Dua pekan kian berlalu lagi, dan waktu terus menyisir hari-hari penuh arti, tepat pada saat ini sang cakrawala sedikit sudah tidak terasa aksa alias jauh di mata, sebab kini netranya dapat nampak kumpulan mega dengan jarak yang begitu dekat, melalui kaca jendela pesawat.
Sejak awal penerbangan tadi, tak henti-hentinya jantung berdegup dengan irama cepat, entah mengapa dirinya begitu gugup. Tetapi tak apa, Peter Han masih sanggup.
Kedua manik hitamnya terus nyaman memandangi objek langit, tentu saja tidak dengan pikiran yang hampa, banyak sekali hal-hal yang berkecamuk di dalam kepalanya kini, salah satunya tentang: akankah Ratya mengingat tentangnya? Atau mungkin tidak? Ahh, entahlah dirinya terus bertanya-tanya pada isi pikirannya sendiri.
Dalam kurun waktu kurang lebih 2 tahun lamanya dia pergi meninggalkan Jakarta dan juga Ratya, dan setelah 2 tahun lagi dia kembali untuk menemui sang rahasia hati, berharap bahwa langkahnya akan berarti, bermodalkan segudang harapan besar Peter Han kembali, jejaknya tidak hanya mentah-mentah demi cinta, tetapi seperti yang Bang Chandra katakan: namun jua dengan cita-cita.
Di usia 20, awal mula di mana raga perlahan menjadi dewasa, ada satu hal yang dirinya baru sadari, bahwasanya menjadi dewasa tidaklah mudah, hidup memang pada dasarnya sederhana namun di dalam hidup banyak sekali tekanan dalam diri yang tidak bisa dibilang sederhana, setelah mencapai di usia itu pasti ada rasa di mana diri harus bisa menjadi berguna, setidaknya tidak tumbuh dalam sia-sia, pasti selalu ada sesuatu hal yang ingin diraih, dan itu bukanlah suatu hal yang mudah. Dan ada satu hal yang membuat segalanya menjadi rumit yaitu: rasa takut, rasa yang tak pernah hilang dari dalam diri seorang manusia, khawatir, dan juga cemas akan sesuatu hal yang belum tentu terjadi, takut akan kegagalan dan takut akan hal yang lainnya.
Peter Han merasakannya kini, tetapi Peter Han juga tahu, pasti semua orang merasakan hal yang sama. Dan Peter Han bukan tipikal yang terlalu mengambil pusing akan semua beban itu, meskipun rumit prinsipnya adalah: jalani saja.
Tak terasa setelah sekian lama berdiskusi hebat dengan isi pikirannya, waktu berlalu kian begitu cepat, tahu-tahu pesawat telah mendarat pada bandara ibukota, sedikit ada serangan gugup yang lagi-lagi datang secara tiba-tiba, mungkin itu sebab dirinya belum terbiasa.
Kini, netranya kembali menatap tempat yang telah lama tidak ia lihat, indranya pula mencium ambu berbeda yang telah lama tidak ia hirup, meski berada di bawah langit sama tetapi tetap saja tempat ini berbeda. Peter Han meninggalkan segudang kenangan pada kota ini, dan dirinya kembali untuk menyambut segudang kenangan tersebut untuk memeluknya dalam diri.
Untukmu, sampai bertemu, ucapnya dalam hati.
•Illusory World•
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusory World | Straykids [✓]
Fanfiction[END] Bagaimana bisa seorang manusia mampu menciptakan semesta sebegitu indahnya? Semesta indah sebagai ruang lingkup dalam hidupnya, tampak nyata dan juga hidup, tetapi itu semua ada di antara ambang tanpa kejelasan. Tidakkah ia rindu akan dunianya...