13. Takdir Tidak Mungkin Salah Jalan

104 20 1
                                    

Dengan kaki yang hampir tak kuat untuk berjalan, gadis itu turun dari sebuah taksi. Dipaksa untuk tetap tersadar meski kepalanya seperti ingin pecah. Ia memegangi kepala bagian belakangnya pelan untuk mengurangi rasa sakit.

Gadis dengan perban di kepala itu berjalan memasuki tempat penuh dosa. Club. Ini adalah pertama kalinya Lisya datang kemari. Orang-orang lalu lalang, menatap Lisya dengan aneh. Saat dirinya masuk, aroma minuman beralkohol langsung menusuk hidungnya, tak lupa dengan suara dentuman musik yang hampir memecahkan telinga. Jangan lupakan lampu berwarna biru dan merah yang dominan di sana membuat mata sangat sakit.

Lisya tak kuat untuk masuk, sungguh. Gadis itu berpegangan pada sisi pintu untuk beberapa saat. Ia merasa tidak baik-baik saja sekarang. Abang lo di dalem, Sya. Gadis itu menyemangati dirinya sendiri dalam batin.

Tiba-tiba, Lisya berasa seseorang memegangnya. Gadis itu menoleh dengan pelan. Seorang pemuda dengan wajah bernafsu sedang membelainya dengan lembut. Ia menyentaknya dengan keras, lalu berjalan lagi, memasuki tempat laknat ini lebih dalam.

Ini cukup buruk. Semua orang menatapnya. Laki-laki, perempuan. Ia risih ditatap seperti itu. Meskipun pakaian yang ia kenakan tidak terbuka, tetap saja ia merasa seperti dilecehkan di tempat ini. Gadis itu bersumpah tak akan menginjakkan kakinya di sini lagi—dengan pengecualian, Raja adalah alasannya.

Samar, ia melihat Raja yang tengah dipegangi oleh dua orang lelaki lain, mungkin teman Raja. Ia langsung menghampiri Raja.

"Lo adiknya, kan? Bawa ni anak pulang! Udah teler, nyusahin!" ucap salah seorang yang memegangi tangan Raja dengan sinis.

Lisya hanya mengangguk, lalu menarik Raja supaya mendekat ke arahnya. Sekuat tenaga ia membopong tubuh Raja keluar dari club sendirian. Tidak ada yang membantu. Di tempat seperti itu, siapa yang peduli? Tidak ada. Di tempat itu, uang dan kepuasan adalah hal yang utama. Berkedok mencari uang dan pelampiasan. Dunia adalah segalanya bagi mereka.

Menjijikkan.

Susah payah Lisya membawa Raja yang mabuk dan kehilangan kesadaran. Lelaki itu mengoceh dan tertawa sendiri. Berjalan sempoyongan, membuat Lisya kesulitan.

"Grace punya gue! Kenapa lo ambil, dasar setan!" ucap Raja tak karuan. "Gak laku lo, hah?"

Lisya pikir, Raja sedang patah hati saat ini. Lelaki itu mencengkram bahunya dengan kuat. Tanpa sengaja, lelaki itu juga menjambak rambutnya. Nyeri seketika menjalar di kepala, akar rambut itu terletak di dekat lukanya sehingga terasa sangat perih. Lisya ingin menjerit kesakitan, tapi ia tidak bisa. Ia hanya bisa menangis tanpa suara, sambil terus membopong Raja masuk ke dalam taksi.

***

Kini, mereka berdua sudah berada di rumah. Dibantu satpam, Lisya berhasil membawa Raja ke kamar lelaki itu. Bau alkohol menyeruak, Lisya ingin pingsan saat ini. Lisya menyalakan lampu kamar, kemudian kembali duduk di dekat Raja yang saat ini sedang duduk di tempat tidur. Raja masih mengigau. Pasti lelaki itu sedang patah sepatah-patahnya sehingga memilih untuk meminum terlalu banyak alkohol.

Tak lama, seorang asisten rumah tangga bernama Bi Sasti masuk ke dalam kamar Raja sambil membawakan segelas susu putih. Bi Sasti meletakkannya di atas nakas.

"Bibi bantu jagain, ya, Non?" tanya Bi Sasti pada Lisya. Lisya menggeleng sambil tersenyum.

"Kalo gitu, bilang ke Bibi kalo Non butuh apa-apa. Non jangan lupa istirahat. Kan, Non juga lagi sakit," ucap Bi Sasti penuh perhatian. Lisya lagi-lagi membalasnya dengan anggukan dan senyuman.

"Bibi permisi dulu." Setelahnya, Bi Sasti keluar dari kamar Raja.

Tersisalah Lisya dan Raja di ruangan ini. Gadis itu mengambil segelas susu dari Bi Sasti, lalu meminumkannya pada Raja untuk menetralkan efek alkohol. Raja yang duduk sambil bersandar di sisi ranjang itu meminumnya hingga setengah gelas.

Cactus Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang