16th Fragment

2 0 0
                                    

Fajar telah menyingsing di ufuk timur, Rio terbangun dengan rasa lelah di sekujur tubuhnya. Kantuknya masih terasa, namun ia segera bangun dan bersiap-siap untuk bekerja.

"Haah," keluhnya ketika sampai di meja kerjanya. Matanya begitu berat, badannya cukup gerah. Pagi ini bukan hari yang baik untuk Rio yang tengah berusaha untuk menyalakan komputer dengan susah payah.

"Kenapa kamu lelah seperti itu, Kak? Tadi malam begadang?" goda Valerie dengan menepuk pundak Rio perlahan.

"Tidak. Banyak hal yang terjadi di rumah, salah satunya—"

"Oke, persiapkan dirimu. Setelah ini kita harus melakukan kunjungan ke divisi perhutanan," tutup Valerie sembari berjalan kembali ke mejanya dan membereskan suatu hal.

Tapi aku belum selesai berbicara, ungkap Rio dalam hati dengan kesal. Ia juga tak paham kenapa tiba-tiba harus melakukan kunjungan.

"Aku bisa menduga pikiranmu. Mengapa tiba-tiba hari ini?! Jangan khawatir. Aku, Valerie memang orang yang cukup peka dengan sekitar," ujarnya tiba-tiba dan selesai membereskan mejanya, "usulanku untuk berkunjung di-approve oleh atasan. Sehingga, kita punya sehari penuh untuk berada di sana."

"Wah, begitu rupanya. Apakah ini adalah salah satu langkahmu untuk melakukan proyek kerjasama dengan divisi perhutanan? Mengingat mereka adalah divisi yang terbentuk karena pengaruh catatan masa lalu para ilmuwan, yang seharusnya tidak ada di kota ini."

Valerie tersenyum kaku dan membuang wajahnya.

"Bukan, aku cuma mencari alasan agar kita tidak bekerja terus di sini. Cukup bosan, tahu."

"Aku merasa terkhianati."

"Tak perlu memikirkan hal yang detil. Ayo, kita pergi!"

"Kalian berdua, apakah sudah siap?" Pak Rudi, atasan dari Rio dan Valerie di divisi ini keluar ruangannya dan menyambut mereka berdua, diikuti oleh beberapa anggota divisi yang lain di belakangnya.

Singkatnya, Valerie dan Rio berada di ruangan khusus untuk divisi perhutanan. Daripada di sebut ruangan, tempat ini lebih tepat jika disebut sebagai greenhouse karena kurang lebih didominasi oleh lahan untuk bertanam. Ada bagian ruangan yang difungsikan untuk kantor yang cukup dekat. Namun, secara rasio, perbandingan luasnya kira-kira delapan banding dua.

"Omong-omong, ini kali pertama kita melihat ruangan untuk divisi perhutanan," ujar Rio.

"Nah. Jadinya, juga membuat penasaran." Valerie tampak bersemangat.

"Selamat datang, Divisi Tata Letak Kota. Bagaimana kabar, Pak Rudi? Sehat-sehat saja?"

"Pak Rubert! Lama tak berkunjung ke sini. Tentu, sehat-sehat saja dong, Pak."

Seseorang lelaki paruh baya menyambut Pak Rudi dan anggota di visi di pintu masuk menuju greenhouse dan di belakangnya berdiri semua anggota lain di divisi ini—termasuk Rita. Kira-kira sebanyak sepuluh orang. Pak Rudi dan Pak Rubert saling bersalaman dan bertukar salam sapa sekenanya sebelum memasuki aktivitas utama hari ini.

"Kami adalah Divisi Perhutanan mengucapkan selamat datang. Saya rasa, rombongan akan lebih baik dipecah menjadi beberapa kelompok agar turnya lebih praktis dan tidak berkumpul terlalu lama. Masing-masing kelompok akan dipandu oleh anggota kami. Mari, silakan masuk," ajak beliau ramah, diikuti oleh semua orang divisi yang mengekor dari belakang. Tak lama kemudian, mereka membagi kelompok sendiri-sendiri dan mulai berpencar.

Agaknya Rio dan Valerie berada di kelompok yang sama. Namun, hal itu sama sekali tak masalah.

Sesosok gadis bersurai pendek berwarna kelam tersenyum dan menarik seragam di lengan Rio. Pemuda itu otomatis menoleh dan disambut senyum manisnya yang bagai air sungai yang menghilangkan dahaga dalam kemarau panjang. Ada nuansa teduh yang datang darinya entah kenapa. Mungkin, karena tumbuh-tumbuhan yang hijau bisa langsung terlihat di belakang figur gadis itu.

Es Krim Untuk BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang