2nd Fragment

26 3 0
                                    

Gadis itu perlahan menggerakkan kelopak matanya seiring dengan kesadarannya kembali. Arisa berangsur-angsur merasakan konstraksi otot di berbagai bagian tubuhnya . Terbangun dari kasur yang lembut sempat membuatnya tidak bisa mengingat fakta dengan cepat. Pandangannya menyisir ke seluruh ruangan sembari kepalanya terus berputar mengingat-ingat apa yang telah terjadi.

"Betul juga. Aku sedang berada di masa lalu," racaunya dengan suara parau yang disusul menguap lebar.

Arisa berjalan mendekati cermin di kamarnya dengan gontai. Ia memerhatikan wujudnya yang muncul di permukaan kaca itu—mengenakan piyama, rambut kecoklatan yang berantakan dan fisik yang masih sempurna. Tak lupa sebuah jepit rambut berbentuk cone ice cream bertengger di kepalanya.

"Bagus. Lalu, sekarang..."

Sebuah sentuhan pada cincin komunikasi yang ia kenakan mengaktifkan layar hologram yang muncul di atas tangan kirinya. Arisa membuka file-file yang relevan dengan menggunakan tangan yang lain dan menampilkan informasi yang dicarinya.

Catatan masa lalu.

"Jika kita lihat di sini, Arisa adalah seorang gadis pelajar yang hidup di suatu keluarga, maka seharusnya orang-orang di keluarga ini akan memperlakukanku sebagaimana anak mereka sendiri."

Sang gadis membaca kepingan informasi itu sembari kakinya yang menjinjit dan bergerak-gerak kecil. Setiap profil yang seharusnya telah ia pahami sebelum keberangkatan ini dibacanya beberapa kali lagi.

"Ayahnya bernama Zebulun Tanjung. Kalau ibu namanya Sasmita Tanjung. Lalu, aku juga punya adik kecil namanya Tirto Tanjung yang berbeda tujuh tahun denganku. Begitu, begitu..."

Pertanyaan retoris terlontarkan saat ia menekan cincin informasinya untuk mematikan seluruh hologram yang muncul. Setelah memantapkan diri, Arisa membuka kunci pintu kamarnya dan melangkah keluar.

Sesuai dengan apa yang seperti gadis ini lihat sebelumnya di proyeksi tiga dimensi saat di masa depan, kamarnya terletak di lantai dua yang terhubung ke dua kamar lainnya. Seingat Arisa, salah satu kamar itu milik adik masa lalunya. Sedangkan untuk kamar yang satu lagi masih kosong.

Tapi, yang terpenting bukan itu sekarang. Arisa harus mempersiapkan diri untuk bertemu seseorang yang asing sebagai keluarganya selama ia berada di masa lalu.

Memperlakukan orang asing sebagai orang terdekat atas nama keluarga adalah hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.

Saat ia turun ke lantai satu, pemandangan yang langka menyambutnya tanpa aba-aba terlebih dahulu. Sosok ibu yang tengah menyiapkan sarapan menyadari seseorang telah turun dari lantai dua. Beliau tersenyum dan melihat Arisa dengan begitu ramah—tatapan yang jarang ada di memori sang gadis.

"Kamu sudah bangun rupanya. Ayo lekas sarapan."

"Iya," jawabnya singkat. Arisa memerhatikan penuh setiap gerakannya saat menuruti permintaan beliau, duduk di sebuah kursi dan menyapukan pandangan ke seisi rumah dengan mata kepala sendiri.

Rasanya aneh jika seseorang yang baru saja kutemui mengajakku sarapan seperti ini, batinnya.

Arisa melihat sekilas interior rumah. Sesuai dengan tampilan tiga dimensi yang dilihatnya di masa depan, rumah terlihat terbelakang jika dibandingkan dengan hunian di masa depan. Perabot-perabotannya bisa terhitung kuno bagi Arisa karena belum secanggih apa yang ia punya di rumah.

Si gadis mendapati sang adik duduk di seberang kursinya. Tatapannya terlihat masih mengantuk. Kadang-kadang, adik kecil itu meletakkan wajahnya di meja makan.

"Nah, sarapan sudah siap," ujar sang ibu sambil meletakkan sepiring roti dan telur mata sapi sebagai pelengkap di meja. Arisa memerhatikan saja bagaimana sosok perempuan itu mempersiapkan sarapan dengan begitu penasaran.

Es Krim Untuk BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang