11th Fragment

5 1 0
                                    

"Tak kusangka jika kita berdua mengalami penderitaan yang sama. Ternyata ada hal yang berada di luar dugaan, ya?" Arisa membuka pembicaraan seusai ia menikmati es krim keduanya.

"I-Iya. Betul juga. Aku kira semua hal teknis telah direncanakan dan diuji dengan baik melalui perjalanan percobaan yang diklaim oleh para ilmuwan. Ternyata masih ada saja masalahnya." Rio berusaha menanggapi dengan casual.

"Kesalahan tidak bisa dielakkan. Karena kita manusia."

"Aku setuju."

"..."

"..."

Gawat. Sebaiknya membicarakan apa lagi, ya?

Rio sedikit panik. Apalagi ketika ia memerhatikan Arisa yang memainkan sendok es krimnya sampai menimbulkan bunyi-bunyian kecil. Lelaki itu menduganya jika sang pujaan hati tentu bosan dan pasti akan beranjak sebentar lagi!

Sebentar, bukankah itu malah bagus? Aku tadi berpikir kalau aku masih belum siap untuk menerima jawaban dari Arisa. Jadi, lebih baik buat dia bosan dan kita bisa bertemu kapan-kapan ketika hatiku sudah siap?

Tidak! Memangnya kapan lagi kita bisa bertemu, jangan sok kau, Rio! Sebagai laki-laki, aku harus menghadapi semuanya dan tak pernah kabur!

Saat ia tengah bergulat dengan pikirannya sendiri, Rio menyadari bahwa ada dua buah tas belanjaan yang diletakkan di atas kursi kosong. Rupanya ia juga baru ingat jika Arisa membawa barang belanjaannya ketika gadis itu bertemu dengan dirinya dan Valerie. Rio benar-benar lupa karena diskusi mengenai catatan masa lalu tadi cukup penting dan serius.

"Arisa, sebelumnya kita bertemu ketika kamu membawa dua buah tas barang. Memangnya sedang belanja bulanan?" tanya Rio penasaran.

"Ah, ini," Arisa menarik dan meletakkannya kedua tas itu di atas meja sekarang, "aku membeli beberapa perlangkapan yang kubutuhkan. Seperti pakaian gadis kecil, sepatu yang lucu serta perlengkapan lainnya. Kebanyakan pakaian untuk gadis kecil."

Rio menaikkan salah satu alisnya.

"Untuk adikmu? Kamu punya adik perempuan di masa ini?"

"Betul. Barusan saja."

"Barusan? Apakah dikarenakan catatan masa lalu-mu bermasalah?"

"Bukan. Aku mengadopsi dia dan mengajaknya hidup bersamaku daripada hidup di bendungan."

"Tunggu sebentar. Mengadopsi?" Rio memastikan.

Arisa tersenyum begitu lebar. "Yup! Aku pikir, tidur di rumahku jauh lebih baik daripada tidur sendirian di atas bendungan kota ini."

Menolong, ya...

Pikiran Rio terbang ke masa ketika gadis yang di hadapannya ini berlari menyusul dirinya yang lari ke perbatasan zona aman. Arisa menolong dan meminjami Rio kecil alat bantu bernafas dan membawanya keluar dari tempat berbahaya itu.

Benar-benar Arisa sekali, ya. Karena itu, aku jatuh cinta dengan gadis yang berada di depanku sekarang.

"Aku cuma memastikan. Apakah menolong anak itu adalah salah satu caramu untuk berkontribusi terhadap misi kita sebagai sukarelawan dari masa depan?"

"Tentu saja tidak. Aku melakukannya karena memang aku ingin melakukannya. Lagipula, anak itu juga setuju dan mau ikut denganku. Berarti, tidak ada masalah," ungkap si gadis es krim lugas.

Rio tertawa kecil. "Semoga beruntung merawat anak itu. Kamu yang mengadopsi, jadi kamu yang harus bertanggung jawab, kan?"

"Tidak masalah."

Es Krim Untuk BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang