20. Pada Akhirnya, Harus Ada Hati yang Terluka

95 20 3
                                    

Waktu berjalan sedemikian rupa, melalap satu persatu manusia yang tersisa. Tak terasa, tahun baru hampir tiba. Hanya tinggal sehari lagi. Lisya hanya berharap tahun ini cepat berlalu bersama mimpi buruk yang kian hari kian menyiksanya.

Di tahun berikutnya, Lisya hanya ingin bahagia. Ia ingin Gean menjadi miliknya, bukan milik Anya. Terdengar egois, tapi itu nyatanya. Lisya ingin egois untuk kali ini saja. Kali ini, Lisya akan menjadi tokoh antagonisnya.

Lisya menguatkan langkah keluar dari rumah mewahnya. Siang ini, ia pergi ke rumah Gean dengan sebuah alasan. Semoga saja Gean ada di rumah.

"Mau kemana lo?" Pertanyaan itu sontak membuat Lisya terlonjak kaget. Ia langsung berhenti di tempat saat Raja tiba-tiba berdiri di hadapannya. Entah dari mana lelaki itu.

"Pasti ke rumah Gean. Iya, kan?" tanya Raja lagi.

Lisya mengangguk kaku. Salah satu tangannya bergerak pelan ke belakang tubuh. Ia berusaha menyembunyikan kertas yang ada di genggamannya.

"Masih berani lo deketin Gean? Katanya, Gean udah punya cewek. Kok, lo masih gatelin dia?" Raja melipat kedua tangannya di depan dada dengan sinis.

Lisya tertunduk sambil menggigit bibir. Ia tahu Gean sudah memiliki Anya, ia tahu itu. Sayangnya, sangat sulit untuk jauh dari Gean.

"Lo aja udah jadi parasit di keluarga ini, jangan sampe lo juga jadi parasi  di hubungan orang lain. Sampah banget!" Raja menekan seluruh kata-katanya. Ia tak henti-hentinya membuat mental Lisya menjadi down.

Lisya mengangkat kedua sudut bibirnya, berusaha tersenyum dengan ikhlas. Ia menggelengkan kepala, seakan berkata tidak. Maksudnya, ia tak akan menjadi pengganggu di hubungan Gean dengan Anya. Mungkin.

"Baguslah, sadar diri itu penting." Raja melanjutkan ucapannya. Lisya tersenyum lebih lebar lagi.

Raja pun melangkah, beranjak dari tempatnya. Saat Raja lewat di samping Lisya, cepat-cepat Lisya menyatukan dan mengedepankan kedua tangannya. Sebisa mungkin ia menyembunyikan kertas tersebut supaya Raja tidak membacanya. Ia hanya tak ingin Gean mengejeknya lagi karena dirinya masih 'menggoda' Gean.

Lisya pun melanjutkan langkahnya keluar dari gerbang rumah. Ia berbelok ke kiri menuju rumah Gean. Setelah berjalan beberapa langkah, akhirnya Lisya sampai di tempat yang ia tuju, kediaman Gean. Gadis itu menekan bel yang terpasang di dekat gerbang. Rumah Gean tak memiliki penjaga atau satpam, tidak seperti rumahnya yang memiliki banyak pekerja.

Ukuran rumah Lisya dan Gean tak jauh beda. Hanya saja, rumah Gean memiliki Grace, kakak perempuan yang rajin dan perfeksionis. Rumah Gean selalu bersih dan rapi setiap hari meskipun tanpa asisten rumah tangga. Rumah Gean itu sangat tenang dan nyaman, itulah alasan Lisya suka berlama-lama di dalam rumah Gean.

Kembali pada tujuan Lisya, sekali ia membunyikan bel rumah, namun tetap sama. Tak ada jawaban sama sekali, padahal pintu rumah itu terbuka lebar. Lisya menekan bel lagi, ini yang ketiga kali. Beruntung, selang beberapa detik, seorang lelaki keluar dari rumah tersebut. Gean. Lelaki berpakaian rapi itu menghampiri Lisya.

Lisya menatap mata Gean dengan intens. Gean pun begitu. Kontak mata mereka seakan mengisyaratkan sesuatu yang bahkan sama sekali tak dimengerti oleh mereka berdua. Kedua mata itu sudah lama tak bertatapan lebih dari 5 detik lamanya.

Memang begitu kenyataannya. Sejak Gean berpacaran dengan Anya, Lisya semakin jarang bertemu dengan Gean. Lisya berangkat dan pulang sendiri, sebab Gean selalu mengantar Anya. Lisya tidak rela berbagi. Hampir seluruh perhatian Gean hanya tertuju pada Anya.

"E-eh, Sya. Kenapa ... lo di sini? Ada yang mau lo omongin?" tanya Gean pada Lisya. Lelaki itu menjadi gugup setelah menatap mata Lisya terlalu lama. Lisya mengangguk menanggapi.

Cactus Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang