28. Tentang Aku dan Kamu yang Belum Sempat Menjadi Kita

152 24 4
                                    

Pintu kulkas terbuka ketika Lisya perlahan membukanya. Gadis itu celingukan menatap seisi lemari pendingin itu. Setelah menemukan minuman yang ia cari, Lisya kembali menutupnya.

Gadis itu beralih membuka lemari kaca di sampingnya. Ia mengambil satu bungkus makanan ringan dari sana. Ia membuka bungkusnya untuk merasakan sedikit makanan itu.

Usai lidahnya mencicipi, ia tersenyum puas. Enak, batinnya berkomentar. Setelahnya, ia menutup pintu lemari dan membawa camilannya keluar dari ruang makan.

Siang ini cukup panas. Ia lebih memilih untuk tetap berada di dalam rumah. Lagi pula, ada banyak makanan di rumahnya. Namun, meski begitu, ini terasa sangat membosankan. Orang tuanya pergi, Abangnya juga entah dimana.

Sekarang, Lisya berjalan menuju kamar. Gadis itu membuka pintu kamarnya, kemudian masuk tanpa menutup kembali pintu itu.

Baru beberapa langkah Lisya masuk ke kamarnya, seseorang tiba-tiba datang, lewat di samping Lisya tanpa permisi, dan menjatuhkan diri di kasur besar milik Lisya. Lisya terkejut dibuatnya. Ia menghela napas, kemudian menatap orang itu kesal.

"Ahh, kasur lo adem banget," ucap Raja setelah mengambil napas panjang dan menghembuskannya. Sama sekali tak ada tampang bersalah setelah mengagetkan Lisya barusan.

"Kamar lo nyaman banget ternyata," ucap Raja. Lelaki itu tidur telentang sambil merentangkan kedua tangannya di atas kasur.

Main nyelonong masuk kamar orang, terus tidur di kasur orang. Untung abang gue lo, batin Lisya menahan kesal.

"Kita tukeran kamar enak kali, ya." Raja terkekeh. Lisya mengerucutkan bibirnya sebal.

"Hehe, engga. Gue bercanda doang."

Raja menggeser tubuhnya sedikit ke pinggir hingga menyisakan tempat. Raja menepuk tempat di sebelahnya itu sambil menatap Lisya. "Tidur sini," ucapnya.

Lisya menggeleng.

"Oh, yaudah. Berarti lo tidur di luar," balas Raja santai. Lisya membulatkan matanya kaget. Ingin rasanya ia melempar kaleng minuman yang masih penuh di tangannya pada Raja.

"Gue hitung sampe 3, kalo lo gak tidur di sini gu—"

Dengan gerakan secepat kilat, Lisya meletakkan camilannya di meja, kemudian merebahkan dirinya di dekat Raja. Gadis itu tidur menggunakan tangan Raja sebagai bantalnya.

"Nah, kalo nurut, kan, enak. Sekarang, pijitin kepala gue."

Spontan Lisya menyentil jidat Raja. Raja mengaduh kesakitan sambil memegangi jidatnya yang menjadi sasaran Lisya.

"Gue bercanda doang. Tega banget lo sama abang sendiri," ucap Raja protes.

Gak sadar lo dulu gimana ke gue? batin Lisya kesal. Eh, Astaghfirullah. Gadis itu beristighfar usai mengingat kesalahan yang dilakukan Raja dulu. Hal itu tidak pantas diingat sekarang.

Lisya dan Raja menghela napas bersamaan. Mereka berdua memandang langit-langit kamar.

"Lo gimana sama Gean?" tanya Raja tiba-tiba. Lisya terdiam, gadis itu lupa bahwa ia masih punya hutang jawaban pada Gean.

"Lo jauh dari Gean karena gue, ya? Gue minta maaf."

Lisya menolehkan kepalanya ke Raja. Merasa Lisya menatap dirinya, Raja juga menolehkan kepala, menatap sang adik penuh tanya.

Lisya menggeleng sambil tersenyum.

"Jangan bohong. Gue tau, kok, Gean udah punya cewek."

Gue juga tau, Bang.

Cactus Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang