17. Pengagum yang Tak Lagi Rahasia

114 22 5
                                    

Lisya memasuki kelas dengan tampang datarnya. Kurang lebih 15 menit lagi bel masuk akan berbunyi. Gadis itu terlihat baik-baik saja. Maksudnya, seorang gadis SMA beberapa hari yang lalu terjatuh ke sungai. Semua bisa mendengar suara nyaring saat kepala Lisya menyentuh batu. Dan lihatlah sekarang, Lisya tidak tampak seperti orang sakit. Mengenakan perban di kepala saja tidak.

Saat ini, Lisya mendudukkan diri di kursinya sendiri. Kelas sudah ramai, hanya beberapa yang belum datang. Seperti biasanya, Anya menyapa penuh semangat. Aura positif selalu terpancar di wajah gadis berkaca mata itu setiap hari, meski ia sering menjadi sasaran bullying.

"Pagi, Sya. Gimana kabar lo? Baik-baik aja, kan?" tanya Anya beruntun. Lisya tersenyum seraya mengangguk pelan pada Anya.

"Emm. Oh, ya!" Anya merogoh laci mejanya. "Ada titipan buat lo. Katanya, suruh minum sampe abis biar cepet sembuh," katanya sembari memberikan susu kotak rasa coklat pada Lisya.

Lisya mengambil susu itu dari tangan Anya. Mungkin dari Gean. Ia membatin sekaligus berharap.

"Dari cowok itu, yang duduk di pojok. Itu pacar lo, yaa? Ciee, udah punya pacar. Kok, lo gak bilang ke gue, sih? Gue kan pengen minta traktiran." Anya menunjuk seorang lelaki yang duduk sederet dengannya, di deret paling belakang. Setelahnya, Anya tertawa geli karena menggoda Lisya.

Namun, yang ia dapat bukanlah wajah merah merona karena malu, melainkan wajah yang merah padam. Anya merasa gugup seketika. "M-maaf, gue gak bakal minta traktiran ke lo, kok. Gue cuma bercanda," kata gadis itu sambil tertunduk. Ia merasa salah bicara, ia jadi tak enak pada Lisya.

Ditambah Lisya tiba-tiba menyahut susu kotak yang masih ia genggam di tangannya. Anya terkejut seketika. Gadis itu mendongakkan kepala, melihat Lisya yang beranjak dari kursinya. Lisya berjalan keluar kelas, entah apa yang dilakukan gadis itu.

Di luar, tepatnya di depan teras kelas, Lisya melempar susu kotak itu ke tempat sampah, membuangnya tanpa rasa bersalah. Lisya memang sengaja melakukan hal tersebut. Lelaki itu sok care padanya, padahal jelas-jelas ia terganggu dengan kehadiran lelaki itu.

Selesai, gadis itu hendak kembali ke kelas. Saat berbalik, Lisya tiba-tiba terlonjak kaget. Ternyata, di belakangnya berdiri sosok lelaki, ia menatap Lisya dengan kosong.

"Kenapa dibuang? Kalo gak suka, tinggal kasih ke Anya atau balikin aja," ucap Adyt, sosok yang memberi susu kotak pada Lisya barusan. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, pemberiannya dilempar ke tempat sampah begitu saja.

"Gue gak marah. Cuma, mubadzir aja. Lo, kan, tau. Gak semua orang bisa beli susu coklat," sambung Adyt. Lisya merotasi bola matanya malas.

Gadis itu melangkah ke kiri, hendak pergi dari tempat itu. Namun, Adyt justru melangkah ke kanan, sehingga menghalangi jalan Lisya. Saat Lisya ke kanan, Adyt ke kiri. Begitu seterusnya. Lisya mulai jengah, ia mendorong tubuh Adyt keras, membuat lelaki itu mundur beberapa langkah.

Lisya lantas berjalan menuju ke kelas, meninggalkan Adyt yang masih tergugu di tempatnya. Bukannya Lisya tidak ingin balas budi atas apa yang dilakukan Adyt kemarin. Ia hanya merasa, itu hal biasa. Tak ada yang perlu dibalas atau dibahas lagi pasal kejadian kemarin. Ia tak peduli, sekalipun Adyt mengemis terima kasih padanya.

***

Bunyi nyaring bel istirahat menghentikan kegiatan belajar mengajar untuk sejenak. Seorang guru usai keluar dari kelas XI IPA 3. Tandanya, kelas itu akan ramai sebab jam istirahat telah tiba.

Di dalam kelas, Lisya membereskan buku pelajarannya. Bersamaan dengan itu, Anya mengajaknya pergi ke kantin untuk makan siang.

"Sya, makan, yok. Gue laper," tawar Anya. Lisya menggeleng tegas. Gadis itu lantas bangkit dari duduknya, lalu melangkah keluar kelas.

Cactus Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang