Kala itu langit berwarna biru keabu-abuan tanpa awan, merupakan cukup cerah bagi warga kota di masa depan. Tidak ditemui awan di langit karena cangkupan kubah oksigen yang digunakan untuk kota ini tidak setinggi sampai titik batas ketinggian pembentukan awan. Jika ditemui terdapat pembentukan kapas-kapas langit sedikit saja, itu sudah cukup menimbulkan kehebohan dan postingan terkait awan di Ringnet.
Beberapa orang terlihat sibuk berlalu lalang menyusuri jalan di dekat gedung-gedung bertingkat. Proporsi gedung itu memiliki bentuk yang bermacam-macam dan cukup kompleks, seperti perpaduan dua atau tiga gaya arsitektur yang dilebur menjadi satu. Bertumpuk-tumpuk menjadi sebuah kesatuan bertingkat yang seimbang dan terdapat banyak orang di dalamnya.
—sebuah area pertokoan. Masing-masing tempat sibuk dengan bisnisnya sendiri.
Bocah cilik itu tengah berjalan menyusuri jalan pertokoan yang ramai, melewati beberapa vegetasi yang melayang-layang dan tampilan hologram untuk promosi produk yang begitu banyak. Ia sama sekali tak menggubris itu semua dan tetap melangkah menuju ke suatu tempat.
Melihat penampilannya yang menggunakan tas ransel berwarna kuning dan mengenakan topi khas, seseorang bisa langsung mengatakan bahwa bocah ini adalah seorang pelajar.
Arisa kecil berniat untuk berjalan pulang sampai kemudian mendapati sosok yang ia kenal kala itu. Bocah laki-laki yang berlari sampai menabrak seseorang, meminta maaf dengan suara tangisan dan kembali berlari.
"Itu Rio, kalau tidak salah ingat."
Bocah itu turun menuju ke terminal bawah tanah di mana orang-orang biasa naik kendaraan umum. Namun, seingat Arisa, terminal bawah tanah ini untuk jalur yang menjauhi pusat kota, menuju pinggir wilayah yang notabene bukan tempat yang ramah untuk anak-anak.
Saat gadis kecil itu mencari-cari kemana teman sekelasnya itu berlari, ia melihat Rio yang menaiki salah satu bus bawah tanah dengan begitu cepat. Arisa tahu kalau ia tidak akan sempat bisa menyusulnya, sehingga ia segera naik ke bus lain dengan arah tujuan yang sama.
Perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit. Ini juga perjalanan Arisa pertama yang menuju ke wilayah pinggir kota—perbatasan zona aman. Manik gadis itu menyisir ke tempat bus yang ia tumpangi untuk mengisi rasa penasarannya. Beberapa orang dewasa yang berdiri dengan bertumpu satu tangan karena kursi yang tersedia sudah penuh. Arisa sendiri mampu berdiri tanpa perlu bersandar pada apapun.
Tak lama kemudian, bus bawah tanah telah tiba di salah satu terminal tujuan. Arisa tak yakin jika Rio turun di tempat ini, tetapi ia tetap turun dengan perlahan agar tidak terjungkal di antara orang-orang lain yang ikut turun serta.
"Apakah Rio turun di sini?"
Arisa sadar akan sosok yang cukup familiar baginya. Rio kecil masih terus berlari meninggalkan terminal bawah tanah dan naik menuju permukaannya, yang kemudian diikuti oleh gadis cilik itu. Arisa sadar betul bahwa temannya itu masih saja menangis, mengeluarkan perasaan sedih dari dalam hatinya terus menerus sampai-sampai beberapa orang sempat menoleh ketika Rio berlari di sampingnya.
Bocah cilik itu terus berlari disusul oleh Arisa di belakangnya. Rio tampak masih belum sadar bahwa ada orang lain pula yang mengejarnya sedari tadi. Ia hanya berlari dan terus berlari, menyusup masuk ke dalam sela-sela bangunan tanpa peduli dengan apapun.
"Rio! Hey, Rio!" teriak Arisa.
Rupanya bocah kecil itu tak mendengar dan terus berlari mengindahkan panggilan Arisa dari belakang. Hal ini tak membuat gadis itu terpengaruh dan terus mengejarnya.
Sampai Arisa sadar bahwa mereka akan mendatangi wilayah dengan bangunan-bangunan rusak serta tidak terawat di kanan kiri. Jalan setapak pun sangat tidak diperhatikan sehingga terlihat bobrok dan berbahaya—perbatasan zona aman. Zona ini dijauhi oleh kebanyakan warga kota zona aman karena tempat ini adalah ujung dari pelindung oksigen bagi tempat tinggal yang layak. Sehingga, siapapun pasti paham jika tempat ini memiliki sedikit kadar oksigen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Krim Untuk Bumi
Science FictionBumi sudah di ujung tanduk. Berkat keserakahan manusia, planet hunian ini sudah tak layak ditinggali. Untuk tetap bertahan, manusia harus mencari jalan keluar meski hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Maka, diambillah keputusan untuk mengirim rib...