5. Perihal luka dan derita

81 25 6
                                    

Tidak ada angin yang lebih sejuk selain suasana pada saat fajar, dimana embun membasahi dedaunan serta sang surya yang belum menampakan sinarnya, udara masih terasa sangat segar dan baru.

Baru saja Ibu meninggalkan rumah tanpa meninggalkan sepatah kata pun, ia hanya bisa menatap punggung sang Ibu seolah-olah mengatakan, 'Hati-hati, jangan terlalu letih, aku mencintaimu'.

Namun, apa daya, sang Ibu tidak pernah sedikitpun mencintainya, tidak perlu cinta, dirinya di anggap anak saja sudah bahagia.

Duduk bersandar melakukan kebiasaan rutinitas paginya untuk menghirup udara yang belum tercampur oleh banyaknya polusi serta kegiatan manusia lainnya, melakukan itu setelah Ratya selesai mengerjakan pekerjaannya seperti menyiapkan seragam sekolah untuk Ratna dan Junan, merapikan rumah, dan juga membuat sarapan.

"Kak, apa yang sedang Kakak lakukan?"

Berlari kecil Ratna menghampiri sang Kakak dengan membawa beberapa karet kuncir dan juga sebuah sisir, tak lupa dengan senyum polosnya yang terlihat begitu menggemaskan.

"Berdiam diri" jawabnya singkat dan tak lama Ratya menoleh menatap Ratna yang sudah berpakaian rapih mengenakan seragam sekolahnya, namun rambutnya masih terurai tidak beraturan, "Kau sudah rapih? Rajinnya Adik kecilku, sini Kakak kuncirkan"

Ratya mengangkat tubuh kecil itu untuk duduk dipangkuannya dengan nyaman, helaian demi helaian tersisir dengan rapi kemudian ia ikatkan berbentuk kuncir kuda.

"Kak, aku ingin cepat-cepat dewasa supaya bisa menguncir rambutku sendiri" ujarnya dengan volume suara yang kecil, namun dapat terdengar jelas oleh kedua rungu milik Ratya.

"Untuk apa? Kau tidak ingin Kakak kuncirkan lagi?"

Masih nyaman kedua tangan milik Ratya mengikat surai hitam nan lebat milik sang Adik.

"Bukan seperti itu, sepertinya enak saja menjadi dewasa sebab bisa melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan orang lain"

Bocah itu, jangan sangka walau umurnya baru lima tahun tetapi ucapannya macam seseorang yang berumur lima kali lipat lebih tua darinya.

"Tetapi nyatanya tidak ada hal yang menyenangkan disaat kamu menjadi dewasa" meletakan sisir kemudian menaruh kedua tangannya diantara tubuh sang Adik yang kini masih nyaman berada dipangkuannya.

"Mengapa?" tanyanya penasaran.

"Nanti kau akan mengerti di saat kau telah merasakannya, dan beberapa hal yang terjadi di masa kecil tidak akan pernah terulang disaat kau telah tumbuh dewasa"

Sejenak, Ratya menghela napasnya dalam beberapa saat, "Dan kau akan selalu merindukan masa itu, untuk itu jangan pernah berfikir ingin cepat menjadi dewasa, nikmati apa yang terjadi saat ini, karna mungkin itu tidak akan pernah terjadi lagi dimasa yang akan datang"

Ratya menurunkan tubuh Ratna dari pangkuannya, beranjak dirinya dari kursi kemudian merendahkan tubuhnya mensejajarkan dengan tinggi Ratna, "Intinya masa kecil jauh lebih menyenangkan, jadi teruslah bersyukur untuk saat-saat ini"

Bodoh! Masa kecil dan saat dewasa semua sama saja, hanya waktu dan keadaan yang membedakan, gumam Junan tersenyum miring.

Sejak tadi, Junan diam-diam memperhatikan sang Kakak dan juga Adiknya dari dalam ambang pintu sana. Namun, kini sudah cukup dirinya menyaksikan itu, pada akhirnya Junan kembali untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Berarti saat ini Kakak tidak bersyukur? Karna Kakak telah tumbuh menjadi dewasa?" kedua maniknya menatap jelas netra milik Ratya, pertanyaan itu berhasil membuat keduanya beradu pandang dalam waktu yang cukup lama, ingin sekali Ratya menjawab dengan kata 'Ya' sekeras-kerasnya, tetapi pada akhirnya Ratya hanya bisa tertunduk senyum kemudian kembali untuk berdiri.

Illusory World | Straykids [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang