3rd Fragment

12 4 0
                                    

Memori yang selama ini tertutup di antara pecahan ingatan lain mulai naik kembali ke permukaan. Bagaimana Rio mondar-mandir dari ruang guru dan ruang database untuk mencari keberadaan Arisa yang mendadak menghilang dari sekolah membuatnya gelisah.

Rio juga sempat ke kantor polisi dan kantor kependudukan untuk mencari informasi terkait. Sayangnya, ia terlalu muda saat itu sehingga hampir semua orang yang diminta bantuan olehnya menganggap remeh akan keinginan tersebut.

Di kesempatan yang lain, Rio menghabiskan waktu luang dan kurang tidur untuk mencari-cari informasi melalui cincin komunikasi hanya untuk menemui sosok teman sekelasnya kembali.

Karena itu—

Rio tak bisa memercayai matanya. Ia cepat-cepat mengaktifkan cincin informasi dengan mengetuknya sekali. Tampilan hologram melayang di atas jemari Rio telah muncul dan segera menerima input dari pengguna.

Ketika pemuda itu menyandingkan sebuah proyeksi foto dengan seseorang yang menikmati es krimnya, ia mengangguk pelan.

Tidak salah lagi.

Rio berjalan mendekat. Langkahnya dipercepat seperti hampir berlari kecil. Perasaan dan pikirannya kalang kabut, sama sekali tak bisa berpikir jernih. Sosok itu...

Ia harus menemuinya sekarang!

Sampai kemudian lelaki itu berada di hadapan gadis itu. Ia mendongak untuk melihat siapa yang menghalangi jarak pandangnya. Paras itu, tatapan itu—benar-benar apa yang dicari oleh Rio selama ini.

"Arisa, kaukah itu?" salamnya dengan suara yang nyaris bergetar, "aku tak menyangka jika kamu juga mengikuti proyek ini."

Gadis itu terdiam sembari menatap wajah Rio lekat-lekat. Mendapatkan tatapan tajam seperti itu membuat Rio salah tingkah.

"H—halo?" sapa Rio sekali lagi.

"Iya, sebentar. Aku sedang mengingat-ingat wajahmu di ingatanku. Hmm, hmm," ujar Arisa yang tidak berkedip sama sekali.

"...oh."

Ini di luar ekspetasi Rio jika Arisa sampai melupakannya. Bisa jadi kalau gadis itu benar-benar tidak ingat. Sejujurnya, pemuda itu benar-benar ingin memeluk gadis itu sesegera mungkin. Tetapi, ia masih bisa mengurungkan niatnya.

Padahal sejak kejadian itu aku tidak bisa melupakanmu sedetik pun, Arisa.

"Gawat, ingatanku benar-benar payah. Apakah kamu tak punya sesuatu untuk membantu mengenalimu kembali?" ujar Arisa.

Rio memutar otak sejenak. Kira-kira apa yang bisa membangkitkan ingatan Arisa lagi?

Tak ada jalan lain selain mengeluarkan tampilan foto-foto sekolah sebelumnya dan ruangan kelas yang penuh ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Rio sempat membesarkan foto tersebut sehingga menjadi tampilan tiga dimensi sehingga mereka bisa mengenali sosok guru yang mengajar, atau sosok hologram yang tengah memberikan materi.

"Ini buktinya kalau kita pernah sekelas," ujar Rio sembari menunjukkan sosok Arisa kecil sedang fokus pada pelajaran.

"Ah, akhirnya aku ingat. Rio, kamu Rio, bukan? Lalu kejadian yang di pinggir zona aman itu—"

"Kamu sudah ingat rupanya. Baguslah."

Arisa menggerakkan otot wajahnya untuk menunjukkan senyum andalannya begitu pecahan-pecahan memorinya telah kembali. Mendengar hal itu, Rio bernafas lega dan tertawa getir. Untung saja Arisa masih belum sepenuhnya melupakan dirinya.

Paling tidak perjuangannya untuk mencari Arisa telah membuahkan hasil melalui kebetulan ini.

"Kalau begitu duduk saja disampingku, Rio. Mari kita mengobrol setelah sekian lama tak bertemu," ajak Arisa dengan menepuk tempat di sampingnya. Tak ada alasan untuk menolak tawaran itu, jadi pria itu menuruti tawaran sang gadis.

Es Krim Untuk BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang