#5 Awal abad ke-20⏳

702 64 0
                                    


***

"SUKMA!" Potong Kanjeng pangeran Soedjaka kakak ke-2 Sukma, "Tidak sepatutnya kamu berbicara seperti itu Pada Romo, Dimana Etikamu!!" sambungnya.

"Kayanya gue memang harus ikuti alur mereka, karena mereka gak akan percaya sama satu katapun yang gue ucapin, gue baru inget orang yang gak sengaja nabrak gue waktu itu adalah Sukma yang hendak kabur, gue bakal kasih tau mereka tapi di waktu yang tepat" batin Fania

"Maafkan Hamba Kanjeng Gusti, hamba tidak akan mengulangi hal ini lagi, beri saya kesempatan sekali saja, saya akan patuh mulai sekarang, dan saya tidak akan menyukai pemuda itu, saya janji" ucap Fania seraya menempelkan kedua telapak tangannya dan menundukkan kepalanya bak sedang berdoa.

Kanjeng Gusti melirik kepada Kanjeng Ratu dan kakak kakak Sukma, dan mereka semua mengisyaratkan untuk menerima permohonan maaf Fania.

"Baiklah untuk kali ini maafmu diterima, tapi jangan pernah sekalipun kamu mengulangi hal ini, kamu harus menjadi contoh yang baik untuk adik adikmu" ujar Kanjeng Gusti pada Fania.

***

Karena wajah Fania dan Sukma sangat mirip, Fania pun harus terjebak di tempat itu sebagai Sukma.

Sekarang Fania sedang berjalan jalan mengitari rumah, ia terlihat sangat senang karena berada disana seperti berada di tempat wisata bersejarah. Namun saat ia melewati dapur, ia mendengar dua orang gadis sedang berbincang.

"Mardiah kau sudah tahu belum kalau Raden Ajeng Sukawati gagal melarikan diri" ujar Karwiti adik ke-6 Sukma
"Benarkah? Pasti Dia akan mendapatkan hukuman yang lebih berat" ucap Mardiah adik ke-7 Sukma seraya memotong sayuran
"Justru tidak, hukumannya sudah dihentikan, karena dia telah mengakui segala kesalahannya dan tidak akan mengulanginya"  ujar Karwiti
"Apa?? Bukankah belakangan ini dia cukup kekeh tidak mau meminta Maaf, andai saja dia mengakuinya lebih awal maka dia tidak akan tersiksa dikunci di dalam kamar" ucap Mardiah

"Mereka sedang membicarakan Sukma? Berarti aku?" Gumam Fania dalam hati dan ia berniat untuk mengerjai mereka, lalu Fania pun masuk ke dapur dan menghampiri mereka dengan wajah yang sinis, matanya pun terus menatap mereka berdua, mereka berdua kaget dengan kehadiran Fania yang secara tiba-tiba.

"Apakah dia mendengar pembicaraan kami"
"Apakah dia marah"
Gumam Karwiti dan Mardiah dalam benaknya masing-masing.

Dengan wajah yang ketakutan merekapun menundukkan kepalanya sekaligus sebagai Tanda hormat terhadap kakaknya yang lebih tua.

"Mardiah!" Ucap Fania dengan tegasnya sambil terus menatap tajam mereka.
"Iya Mbak.." ucap Mardiah terbata-bata karena takut akan amarah kakaknya yang mendengar ucapannya tadi. Sukmawati adalah gadis terhormat dan cukup berbakat juga baik hati namun ia juga wanita yang cukup tegas apalagi soal benar dan salah.

Orang-orang di sana sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan tata Krama, orang yang lebih muda harus menjaga ucapannya terhadap orang yang lebih tua.

"Seharusnya kami tidak membicarakannya di belakang seperti tadi" gumam Mardiah sambil terus menunduk memejamkan matanya.

"Hey apa yang sedang kalian bicarakan tadi?!!" Bentak Fania membuat jantung mereka berdetak kencang.

"Maafkan kami mbak, kami tadi..."

"Heits cukup" potong Fania "Jadi Lo yang namanya Mardiah, trus nama Lo siapa?" Tanya Fania sambil menunjuk Karwiti yang membuat suasana menjadi cair dan mereka pun keheranan.

"Iya Mbak? Saya?" Tanya Karwiti sambil menatap heran ke arah Fania sedangkan Fania hanya mengangguk.
"Saya Karwiti, Mbak lupa?" Terusnya.
"Gue bukan kakak kalian, jadi kalian gak usah pada tunduk kaya gitu, oke?" ucapnya sambil tersenyum merangkul mereka.
"Maaf mba saya tidak berani lancang, tapi ternyata benar yang dibicarakan para pelayan, mbak sedikit ngawur," ucap Mardiah dengan pelan sambil menatap Fania dengan wajah yang keheranan.

"Saya memang bukan Sukma!" Teriak Fania namun sepertinya tidak dapat dipercayai oleh mereka, "udah... Udah.. terserah kalian deh, mau ngira gue Sukma atau siapa" sambungnya dan langsung pergi meninggalkan mereka

***

Fania telah melewatkan harinya yang cukup rumit, namun ia sedikit senang karena bisa menyantap hidangan khas Indonesia yang lezat serta memiliki sedikit kekuasaan sebagai Raden Ajeng, walaupun begitu ia juga cukup geram karena kesulitan dengan adat istiadat serta budaya, terlebih lagi posisi wanita yang selalu dikesampingkan.

"Haduh kaki gue bakal jadi kasar karena gak pake sendal.." Fania mengelus-elus kakinya, dimalam yang sunyi Fania hanya terdiam diatas kasur dan tidak bisa tertidur.

Namun tiba-tiba Fania tersenyum dan beranjak dari kasurnya, ternyata ia mengambil handphonenya dan memutar sebuah lagu pop yang sedang populer ia juga ikut bernyanyi dan sedikit menari.

Tidak disangka ternyata Karwiti dan Mardiah sedang melintas di depan kamar Sukma, mereka pun mendengar suara musik yang cukup kencang dari kamar Sukma.

Tok..tok..tok

Suara ketukan pintu terdengar, Fania yang menyadari ada seseorang langsung mematikan musik dari handphonenya dan membuka daun pintu dengan perlahan.

Setelah dibuka ternyata ia melihat Karwiti dan Mardiah berdiri di depan pintu, mereka bertanya soal apa yang mereka dengar barusan, Fania mempersilahkan mereka masuk dan menjelaskan semuanya.

"Apa yang saya dengar seperti pertunjukan tadi dari benda setipis ini?" Tanya Karwiti sambil menunjuk handphone yang digenggam Fania.
"Dari mana Mba mendapatkan benda ini?" Tanya Mardiah keheranan.

"Iya benda ini mengeluarkan bunyi seperti pertunjukan, ini mulikikku, kan aku sudah pernah bilang bahwa aku bukan Sukma tapi Fania, sekarang kalian percaya?" Jelas fania dan mereka hanya mengangguk.

Fania pun memutar kembali lagu yang tadi ia nyanyikan. Mereka bertiga pun sangat menikmati lagu itu sambil menari-nari.

Tok..tok..tok

Seseorang kembali mengetuk pintu kamar Sukma sambil berkata.

"Sukma.. apa kamu sudah tidur?"

***

Halo...
Gimana ceritanya menurut kalian?
Jangan lupa vote ya

Raden AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang