Barisan angka tersusun rapi di atas kertas. Lampu belajar yang tak terlalu benderang, disambut oleh tumpukan buku-buku dengan tugas yang perlu dikerjakan. Alat tulis telah berada di tangannya, namun belum kunjung ditorehkan di atas kertas untuk menulis jawaban.
Lisya, gadis itu tengah duduk di depan meja belajar sambil memegangi pulpen, sambil sesekali memutarnya dengan bosan. Ralat, bukan bosan, ia hanya tengah banyak pikiran. Ralat lagi, bukan banyak, hanya satu saja. Gean. Wajah tampan Gean seakan selalu berputar di kepalanya.
Buku sudah terbuka, menunggu tugas dikerjakan oleh tuannya. Namun tetap saja, wajah Lisya masih bad mood dan tidak bersemangat. Biasanya, ia akan sangat bersemangat saat mengerjakan tugas matematika, tapi kali ini tidak. Lisya itu seperti maniak matematika. Oh, itu berlebihan. Lisya hanyalah penyuka matematika biasa.
Drrttt
Ponselnya bergetar di atas meja. Ia mengambilnya, melihat bar notifikasi yang ada di layar kunci. Rupanya, itu chat dari Gean. Lisya cepat-cepat membukanya.
Geandra :)
Sya
Sorry
Gue gak bisa berangkat bareng
lo lagi mulai besokTerkejut, itu kesan pertama yang Lisya rasakan saat melihat pesan dari Gean. Kenapa lelaki itu tiba-tiba tak bisa menjemputnya? Untuk mendapat jawabannya, Lisya segera mengetik balasan.
Kenapa Ge?
Usai ia mengirim, pesannya langsung dibaca oleh Gean, status lelaki itu berubah menjadi 'mengetik'.
Gapapa, nanti lo juga tau kok
Lo gapapa kan berangkat sendiri?Aku gapapa
Tapi aku pulang nya masih sama
kamu kan?Tidak apa-apa? Tidak berangkat bersama Gean itu masalah besar bagi Lisya. Tapi, sudahlah. Ia tak bisa menolak.
Iya sya. Gue pulang bareng lo
Thanks
Dan Gean hanya me-read pesannya. Lisya tahu, Gean tak terlalu suka bermain ponsel. Buktinya, setelah Lisya mengirim ucapan terima kasih, lelaki itu langsung offline.
Tiba-tiba, ia terpikir surat yang ia terima beberapa hari yang lalu. Ia masih menyimpannya, dengan rasa penasaran yang memuncak. Hatinya mengatakan itu Gean, karena di surat itu tertera huruf G.
Lisya segera mengambil dan mengobrak-abrik tasnya, mencari surat berwarna hijau yang sengaja ia selipkan di dalam novel agar tidak hilang. Setelah menemukannya, Lisya membuka kembali surat itu. Tulisannya masih sama seperti dulu.
Gadis itu terpikir untuk membalas surat tersebut, tapi ia tak yakin akan dibaca oleh lelaki yang katanya menyukainya itu. Buktinya, sudah sejak beberapa hari yang lalu, sama sekali tak ada surat di lacinya. Maksudnya, hanya surat berwarna hijau itulah, yang menjadi surat pertama dan terakhir untuknya hingga saat ini.
Ah, Lisya pusing. Balas atau tidak. Balas atau tidak.
Gadis itu menatap ponselnya, hendak melihat jam. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat jam yang terpampang di ponselnya. Ternyata ini sudah lewat pukul 9 malam, namun ia belum mengerjakan satu tugas pun.
Lisya segera mengambil pulpen dan mulai mengerjakan tugas satu persatu. Sampai dalam keterburu-buruannya itu, ia tak sadar, surat dari pengagum rahasianya terjatuh ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cactus Girl [END]
Roman pour Adolescents-Kita serasi, namun tak serasa- *** Lisya adalah satu dari segelintir orang dengan keterbatasan indra yang bisa masuk sekolah normal. Tapi sayang, dia dingin dan menusuk bagai tumbuhan hijau berduri yang disebut kaktus. Orang pikir, kaktus tak perna...