Epilog

207 29 13
                                    

Dingin angin malam ini membuat bulu kuduk siapa saja berdiri, merinding. Lampu dari gedung-gedung pencakar langit turut membantu bulan dan bintang menerangi malam. Selain itu, juga lampu dari kendaraan bermotor yang melintas di jalanan.

Salah satu dari banyaknya kendaraan di sana adalah milik Raja. Lelaki itu berada di atas motor bersama adiknya. Untuk orang-orang yang tidak tahu, mereka akan menganggap Raja dan Lisya sebagai sepasang kekasih. Nyatanya, mereka adalah saudara kandung.

Tak lama kemudian, motor Raja berhenti di depan sebuah cafe, cafe yang tak jauh dari sekolah Lisya. Usai motor itu berhenti, Lisya turun seraya merapikan rambutnya yang berantakan karena tertiup angin.

Raja juga turun sembari melepas helmnya. Ia mengangkat tangan, melihat arloji yang melingkar di pergelangannya. Jam 7 malam lebih.

"Gue temenin lo sampe orangnya dateng, ya?" tanya Raja khawatir. Pasalnya, ia tak tega meninggalkan Lisya di sini sendiri. Bukan benar-benar sendiri, ada banyak orang lalu lalang dan keluar masuk cafe. Tapi tetap saja, ia cemas akan terjadi apa-apa pada Lisya.

Lisya menggeleng.

"Emang lo gak takut diculik dedemit? Atau digodain om pedo gitu?" Raja bertanya, sekaligus menakut-nakuti Lisya.

Lisya menggeleng sekali lagi, lebih kuat.

"Gue gak tau balik jam berapa, tapi gue usahain pulang cepet biar bisa jemput lo."

Kini Lisya mengangguk. Raja bilang, ia akan menghadiri pesta pernikahan teman kampusnya. Hal itu bisa dilihat dari setelan formal yang dikenakan Raja saat ini.

"Tapi, kalo gue belum di sini jam 9 malem, lo harus pulang. Naik taksi atau hubungin gue, biar gue pesenin ojol. Jangan main kemana-mana, gue gak mau lo kenapa-kenapa. Kalo ada apa-apa langsung hubungin gue. Ngerti?"

Lisya refleks mengangkat tangannya dan menempelkannya di dahi, memberi hormat, pertanda menuruti perkataan Raja.

Melihat respon Lisya yang tampak menggemaskan di matanya, Raja mencubit pipi Lisya. Bukannya senang mendapat perlakuan seperti itu, Lisya justru memukul tangan Raja.

"Jangan mukul-mukul mulu kenapa, sih?" tanya Raja kesal.

Lisya lantas melakukan hal yang sama yang Raja lakukan padanya. Gadis itu mencubit pipi Raja pelan.

"Gini, dong. Kan niat gue buat nyantet lo jadi berkurang."

Plak

***

Tok tok tok

"Galih." Seorang wanita paruh baya berseru di depan pintu kamar Adyt. Siapa lagi kalau bukan Bunda, ibu kandung dari si pemilik kamar.

Terdengar suara pintu terbuka. Adyt muncul dari dalam kamar tak lama setelahnya.

"Nahh, keliatan juga batang hidungnya. Dari tadi kamu di kamar terus, keluar cuma buat salat sama mandi. Kamu belum makan, kan? Ayo makan dulu," ucap Bunda pada Adyt.

"Males, Bun. Galih ngantuk, mau tidur," ucap lelaki itu. Ia menguap pura-pura, seakan dirinya mengantuk.

"Jam segini, kok, tidur. Liat, tuh, adik-adik kamu pada belajar."

"Galih lagi males belajar, Bundaaa!"

"Males atau karena kamu lagi ada masalah?" tanya Bunda.

"Galih gak punya masalah."

"Halah, kaya Bunda gak tau aja kamu lagi galau."

"E-enggak. G-gak ada galau-galau. Galih cuma kecapekan. Udah, Galih mau tidur." Adyt mendadak gugup. Ia memundurkan langkah, berniat menutup pintu kamarnya.

Cactus Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang