18th Fragment

2 0 0
                                    

Hujan turun merata di kota Tantoris malam ini. Namun, cuaca ini tidak mencegah Arisa untuk pergi ke restoran keluarga. Ibu tiba-tiba tidak ingin masak untuk hari ini sehingga semua memutuskan untuk makan di luar. Hitung-hitung juga mengganti suasana dan tidak ada yang keberatan.

Tak lama kemudian, mobil sederhana keluarga Tanjung melaju menerobos hujan dengan santai. Ayah mengemudi ditemani Ibu di kursi penumpang depan, sisanya di belakang. Tidak membutuhkan waktu lebih dari dua puluh menit, mereka tiba di salah satu restoran keluarga yang cukup terkenal di kota ini.

"Ayah suka dengan ikan bakar, jadi restoran ini favoritnya," jawab Ibu saat Vanilla bertanya mengapa memilih tempat yang cukup jauh dari rumah. Mendengarkan hal itu secara diam-diam, Arisa akan mengingat hidangan favorit sang ayah.

Arisa dan keluarga memilih meja di lantai dua untuk bersantap malam ini. Menu yang dipesan pun cukup banyak, sampai-sampai meja yang digunakan oleh lima orang ini hampir tidak mempunyai celah sisa. Arisa sendiri cukup terpukau jika Ayahnya mempunyai nafsu makan yang tinggi sudah berada di restoran favoritnya.

Pemandangan Ayah yang biasanya tanpa ekspresi itu sedang melahap ikan bakar dengan rakusnya cukup menarik perhatian Arisa dan Vanilla.

"Ayah benar-benar hebat. Beliau bisa menghabiskan beberapa ikan bakar sekaligus. Karena itu, Ibu memesan lebih banyak dari biasanya."

"Ah, begitu ya," sahut Arisa sekenanya.

"Arisa, Vanilla. Ayo, dimakan yang lainnya. Ibu sudah pesan banyak, lho."

Kedua orang itu menurut dan menikmati hidangan yang telah berada di atas meja. Meskipun mata Arisa masih lebih suka untuk memerhatikan bagaimana Ayah akan menghabiskan ini semua.

Kurang lebih selama satu jam, Arisa dan lainnya puas menikmati hidangan di restoran keluarga ini. Yang tersisa hanya mengobrol satu sama lain dan menghabiskan minuman. Beberapa menit lagi dan mereka akan pulang. Kala itu, si gadis dengan jepitan rambut berbentuk es krim memohon diri ke kamar kecil sebelum keluar dari tempat ini.

Arisa menyelesaikan urusannya lalu mencuci tangannya sejenak sembari memandang tampilan dirinya di sebuah cermin besar. Tatapannya menatap pantulannya sendiri. Ada sesuatu yang muncul kembali di dalam dada dan gadis itu tersipu.

Perasaan hangat ini muncul lagi.

Gadis itu tersenyum tanpa ia sadari. Arisa segera menyudahi urusannya dan kembali ke meja di mana keluarganya menunggu dan bersiap-siap untuk pulang. Seharusnya seperti itu.

Tetapi, yang berada di hadapannya adalah meja kosong yang sudah bersih Keluarga Tanjung sudah tak terihat lagi di situ selain para pelayan yang tengah membersihkan meja tersebut. Gadis itu paham apa yang terjadi dan segera berlari menuju lantai bawah.

Setibanya di lantai bawah yang penuh dengan orang menikmati makan malam, Arisa melongok menyusuri seluruh tempat. Dari tempat makan, tempat order sampai kasir. Terakhir, ia tiba di dekat pintu dan melihat keluar jendela. Hujan turun lebih deras dari sebelumnya. Namun, Arisa tahu jika mobil keluarganya sudah tidak ada di tempat.

Gadis bersurai kecoklatan terang itu menghela nafas panjang. Untuk mengkonfirmasi sesuatu, ia berjalan ke kasir dan melambaikan tangan kepadanya.

"Apakah anda bisa melihatku?" tanya Arisa.

Kasir tersebut masih sibuk dengan meja dan pekerjaannya di komputer. Sesaat kemudian, ia melihat telepon genggamnya sebelum melayani tamu yang sudah selesai menikmati makan malam.

"Sudah kuduga," gumam Arisa sembari berjalan untuk melihat jendela dengan lebih jelas.

Hujan di luar tampak tidak akan berhenti. Jika ia ingin pulang sekarang menyusul keluarganya menggunakan taksi, tentu akan percuma, karena supir taksir tersebut tidak akan menggubris panggilan telepon dari seseorang yang kehilangan eksistensinya.

Es Krim Untuk BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang