[39] Akhir yang sebenarnya

935 116 1
                                    

"Aku sudah memikirkannya matang-matang, bi..." lirih sooyoung yang tengah terduduk disisi bibi kyung sembari menggenggam kedua tangan bibi kyung.

Belum menjawab, bibi kyung hanya memejamkan matanya menahan isak tangis.

"Kenapa? Kenapa keputusanmu seperti ini? Sendirian?" tanya bibi kyung.

Sooyoung tersenyum hangat dan mengusap punggung tangan bibi kyung.

"Aku tidak bisa membiarkan chaeyoung terus menerus memupuk dosanya membohongi dan menutup kebenaran, bi..."

"Dosa? Itu urusannya dengan Tuhan, Joy..."

Sooyoung menggeleng pelan, "Aku kakaknya, aku masih berhak untuk mengingatkan bahkan mengajaknya untuk berhenti, bi..."

"Kamu lupa adikmu senekat apa?"

Lagi-lagi sooyoung tersenyum, berusaha menyiapkan kata-kata lain bahwa ia sudah yakin untuk kembali ke Korea untuk mengungkapkan semuanya didepan Taehyung dan keluarganya.

Ia sudah tahu, mungkin pada saat ia mengungkapkan, chaeyoung akan marah besar. Mungkin ia akan langsung mengambil botol kaca dan menyakiti dirinya sendiri atau orang sekitar? Mungkin ia akan menarik sooyoung untuk membunuhnya?

Sooyoung tersenyum pasi. Membayangkan beberapa kemungkinan tersebut. Adiknya memang sudah seharusnya mendapat pengobatan psikis. Atau mungkin rangkulan dari keluarganya. Dan hanya Joy keluarga Chaeyoung satu-satunya saat ini.

Sedikit menakutkan memang, tapi faktanya saat ini Joy sudah berada di kantor polisi Korea seorang diri. Terdiam di kursi dengan genggaman tangannya pada ujung bajunya sembari memantapkan hati bahwa ia sudah benar-benar yakin atas keputusannya.

"Baik nona, maaf membuat anda menunggu. Mari saya antar ke meja saya dan jelaskan yang ingin anda jelaskan," ucap salah seorang petugas.

Sooyoung mengangguk pasti dan berjalan mengikuti petugas tersebut.











"Saya hanya butuh pengawalan, pak. Pasien mungkin terkena penyakit mental, saya sudah menghubungi pihak rumah sakit terutama psikiater."

Petugas didepannya hanya menghela nafas dan menghentikan pergerakkan tangannya pada keyboard.

"Nona yakin? Bukti yang nona cantumkan sudah bisa menjerat pelaku sebagai pembunuh, pelaku penyekapan dan pemalsuan identitas. Akan lebih baik jika pelaku dijerat hukum dibanding harus ke psikiater."

"Yakin, pak. Saya khawatir jika pelaku hanya dijerat hukum tanpa pengobatan mental, suatu saat jika ia bebas bisa saja kembali berulah. Saya juga bertindak sebagai walinya untuk meminta pihak rumah sakit melakukan penanganan intensif pada adik saya."

Petugas tersebut memijat keningnya, "Jadi tugas kami hanya mengawal tindakan pelaku saat akan dijemput oleh rumah sakit jiwa, benar?"

Sooyoung mengangguk perlahan.

Ini keputusannya, ia tidak ingin chaeyoung mendekap dipenjara. Akan lebih baik jika ia ditangani psikiater profesional sebelum mentalnya semakin jatuh pada kehancuran. Ia masih begitu sangat menyayangi adiknya, hanya ingin melakukan jalan terbaik untuknya, adiknya dan orang disekitarnya.

"Apa berlebihan jika kita membawa beberapa aparat untuk terlebih dahulu masuk kedalam rumah mereka sebelum pihak rumah sakit dan nona ini masuk?" tanya perlahan petugas didepan sooyoung pada rekannya.

"Kurasa tidak, ini demi keamanan juga."

Petugas itu kembali menghela nafasnya dan menatap pelapor yang duduk dihadapannya.

"Baiklah nona, kapan aparat akan mulai memberikan pengamanan?"











Minggu ke-7 setelah sooyoung melapor. Masih pada aktivitas yang sama, sooyoung memperhatikan dari jauh bagaimana Chaeyoung atau Taehyung atau bahkan Yerim bergantian mengajak pangeran kecil yang ia yakini adalah putranya berjalan-jalan ke taman.

VJOY : I DON'T NEED YOU [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang