Ceklek
Mendengar suara pintu kamarnya yang dibuka, Lisya langsung membuka mata. Gadis itu menoleh ke pintu, tempat dimana seseorang datang di malam yang nyaris larut seperti ini.
Lisya menatap Raja, orang yang berada di pintu kamarnya. Raja juga menatap Lisya. Mata keduanya saling beradu selama beberapa detik. Hingga akhirnya, Raja tiba-tiba berlari ke arah Lisya.
Raja memeluk tubuh ringkih adiknya dengan erat, sangat-sangat erat. Lisya bisa merasakan tubuh Raja yang bergetar hebat. Raja menangis. Lisya lantas melepaskan pisau kecil yang ada di tangannya. Pisau itu terjatuh ke lantai, dan Lisya berbalik memeluk Abangnya saat itu juga.
"Maafin gue, Sya. Maafin gue," isaknya dalam pelukan Lisya. "Gue gagal jadi Kakak yang baik buat lo," tambah lelaki itu dengan histeris.
Lisya kembali menangis. Gadis itu menenggelamkan kepalanya di dada Raja. Sudah lama ia tidak mendapat pelukan setulus itu.
"Maafin gue, Sya. Gue nyesel." Raja menangis, pemandangan yang jarang dilihat oleh orang lain.
Seseorang sekeras Raja menangis, artinya, lelaki itu sedang sangat sakit sekarang. Dan Lisya tidak tahu mengapa Raja bisa berubah dalam sekejap.
Siang tadi, Raja meminta dirinya untuk tidak memeluk Raja lagi. Tapi saat ini, lelaki itu yang memeluknya kuat. Lisya tidak peduli. Yang terpenting, Raja muncul di saat yang tepat. Niatnya untuk bunuh diri tertahan saat Raja datang.
"Kenapa lo nolongin gue waktu itu, padahal lo lagi sakit. Harusnya, lo biarin gue malem itu. Gue terlalu jahat sama lo, Sya." Yang Raja maksud alah kejadian malam itu, saat dirinya mabuk berat dan Lisya membawa dirinya pulang ke rumah.
Lisya menggeleng dalam pelukannya.
"Lo dihina di depan semua orang karena kesalahan gue. Kalo gue tau bakal kaya gini, gue gak bakal biarin cewek itu nyakitin lo. Lo baik, Sya. Gue gagal sebagai kakak." Raja terus saja menangis, begitu pula dengan Lisya.
Sungguh, Lisya tidak menyalahkan Raja atas apa yang terjadi. Tidak peduli seberapa buruk Raja di mata orang lain, Raja tetap Kakaknya, Kakak terbaik yang ia punya.
"Karena gue, hidup lo menderita," kata lelaki itu terisak sedu. "Pukul gue, Sya. Lo berhak marah sama gue."
Lisya menggeleng. Ia memeluk Raja semakin erat. Ia tak ingin marah. Percuma, semua itu tidak akan merubah masa lalunya.
Yang terpenting, sekarang ada Raja, keluarganya yang menjadi alasan untuk dirinya tetap hidup.
***
Kejadian beberapa hari yang lalu masih terasa seperti mimpi bagi Lisya. Membekas sempurna di otaknya. Bagaimana Raja tiba-tiba datang dan memeluknya dengan sayang, ia tak ingin melupakan malam itu seumur hidupnya.
Drrrtttt drrrtttt
Ponselnya bergetar panjang, pertanda seseorang meneleponnya. Gadis itu menoleh ke arah ponsel yang ia letakkan di atas kasur. Ia lantas bangkit, kemudian mengambil ponselnya.
Dilihatnya nomor yang tertera di layar. Ternyata, itu adalah panggilan dari Adyt. Ia mengabaikannya sampai panggilan itu berhenti dengan sendirinya. Ia ingin menjauhi Adyt, menjauhi orang-orang di luar sana. Sekarang, rumah telah menjadi tempat paling nyaman untuknya.
Ia melihat ada lebih dari 50 panggilan dari Adyt. Namun, ia tak mengangkatnya sekalipun.
"Sya, udah siap?" seru Raja dari balik pintu kamar Lisya. Lisya terhenyak. Ia menoleh ke arah pintu sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas slempang yang ia kenakan
KAMU SEDANG MEMBACA
Cactus Girl [END]
Jugendliteratur-Kita serasi, namun tak serasa- *** Lisya adalah satu dari segelintir orang dengan keterbatasan indra yang bisa masuk sekolah normal. Tapi sayang, dia dingin dan menusuk bagai tumbuhan hijau berduri yang disebut kaktus. Orang pikir, kaktus tak perna...