22nd Fragment

3 1 0
                                    

"Bagaimana dengan jembatan ini?" Suara riang itu bertanya kepada Rio.

Netranya memerhatikan sibuknya jalan ini yang selalu dilewati oleh kendaraan dari kedua arah. Kemudian, memeriksa bagian pondasinya yang didominasi oleh cat merah. Jembatan utama kedua di Kota Tantoris yang terletak di bagian selatan kota ini berfungsi untuk menghubungkan kedua wilayah yang terpisahkan oleh Sungai Major. Jika dipertimbangkan, konstruksi ini cukup penting bagi kota sehingga memenuhi syarat yang dicari Rio.

"Jembatan ini cukup menarik. Tetapi, akan lebih baik jika kita berkeliling kota lagi agar mendapatkan pandangan menyeluruh," komentar Rio.

"Tidak masalah! Bagaimana jika berikutnya kita ke Stasiun Kota karena menurutku transportasi juga cukup penting agar orang-orang bisa bepergian?"

"Saran yang bagus. Mari kita bergegas."

Mereka berdua segera menaiki kembali sepeda motor yang dikendarai oleh Rio dan menuju arah selatan, pinggir kota. Tujuan selanjutnya adalah Stasiun Kota yang merupakan satu-satunya di kota ini.

Tidak sampai lima belas menit karena menggunakan kendaraan, mereka telah tiba di bangunan yang memiliki arsitektur unik dibandingkan dengan beberapa bangunan di sekitarnya. Rio ingat jika desain arsitektur untuk stasion Kota Tantoris memang sengaja dibiarkan kuno untuk menjaga nilai-nilai sejarah.

"Meski demikian, bangunan ini tetap kokoh karena telah mengalami revitalisasi berkali-kali, hmm," gumam Rio.

"Mau lihat-lihat di dalam?" tawar Vemia.

"Aku rasa kita memang perlu lihat interiornya."

Gadis kecil itu mengangguk dan berlari terlebih dulu dengan Rio yang mengikuti di belakang. Pemuda itu sempat melihat-lihat desain keseluruhan stasiun ini dari tampilan tiga dimensi cincin komunikasinya. Tetapi, ini adalah kali pertama Rio menginjakkan kaki di stasiun. Hiruk pikuk orang berlalu lalang serta kereta yang sejenak berhenti untuk menunggu jadwal cukup mengambil perhatiannya.

Kemudian terdengar suara nyaring yang membuat Rio menutup telinganya sebelum salah satu gerbong besi itu berangkat menuju tujuan.

"Rasanya memang beda jika melihat langsung aktivitas di sini," gumam Rio.

"Hmm? Keadaan stasiun di masa depan pasti cukup berbeda sehingga Kakak berkomentar demikian, ya?" Vemia tiba-tiba berada di samping pemuda itu tanpa pemberitahuan.

"Hah—oh, Vemia. Bikin kaget saja," Rio sempat panik jika gumamannya didengar oleh pihak yang tak perlu tahu, "tentu saja. Desain serta teknologi yang kita gunakan sudah jauh berbeda dibandingkan dengan stasiun ini. Tetapi, dasarnya masih sama. Orang-orang menunggu di peron untuk kereta yang datang sesuai dengan tujuan masing-masing."

"Aku ingin tahu bagaimana kelihatannya! Kakak punya videonya, kan?"

"Iya, iya. Nanti akan kuperlihatkan jika sudah di rumah."

Vemia melonjak kegirangan. Rio mendengus maklum melihat aksi adiknya.

"Kak, setelah ini kita survey ke Tower Café, yuk?" pinta Vemia.

Rio menaikkan alisnya. "Kakak rasa, menara itu hanya berfungsi sebagai hiburan bagi penduduk kota dan tidak terlalu vital. Jadinya—"

"Ayolah! Ayo, ayo!" Vemia merajuk, merangkul lengan sang kakak dan tak berniat untuk melepaskannya.

Rio tak punya pilihan lain dan menyetujui ajakan adiknya. Matahari berada tepat di atas kepala dan mungkin Vemia telah merasa lapar.

Perjalanan dari bagian selatan kota menuju bagian timur kota memakan waktu kurang lebih dua puluh menit. Kondisi lalu lintas tidak begitu padat untuk weekend ini dikarenakan kota Tantoris bukanlah kota besar. Sehingga, Rio bisa mengendarai sepeda motornya dengan leluasa.

Es Krim Untuk BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang