pergi apakah duniaku berubah menjadi lebih baik? Atau hanya siksaan yang akan aku dapat atas dosa dari jalan yang aku pilih? Entahlah, yang aku inginkan hanyalah kedamaian.

Satu hari pun tak apa, aku hanya ingin mengingat bagaimana rasanya bahagia.

Meletakan ember cucian setelah selesai ia menjemur pakaian, dirinya berdiri di pinggir halaman rumahnya, kedua kakinya berpijak tepat di atas dinding pembatas.

Menaiki dinding pembatas dengan lihai, entah pikiran gila macam apa yang telah menghantuinya.

Setiap harinya dia berdiri menatap semesta dengan pandangan nanar karna ia membencinya, tak sesekali dirinya berhadapan dengan hembusan angin yang bertiup sangat kencang menghantamnya, meratapi nasib seakan dirinya-lah manusia yang tercipta tanpa tujuan yang jelas.

Seketika langit yang tadinya cerah perlahan berubah menjadi gelap, angin berlarian menghembus ke setiap arah, suara gemuruh dentuman petir memenuhi rungu, baru kali ini, tepatnya pada hari ini dirinya takut akan semesta yang biasanya di setiap harinya tak sedetik pun ia melewatkan untuk menyumpah serapahi semesta, apakah Tuhan marah terhadapnya?

Angin benar-benar bertiup sangat kencang seakan membantainya saat itu juga, membuat dirinya pun tak mampu untuk menatap sekelilingnya dengan jelas, badannya pun tergopoh-gopoh terbawa angin, saat dirinya berusaha untuk kembali menuju pintu rumahnya, tetapi justru kakinya bergerak tidak sesuai keinginannya, ia tergelincir yang membuat dirinya hampir terjatuh ke lantai dasar bangunan tersebut. Ya, hampir, karena kedua tangannya masih sanggup berpegangan pada ujung dinding dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh.

Illusory World | Straykids [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang