Langit cukup cerah dan berwarna oranye, dipadukan dengan beberapa kapas angkasa yang berlalu lalang memberikan keteduhan tambahan. Pemandangan yang cukup indah dan tak pernah membuat Arisa bosan. Ia berjalan bersenandung menuju ke stasiun cable car yang berada di ujung utara kota—tempat penghubung antara bendungan dan kota Tantoris. Tempat itu adalah stasiun umum tanpa bayaran yang menggunakan sistem otomatis untuk para pengunjung yang ingin melihat-lihat bendungan.
"Pada dasarnya, bendungan ini merupakan salah satu obyek wisata. Cuma terkait dengan popularitasnya, aku tak merasa kalau tempat ini ramai akan pengunjung."
Arisa memerhatikan mesin besar berbentuk persegi yang di bagian ujungnya tumpul. Daripada sebuah persegi, mungkin lebih mirip berbentuk jajar genjang. Sebuah kereta kabel kosong terhenti di hadapan si gadis dengan jepit rambut berbentuk es krim cone.
"Benda ini mirip dengan kendaraan di masa depan. Cuma desainnya lebih kuno dan warnanya sama sekali tidak menarik," komentarnya.
Saat pintu terbuka otomatis, Arisa naik ke dalamnya dan duduk di salah satu sisi yang menghadap ke arah bendungan. Saat gadis itu memerhatikan desain interior cable car yang dinaikinya, ia mengangguk-angguk mengerti akan sesuatu.
"Tempat duduknya cukup empuk, sehingga terasa nyaman. Bagian dalamnya tidak mempunyai air conditioner, tapi tak masalah karena udara di masa lalu memang cukup sejuk."
Setelah menunggu beberapa menit, benda jajar genjang itu bergerak melaju pelan dan perlahan-lahan mengambil kecepatan konstan. Terdengar suara derit yang terus berbunyi akibat pergesekan kabel tebal yang menjadi rel bagi cable car ini.
Pemandangan yang gadis itu saksikan cukup memukau. Terdapat transisi vegetasi yang padat di antara kota Tantoris dengan bendungan itu yang dihiasi oleh sungai Major yang berasal dari air bendungan. Wilayah ini bukan hutan liar dengan beberapa hewan buas hidup di dalamnya. Wilayah ini hanya merupakan salah satu wilayah hutan lindung yang dipelihara oleh pemerintah kota demi kepentingan fundamental seperti serapan air dan lain-lain.
Jika gadis itu menoleh melihat dari arah kota Tantoris, panorama yang terlihat olehnya juga cukup apik. Tak ada gedung pencakar langit, hanya beberapa bangunan yang berkumpul terpisahkan oleh sungai di tengah-tengahnya dan satu-satu bangunan menara yang cukup mencolok. Inilah kota Tantoris.
Saat Arisa melirik ke belakang melalui jendela cable car ini, terlihat ada dua buah cable car lain yang menyusulnya dengan kecepatan konstan. Ada pengunjung lain yang juga ingin melihat-lihat bendungan.
Rupanya aku tidak sendirian nanti di atas sana, pikir Arisa.
Setengah jam kemudian, ia tiba di stasiun cable car bendungan. Pintunya terbuka otomatis dan gadis itu turun perlahan. Begitu ia melangkah keluar dari dalam bangunan sederhana itu, lansekap bendungan yang seperti diapit dua buah gunung menyambut Arisa dengan penuh pesona.
"Waah..."
Saat Arisa berjalan ke sisi pinggir bendungan yang dipagari demi alasan keamanan tersebut, ia mendengar begitu jelas deru air yang terjatuh dari beton bendungan menuju sungai di bawahnya saatnya gadis itu melongok ke bawah untuk memastikan sumber suara itu. Arisa mengangguk, mendapatkan informasi yang cukup berharga baginya dan meneruskan turnya di sekitar bendungan.
Tempat di mana gadis itu berada merupakan area yang didesain untuk umum. Dari situ seseorang bisa melihat lebih detail kondisi dinding bendungan bagian atas maupun bawah. Lebar dinding itu cukup luas untuk ukuran dua mobil.
Melihat-lihat tempat lain, Arisa mendapati sebuah bangunan kantor yang cukup besar. Agaknya kantor ini adalah pihak yang dipercaya untuk mengelola bendungan ini, meski sekarang tutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Krim Untuk Bumi
Science FictionBumi sudah di ujung tanduk. Berkat keserakahan manusia, planet hunian ini sudah tak layak ditinggali. Untuk tetap bertahan, manusia harus mencari jalan keluar meski hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Maka, diambillah keputusan untuk mengirim rib...